Seto Bersaudara dan Kisah Manis Penakluk Sepak Bola Mataram
Lalu, sesulit itukah berkarier dalam lingkaran panas rivalitas sepak bola di Bumi Mataram utamanya Solo dan DIY?
Perjalanan karier sepak bola Seto Nurdiyantoro beserta dua saudaranya yakni Fajar Listyantoro dan Yohanes Yuniantoro mungkin jadi salah satu cerita manis di tengah rivalitas fana.
Ketiganya pernah "terjebak" dalam cerita pendakian karier sepak bola bersama klub-klub di Bumi Mataram. Mulai PSIM Yogyakarta, PSS Sleman, Persiba Bantul, Persijatim Solo FC, hingga Pelita Solo.
Seto Nurdiyantoro memborong empat gol ke gawang PSS Sleman saat masih berkostum Pelita Solo dalam laga pamungkas Liga Indonesia musim 2001/2002 di Stadion Manahan, Solo.
Gol itu cukup spesial karena menyelamatkan tim millik Nirwan Bakrie itu dari zona degradasi. Seto disanjung bak pahlawan oleh ribuan suporter Pasoepati yang memadati stadion.
Namun tahun lalu di kompetisi Liga 2, tim yang sebelumnya jadi rival saat bermain dan dia berondong empat gol itu dibawa jadi juara sekaligus promosi ke Liga 1 musim depan. Kini giliran Seto dielu-elukan karena membawa PSS meraih prestasi tertinggi.
"Saya tidak pernah memikirkan soal rivalitas seperti itu. Setiap berkarier di klub manapun, saya bekerja profesional dan ingin memberikan yang terbaik," ungkap Seto dalam perbincangan dengan INDOSPORT.
"Saya juga berusaha merangkul dan berdiskusi dengan semua pihak agar tidak terjadi konflik. Apalagi saya memang mengutamakan hal teknis yakni program latihan dan strategi," ucapnya.
Mengawali karier profesional bersama PSS tahun 1990, Seto mengaku karier cemerlangnya justru saat memperkuat PSIM Yogyakarta di tahun 1995-2000. Pelatih yang saat ini berusia 44 tahun itu menjelma sebagai salah satu predator muda potensial di Indonesia.
Performa apiknya itu membuat Pelita Solo kepincut dan akhirnya memboyong Seto. Bersama tim kebanggan masyarakat Kota Bengawan saat itu, Seto mampu menembus skuat Timnas Indonesia dan jadi runner-up Piala Tiger 2000.
"PSIM memang punya cerita bagus dalam perjalanan karir saya. Saat bermain, karir cemerlang saya muncul saat di tim itu. Lalu bergabung dengan Pelita Solo sebagai langkah untuk mengembangkan permainan," kata dia.
Dari karier pelatih, Seto mengawali sebagai pemain merangkap asisten pelatih di Persiba Bantul saat kompetisi Divisi Utama 2011. Saat itu, tim Laskar Sultan Agung dibawanya menjadi juara dan promosi ke Liga Super Indonesia.
Lalu, status Seto naik jadi pelatih. Jabatan debutnya itu justru didapat saat pelatih kepala PSIM pada kompetisi Divisi Utama 2014 silam.
"Saya awal main di sini, jadi pelatih profesional pertama juga di sini. Saya banyak belajar dari PSIM dan secara pribadi saya mengucapkan terima kasih pada PSIM."