Liga Indonesia

Cerita Fredyan Wahyu: Ditolak Karena Postur Hingga ke Timnas Indonesia U-23

Jumat, 22 Maret 2019 17:14 WIB
Penulis: Prabowo | Editor: Ivan Reinhard Manurung
© PSSI
Fredyan Wahyu, salah satu pemain Timnas Indonesia U-23. Copyright: © PSSI
Fredyan Wahyu, salah satu pemain Timnas Indonesia U-23.

INDOSPORT.COM - Perjalanan karier seorang pemain sepak bola banyak menguak kisah-kisah unik dan inspiratif. Termasuk para bintang sepak bola Indonesia yang memiliki ragam cerita tentang perjalanan terjun di dunia olahraga terpopuler se jagad raya tersebut.

Salah satunya adalah bek Timnas Indonesia U-23, Fredyan Wahyu Sugiantoro. Namanya mulai naik daun seiring menjadi pemain utama PSMS Medan di Liga 1 (kasta tertinggi bola Indonesia) musim lalu.

Berkat performa apiknya, pemain sepak bola berusia 21 tahun itu akhirnya dipanggil Indra Sjafri untuk memperkuat Timnas U-22 dan berhasil menjadi juara di ajang Piala AFF U-22 2019.

Namun siapa sangka, pemain sepak bola yang akrab disapa Ucil itu butuh perjuangan keras untuk bisa berada di posisi saat ini.

Portal berita olahraga INDOSPORT pun berkesempatan berbincang dengan kedua orang tua Ucil yakni Sugiyatno (ayah) dan Tri Wahyuni (ibu) dikediamannya Dukuh Tegal Sari, Desa Kertonatan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Jumat (22/03/19) pagi.

"Memang cita-citanya dari kecil ingin jadi pemain sepak bola. Sejak kelas 4 SD, Frediyan sudah gabung SSB (Sekolah Sepak Bola) karena sangat mengidolakan Hamka Hamzah," ungkap Sugiyatno mengawali perbincangan dengan INDOSPORT.

Kedua sosok itu menceritakan, Ucil pertama kali masuk ke SSB Angkasa yang tak jaduh dari rumah. Lalu performanya semakin menanjak hingga akhirnya pindah ke dua SSB di Kota Solo yakni Kstaria dan Bonansa.

© Ronald Seger Prabowo/INDOSPORT
Bek Timnas U-23, Frediyan Wahyu Sugiyantoro di Desa Kertonatan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo. Copyright: Ronald Seger Prabowo/INDOSPORTFoto-foto di rumah Fredyan Wahyu Sugiyantoro di Desa Kertonatan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo.

Bahkan menurut sang ibunda, keinginan besar Ucil untuk menjadi pesepak bola andal sampai tak mengenal kondisi cuaca. Meskipun hujan deras, anaknya tetap nekat berlatih.

"Kalau hujan kan sebenarnya saya larang, tapi dia tetap nekat berlatih. Kadang-kadang kabur sudah berangkat sendiri naik sepeda ke lapangan di SSB Angkasa (milik TNI AU yang berjarak sekitar 5 kilometer dari rumah)," tambah sang ibunda.

"Dia sangat rajin dalam berlatih mandiri terutama untuk fisik. Setelah pulang dari sekolah SMP, dia selalu lari-lari hingga sore hari."

"Lalu malam harinya berlatih push-up dan sit-up di kamar. Itu dilakukan setiap hari agar fisiknya terus meningkat. Bahkan karena latihan fisik mandiri dia sempat jatuh sakit, badannya demam," kata Sugiyatno.

Apa yang dilakukan pemain seharga Rp 3 miliar (menurut data transfermarkt) itu karena ada alasan kuat. Yakni saat tahun 2011 Ucil "nekat" mengikuti seleksi Persis Solo Junior.

Padahal saat itu, usianya baru 14 tahun dan para pemain lain sudah tiga sampai empat tahun lebih tua. Namun berkat kerja keras latihan fisik secara mandiri, Ucil akhirnya lolos dan jadi bagian skuat Persis Jr.