In-depth

Oh, Piala Presiden! Engkau Kejam, tapi Sangat Dibutuhkan

Sabtu, 13 April 2019 08:56 WIB
Penulis: Prabowo | Editor: Isman Fadil
© INDOSPORT/Herry Ibrahim
Arema FC saat menerima trofi juara Piala Presiden 2019. Copyright: © INDOSPORT/Herry Ibrahim
Arema FC saat menerima trofi juara Piala Presiden 2019.

INDOSPORT.COM - Gelaran turnamen pramusim sepak bola bertajuk Piala Presiden 2019 telah usai. Arema FC keluar sebagai juara usai menang agregat, 4-2 atas Persebaya Surabaya di partai puncak.

Kedua tim bermain imbang, 2-2 di leg pertama yang berlangsung di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, Selasa (09/04/19). Lalu saat giliran jadi host, tim Singo Edan membekuk musuh bebuyutannya itu, dua gol tanpa balas lewat kaki Ahmad Nur Hardianto dan Ricky Kayame.

Dari tahun ke tahun, penyelenggaraan Piala Presiden semakin menunjukkan gairah dan antusiasme yang semakin besar dari masyarakat. Tak hanya soal persaingan yang semakin menarik di lapangan, namun juga berbagai sisi positif lain baik hiburan hingga ekonomi kerakyatan.

Hanya saja, turnamen yang diikuti 20 tim tersebut tak hanya menyajikan tontonan menarik bagi masyarakat pecinta sepak bola. Namun, ada sisi kekejaman di balik Piala Presiden jika berbicara tentang satu hal ini. Ajang Evaluasi!

Ya, Piala Presiden bak sebagai dua sisi mata uang. Sejumlah tim tak segan-segan mendepak pemain jika performanya tak sesuai ekspektasi yang diharapkan.

Piala Presiden kejam memang. Namun, hal tersebut sangat dibutuhkan tim saat memasuki fase pramusim sebagai sarana untuk melihat sejauh mana progres persiapan selama ini. CEO PSIS Semarang, Yoyok Sukawi menegaskan lebih baik mendepak pemain sebelum kompetisi bergulir jika performanya tak menjanjikan.

"Mumpung ada pramusim seperti Piala Presiden ini jadi kesempatan untuk melihat penampilan para pemain. Tentu jika tidak sesuai harapan bisa diganti sebelum terlanjur masuk kompetisi," tegas Yoyok.

Apa yang dikatakan pria yang juga anggota Exco PSSI itu buntut dari pencoretan gelandang asal Sierra Leone, Ibrahim Conteh. Meski terikat kontrak, pemain berusia 22 tahun itu harus merasakan kejamnya pencoretan usai tampil buruk di Piala Presiden 2019.

Mantan pemain Barito Putera dan PS TNI itu tampil mengecewakan selama babak penyisihan Grup C. Bahkan Conteh sempat diparkir di laga kedua saat PSIS mengalahkan Kalteng Putra.

"Ini lah pentingnya turnamen pra-musim seperti Piala Presiden. Jadi kita tahu gambaran permainan tim ini seperti apa, dan sektor mana yang harus dibenahi," tambah pelatih Jafri Sastra.

Tradisi Persela dan Kisah Singkat Eks AS Roma

Mungkin dibanding kontestan lain, Persela Lamongan bisa dikatakan paling kejam dalam hal evaluasi hasil Piala Presiden. Hampir di setiap edisi, klub berjulukan Laskar Joko Tingkir itu "punya" tradisi mendepak pemain, terutama untuk legiun asing.

Untuk Piala Presiden tahun ini, penyerang asal Brasil, Washington Brandao, secara mengejutkan harus terdepak dari skuat Persela. Padahal, striker berusia 28 tahun tersebut tampil cukup oke dengan donasi tiga gol dari empat laga dan membawa Persela melaju ke babak 8 besar.

"Dia pemain yang bagus, tapi bukan striker murni. Kami membutuhkan seorang penyerang murni," ungkap pelatih Persela Lamongan yang juga legenda Persebaya Surabaya, Aji Santoso, terkait keputusan mendepak pemain bernama lengkap Washington Brandao dos Santos tersebut.

Sejatinya, keputusan semacam itu bukan hal baru bagi Aji Santoso. Pada Piala Presiden tahun lalu, Persela bahkan melepas pemain yang sudah dikontrak yakni Fathullo Fathulloev.

Sang pemain datang tanpa status seleksi mengingat rekam jejaknya selama berkarier. Selain menjadi langganan Timnas Tajikistan, Fatkhullo juga menyandang status pemain terbaik Tajik League 2017 sebelum diboyong ke Lamongan.

Namun, semua pengalaman dan gelar manis itu seakan sirna di Piala Presiden 2018. Fatkhullo gagal menunjukkan penampilan terbaik, sehingga Laskar Joko Tingkir harus puas sebagai juru kunci fase grup.

Kondisi tak jauh berbeda juga dialami striker Semen Padang, Florent Zitte. Pemain asal Perancis itu harus menerima kenyataan pahit didepak meski mencetak gol di dua laga fase grup melawan Mitra Kukar dan Bhayangkara FC.

"Kami tidak melihat dari mencetak gol saja. Namun ada beberapa kriteria lain yang harus dipenuhi seperti kesehatan dan sebagainya," ucap CEO PT Kabau Sirah, Rinold Thamrin saat pencoretan Zitte.

Tak hanya dari sektor pemain, Piala Presiden kali ini juga memakan korban dari sektor pelatih. Adalah sosok Fabio Lopez yang harus tedepak dari kursi pelatih Borneo FC. Kuat dugaan, mantan pelatih akademi AS Roma itu harus meletakkan jabatan sebagai juru taktik usai hasil buruk di turnamen itu.

Dongeng Fabio bersama tim Pesut Etam awalnya berjalan sesuai rencana setelah Borneo FC berhasil dibawanya melaju hingga babak 8 besar Piala Indonesia 2018. Hasil di dua babak yakni 32 besar dan 16 besar jadi modal untuk bertarung di Piala Presiden.

Apa lacur, Borneo FC justru tak banyak berkutik dalam persaingan di Grup D bersama PSS Sleman, Persija Jakarta, dan Madura United. Lerbi Eliandri dan kolega menelan tiga kekalahan dan bahkan tak mencetak satu golpun sepanjang fase penyisihan.

Kini setelah Piala Presiden 2019 berakhir, isu bakal terdepaknya sejumlah pemain semakin berhembus kencang. Duo penggawa Arema FC, Robert Lima Guimares dan Pavel Smolyachenko dikabarkan posisinya di ujung tanduk karena performa yang tak kunjung membaik.

Meski demikian, tentu keuntungan besar diraih seluruh peserta Piala Presiden jika berbicara pada masalah teknis. Setiap klub bisa mendapatkan banyak catatan sebagai evaluasi dan perbaikan sebelum bertarung di kompetisi Liga 1 2019. So, ada kekejaman di balik Piala Presiden yang sangat dibutuhkan setiap kontestan.

Terus Ikuti Perkembangan Sepak Bola Seputar Piala Presiden Hanya di INDOSPORT.COM

135