Liga Indonesia

3 Alasan Liga 1 2020 Harus Kembali Bergulir di Bulan Juli

Rabu, 29 April 2020 15:05 WIB
Editor: Prio Hari Kristanto
© Twitter/@Liga1Match
Memulai kembali liga di bulan Juli adalah opsi paling masuk akal apabila musim 2020 memang ingin kembali dilanjutkan secara utuh. Copyright: © Twitter/@Liga1Match
Memulai kembali liga di bulan Juli adalah opsi paling masuk akal apabila musim 2020 memang ingin kembali dilanjutkan secara utuh.

INDOSPORT.COM - Nasib Liga 1 2020 tengah di ujung tanduk. Sampai akhir April ini belum ada tanda-tanda kompetii akan dilanjutkan. 

Berbeda dengan Liga Vietnam dan sejumlah liga di Asia Timur, Liga 1 2020 masih penuh ketidakpastian. PSSI hingga saat ini belum kunjung mengambil keputusan soal nasib liga karena Indonesia masih dalam status siaga darurat sampai 29 Mei. 

”Menurut saya pilihan menunggu status darurat bencana ini sampai akhir Mei adalah pilihan yang paling realistis saat ini,” ujar ketua umu PSSI, Iwan Bule.

Wacana penghapusan Liga 1 2020 bahkan sudah mulai bermunculan. Hal ini tentu mengkhawatirkan karena akan ada banyak kerugian yang bakal dirasakan sepak bola Indonesia. 

Meski begitu, masih ada harapan apabila kondisi kembali normal dan pemerintah memutuskan mencabut status siaga darurat di akhir Mei nanti. Untuk itulah PSSI diminta sedari sekarang untuk menyiapkan segala skenario yang ada.

PSSI diharapkan sudah mulai menyiapkan rencana A dan B sehingga ketika kabar baik dari pemerintah keluar, maka Liga 1 2020 bisa segera digelar bulan Juli nanti. 

Mengapa? Sebab memulai kembali liga di bulan Juli adalah opsi paling masuk akal apabila musim 2020 memang ingin kembali dilanjutkan. Berikut tiga alasannya. 

1. Berpacu dengan Waktu

Liga 1 2020 baru memainkan pekan ke-3 nya pada pertengahan Maret lalu. Itu artinya masih ada 31 pertandingan lagi ke depan yang mesti diselesaikan. 

Andai mengikuti jadwal awal, seharusnya Liga 1 2020 sudah bisa selesai di akhir November atau paling lambat bulan Desember. 

Kini dengan penundaan kompetisi yang sudah hampir dua bulan, tentu waktu yang tersisa akan semakin sedikit. 

Untuk itulah apabila ingin dilanjutkan, maka PSSI perlu memulai Liga 1 2020 di bulan Juli. Lebih baik jika kick-off dilakukan sebelum akhir bulan. 

Ada waktu tersisa lima bulan bagi PSSI dan PT LIB untuk menyelesaikan kompetisi. Tentu saja dengan sejumlah penyesuaian pada jadwal, semisal pertandingan digelar dua kali seminggu. 

2. Agar Klub Tak Kolaps

Layaknya perusahaan, klub-klub sepak bola juga berhenti mendapat pemasukan selama penundaan kompetisi. Pemasukan dari siaran tv, tiket pertandingan, dan merchandise akan berkurang drastis. 

Sebagai konsekuensi klub harus memotong gaji pemain sampai 75 persen. Kemungkinan terburuknya, klub akan kesulitan finansial alias kolaps. 

Saat ini saja sudah ada sejumlah klub yang secara terbuka mengaku kesulitan finansial. Mereka tengah berusaha menagih janji subsidi sebagai lubang paling bisa diandalkan untuk menopang klub. 

Jika liga tak kunjung bergulir atau melebihi bulan Juli, bisa-bisa akan terjadi pemutusan kontrak dan klub-klub akan kesulitan mengikuti kompetisi di musim mendatang. 

Kondisi keuangan klub Indonesia berbeda dengan negara maju lain di mana klub-klub Tanah Air biasanya hanya memiliki kemampuan finansial untuk satu sampai dua musim saja. 

3.  Bisa Digelar Tanpa Penonton

PSSI harus serius mempertimbangkan opsi menggelar pertandingan tanpa penonton. Tentu kehilangan pemasukan dari tiket akan merugikan klub. 

Namun, opsi ini masih lebih baik ketimbang liga tidak jalan sama sekali. Klub masih bisa mendapatkan uang dari hak siar tv, subsidi, dan uang sponsor.

PT LIB bisa mengujinya sepanjang bulan Juli sampai akhir Agustus. Setelah itu pertandingan bisa digelar normal dengan penonton di stadion. 

Sampai saat ini belum ada pembahasan serius di PSSI dan PT LIB perihal menggelar laga dengan tanpa penonton.

Padahal, opsi ini mesti dipikirkan sejak jauh-jauh hari sehingga ketika saatnya tiba nanti, persiapan yang ada sudah lebih matang. Tentu saja, opsi ini harus tetap mendapat persetujuan dari pemerintah dan stakeholder kesehatan lainnya.