In-depth

Kisah Ketua Umum PSSI, Ada yang Menginspirasi Sampai Pimpin Federasi dari Balik Jeruji

Minggu, 17 Februari 2019 16:55 WIB
Editor: Prio Hari Kristanto
 Copyright:
Kesalahan yang Terus Berulang

Sayangnya, PSSI tak lepas dari berbagai kontroversi. Apalagi kalau bukan yang disebabkan oleh polah ketua umumnya sendiri. 

Jika dulu PSSI memiliki tokoh insipratif seperti Soeratin, Ali Sadikin, dan Kardono, maka dalam dua dekade ini PSSI panen sosok-sosok kontroversial seperti Nurdin Halid, La Nyalla, Djohar Arifin hingga Joko Driyono.

PSSI pada masa kepemimpinan Nurdin Halid mendapatkan sorotan sangat luas. Sayangnya, sorotan itu bukan karena prestasi timnas, melainkan hal-hal tak terpuji yang dibuat dirinya. 

Di era Nurdin, PSSI pernah dipimpin oleh ketua umum dari balik jeruji besi. Ya, pada Agustus 2007 Nurdin divonis dua tahun penjara akibat tindak pidana korupsi dalam pengadaan minyak goreng.

Publik pun secara luas menekan dirinya untuk mundur. Bahkan seorang Jusuf Kalla pun sampai ikutan gemas dengan Nurdin Halid. 

Selain karena kepatutan, Nurdin sudah jelas melanggar statuta FIFA yang menyebutkan seorang pelaku kriminal tidak boleh menjabat sebagai ketua umum federasi. 

Namun, hal itu tak berlaku bagi Nurdin Halid dan para Exco yang ada di PSSI. Nurdin dengan leluasa tetap menjabat sebagai ketua umum sampai dirinya kembali dibebaskan.  

Ia pun menjabat sampai tahun 2011 sebelum akhirnya digantikan oleh Djohar Arifin Husein. Nurdin tercatat telah delapan tahun memimpin PSSI tanpa satu pun prestasi juara bergengsi untuk Timnas Indonesia.

Ketika publik merasa PSSI berjalan ke arah lebih baik dengan lengsernya Nurdin, di situ pulalah publik ternyata dikecewakan. 

Mengapa? karena PSSI justru semakin berjalan ke arah yang sesat. PSSI dan sepak bola Indonesia selalu bermasalah setelah dimpimpin oleh dua ketua umum setelah Nurdin, yaitu Djohar Arifin dan La Nyalla Mattalitti. 

Mengusung gerakan reformasi sepak bola Indonesia, di awal kepemimpinannya, Djohar secara kontroversi merombak format kompetisi profesional.

Liga Super Indonesia yang dibentuk PT Liga Indonesia ia ubah menjadi Liga Primer Indonesia bentukan PT Liga Prima Indonesia Sportindo. Inilah awal dari dualisme kompetisi tanah air yang benar-benar membuat sepak bola Indonesia di titik nadir. 

Setelah masalah dualisme liga, kembali muncul PSSI tandingan bernama KPSI (Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia) sebagai respon atas keputusan Djohar Arifin. Di sinilah bencana dualisme klub dimulai yang dampaknya masih kita rasakan hingga saat ini. 

Setelah kepengurusan Djohar selesai, muncul nama La Nyalla yang maju sebagai calon Ketua Umum PSSI. Ia pun terpilih sebagai ketua umum via Kongres PSSI pada 17 Maret 2015 di Surabaya.

Namun, kepeimpinan La Nyalla hanya seumur jagung. Menpora yang baru saat itu, Imam Nahrawi, menjatuhkan sanksi administratif terhadap kepengurusan PSSI pimpinan La Nyalla. Kegaduhan kembali terjadi, PSSI pun lumpuh setelah sanksi pemerintah. 

Pada Mei 2015 PSSI resmi dibekukan oleh FIFA. Otoritas tertinggi sepak bola dunia tersebut menjatuhkan sanksi ke PSSI karena intervensi pemerintah yang mana tabu bagi FIFA.

Namun, usaha pemerintah untuk 'bersih-bersih' PSSI kala itu dirasa tepat karena faktanya La Nyalla pun bukan sosok pemimpin ideal di mana ia juga terjerat kasus dugaan korupsi dana hibah KADIN, walau pun belakangan ia tak terbukti bersalah. 

113