In-depth

Daniel Agger dan Penderitaan yang Dipendamnya di Liverpool

Rabu, 23 September 2020 18:43 WIB
Editor: Nugrahenny Putri Untari
 Copyright:
Daniel Agger dan 'Penderitaan' yang Dipendamnya

Pada Februari 2014, kemarahan Daniel Agger meledak setelah Brendan Rodgers mengkritik dirinya dan Martin Skrtel karena membiarkan striker lawan dari Swansea City mengambil alih penguasaan bola secara dominan.

“Yang lain diam tapi saya berdiri dan berkata, ‘Bagaimana bisa Anda berdiri di situ dan berkata demikian padahal kami hanya melakukan apa yang Anda lakukan sepanjang minggu,’” kata Agger ketika mengingat momen saat jeda half time tersebut.

“Rodgers melihat ke arah saya dan berkata, ‘terserah’, lalu saya ditarik keluar lapangan 12 belas menit kemudian,” tambahnya lagi.

Enam bulan kemudian, Agger pun hengkang ke mantan klubnya, Brondby. Dalam memilih pelabuhan baru, ia mengaku ingin bermain di negara yang kompetisi liganya tidak terlalu keras dan melelahkan.

Pasalnya, hari-hari Agger di Liverpool juga penuh kepahitan lantaran kerap dilanda cedera. Ia bahkan berkali-kali harus mengonsumsi painkiller atau obat antiperadangan untuk meminimalkan rasa sakitnya.

Ditambah lagi, ia tidak mendapat perhatian dan kasih sayang yang sepadan dari Brendan Rodgers. Dengan hati yang berat, Agger akhirnya memilih pergi dan meninggalkan para suporter The Reds yang sudah telanjur mencintainya.

Terlepas dari postur tubuhnya yang kekar dan bertato, Agger menyimpan kepedihan tersendiri soal kondisi kesehatannya. Punggungnya sudah bermasalah sejak tahun 2007 yang membuatnya naik meja operasi pada tahun 2009.

Kondisi ini pun memengaruhi performanya bersama Liverpool. Pada musim 2010-2011, ia hanya mencatatkan 21 penampilan saja. Bahkan, manajer The Reds saat itu, Roy Hodgson, meski tidak ‘sejahat’ Rodgers, sempat menggusur Agger dengan Martin Skrtel.

Agger pernah berkata bahwa ia hanya bisa bermain sekitar 70 sampai 80 persen dari kapasitasnya. Terus-terusan mengonsumsi obat antiperadangan secara tidak langsung memengaruhi kondisi jangka panjang kesehatannya.

Belum lagi, faktor kelelahan juga membuat Agger mengonsumsi sejumlah kafein untuk membantunya bertahan selama pertandingan.

Kini, Daniel Agger sudah pensiun dari dunia sepak bola. Ia memutuskan berhenti pada tahun 2016. Tak ayal karena kecintaannya terhadap dunia tato, selepas gantung sepatu, Agger pun membuka studio tato.