Peran Indonesia dalam Kemajuan Sepakbola Dunia

Rabu, 12 Oktober 2016 18:46 WIB
Editor: Tengku Sufiyanto
 Copyright:
Indonesia Barometer Kompetisi di Jepang

Indonesia sudah memiliki kompetisi sejak 1931 bernama Perserikatan. Awalnya hanya ada tujuh klub yang menjadi peserta dan notabennya adalah klub-klub pendiri PSSI, Voetbalbond Indonesische Jacatra (Persija Jakarta), Bandoengsche Indonesische Voetbal Bond (Persib Bandung), Persatuan Sepakraga Mataram (PSIM Yogyakarta), Vortenlandsche Voetbal Bond (Persis Solo), Madioensche Voetbal Bond (PSM Madiun), Indonesische Voetbal Bond Magelang (PPSM Magelang), dan Soerabajasche Indonesische Voetbal Bond (Persebaya Surabaya).

Lambat laun, klub-klub peserta Perserikatan terus bertambah seiring zaman. Perserikatan berjalan dengan baik sampai akhirnya ada kompetisi penanding.

Pada tahun 1979, PSSI pimpinan Ali Sadikin mendirikan kompetisi semi profesional bernama Galatama. Kompetisi Galatama diproyeksikan sebagai cikal bakal kompetisi profesional Indonesia ke depannya.

Walau ada Galatama, Perserikatan tetap bergulir. Kedua kompetisi bisa dijalankan secara beriringan, mengingat keduanya tidak memiliki jadwal yang bentrok.

Namun, perbedaan yang mencolok jelas berada dalam sistem pendanaan. Klub-klub Perserikatan masih disokong Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD). Sementara Galatama beranggotakan klub-klub baru yang pendanaannya ditopang oleh perusahaan swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta pengusaha maniak sepakbola.

Selain itu, Galatama lebih diminati masyarakat sepakbola Indonesia ketimbang Perserikatan, baik itu pemain, pelatih, pemilik klub, maupun penonton. Galatama dihuni oleh pemain-pemain terbaik Indonesia seperti Hadi Ismanto, Zulkarnain Lubis, Ricky Yakobi, Bambang Nurdiansyah, dan masih banyak lagi.

Galatama juga menjadi kompetisi pertama di Indonesia yang memperkenankan penggunaan pemain asing. Langkah tersebut diambil oleh pengelola liga agar kompetisi semakin kompetitif dan mampu menarik minat masyarakat untuk menyaksikan langsung pertandingan-pertandingan di stadion. Contoh pemain asing yang bermain di Galatama adalah legenda hidup Singapura, Fandi Ahmad.

Fandi Ahmad lebih memilih untuk bergabung dengan Niac (New International Amusement Centre) Mitra yang bermarkas di Surabaya. Lalu ada pemain profesional Korea Selatan,  David Lee, yang berposisi sebagai penjaga gawang Niac Mitra.


Niac Mitra kala beruji coba dengan Arsenal.

Ketika digulirkan pada tahun perdana, Galatama baru diikuti oleh delapan klub. Dalam perjalanannya, klub yang mengikuti Galatama terus bertambah. 

Hal tersebut memungkinkan Galatama diselenggarakan dengan pembagian dua divisi, yakni Divisi Utama dan Divisi Satu. Namun, kompetisi Galatama dengan dua divisi hanya berlangsung pada tahun 1983 dan 1990.

Sayang, pada akhirnya kompetisi Galatama berakhir. Galatama dilebur menjadi satu dengan Perserikatan dengan nama Liga Indonesia pada tahun 1994.

Meski begitu, sistem Galatama ternyata menjadi percontohan kompetisi Jepang. Jepang mendirikan J-League dengan sistem profesional dari Galatama.


Juara J-League tahun 2012, Sanfrecce Hiroshima.

Dikutip dari Jakarta Post, banyak dari data dan cerita bahwa ada delegasi Jepang yang secara langsung datang ke Indonesia belajar sistem kompetisi Galatama. Mereka berniat membuat kompetisi profesional.

Maklum saja, ketika itu, Jepang hanya memiliki kompetisi amatir. Klub-klub Negeri Sakura hanya berasal dari perusahaan ternama, macam Yamaha, Nissan, dan Yanmar. Para pemainnya merupakan pegawai perusahaan tersebut.

Liga profesional Jepang pun akhirnya digulirkan pertama kali pada tahun 1996. Ketika itu, Galatama sudah tak lagi ada. Produk awal J-League adalah Hidetoshi Nakata, yang bermain untuk Bellmare Hiratsuka, yang lantas menjelma sebagai The Asian Player of The Year pada tahun 1997.

1.2K