Peter Withe, Pionir Sepakbola Thailand dan Indonesia

Kamis, 8 Desember 2016 19:06 WIB
Editor: Arief Rahman Hakim
 Copyright:
Kisah Manis Piala AFF White Tak Terulang di Indonesia

Kegagalan Withe membawa Thailand lolos ke perempat final Piala Asia 2004, dimanfaatkan PSSI yang kala itu dipimpin Nurdin Halid, untuk menarik White ke Timnas Indonesia. Bak Gayung bersambut, Withelangsung menerima pinangan PSSI pada 2004.

Harapan PSSI tentu agar sepakbola Indonesia berprestasi, terutamanya di turnamen terdekat, Piala AFF, sebelum berpikir terlalu jauh ke Piala Asia, apalagi Piala Dunia. Tanpa keraguan sama sekali, Withe langsung mendobrak taktik andalan Indonesia yang mengandalkan 3-5-2 dengan 4-4-2.

3-5-2 merupakan formasi klasik atau konservatif yang dahulu menjadi skema favorit Indonesia, namun, Withe menginginkan Indonesia agar meninggalkan zona nyaman itu dan menerapkan formasi klasik Inggris, 4-4-2.

Kala itu penerapan taktik itu dikritik oleh figur beken sepakbola Indonesia seperti Benny Dollo dan Sutan Harhara, karena menilai pemain Indonesia belum siap memainkan pola itu. Bagaimana respon Withe? Tidak peduli, dan bersikukuh dengan prinsipnya itu.

Ia tetap menggunakan formasi itu di Piala AFF 2004 dan tidak ragu dalam membuat keputusan. Pemain-pemain seperti Kurniawan Dwi Yulianto, Elie Aiboy, Ponaryo Astaman, Firman Utina, dan Charis Yulianto.

Kala itu, untuk ketiga kalinya Indonesia mencapai babak pamungkas alias final, dan kali ini melawan Singapura. Format saat itu telah menggunakan dua sistem kandang dan tandang, dan sayangnya, Singapura juara dengan agregat gol 5-2.

Meski begitu, filosofi bermain yang telah ditanamkan Withe saat itu terbukti menjadi hal yang positif dalam perubahan bermain Timnas Indonesia. Pasalnya di grup A bersama Singapura, Vietnam, Laos, dan Kamboja, Indonesia lolos sebagai juara grup dengan catatan gemilang.

Indonesia mencetak 17 gol! Hebatnya lagi, tanpa pernah kebobolan ke gawang yang dijaga Hendro Kartiko. Indonesia saat itu menang 6-0 kontra Laos, 3-0 melawan Vietnam, 8-0 melawan Kamboja, dan imbang tanpa gol melawan Singapura.

Withe pun meyakinkan Indonesia untuk melepas dahaga titel Piala AFF saat itu, lolos dengan heroik dari semifinal dan mengalahkan Malaysia, dan menjadikan bencana tsunami Aceh, untuk memotivasi Skuat Garuda.

Indonesia tampil gemilang membalikkan ketertinggalan agregat 1-2 dari Malaysia, dan berbalik menang di Shah Alam dengan skor 4-1, Indonesia tampil ofensif, enerjik, dan bermain penuh determinasi.

Di final, semua itu lenyap seketika karena taktik Radojko Avramovic, yang sukses mengandalkan Agu Casmir dalam menjadi motor serangan Singapura.

Keajaiban serupa tak lagi terjadi di Piala AFF 2007, karena permainan Indonesia sudah dibaca oleh lawan-lawannya, dan Withe gagal total kala itu karena tak mampu membawa Indonesia lolos penyisihan grup yang berisikan Singapura, Vietnam, dan Laos.

Palu pemecatan tak dapat dihindari, publik menekan PSSI untuk memecat Withe dan hanya dalam kurun waktu enam bulan dari Piala Asia 2007, Withe dipecat dan digantikan dengan Ivan Kolev.

Withe tak lagi melatih Timnas, namun peninggalan formasi 4-4-2 itu masih diterapkan hingga saat ini ke era Riedl, hanya Kolev yang memiliki taktiknya sendiri, yakni 4-3-3.

2K