In-depth

Bawa Resiko Tengkorak Retak hingga Demensia, Akankah 'Heading' Dihapus dari Sepak Bola?

Selasa, 1 Desember 2020 11:46 WIB
Editor: Zulfikar Pamungkas Indrawijaya
© hellosehat
Ilustrasi pemain sepak bola sakit kepala. Copyright: © hellosehat
Ilustrasi pemain sepak bola sakit kepala.

INDOSPORT.COM – Sepak bola merupakan olahraga yang melibatkan kontak fisik. Tak ayal resiko cedera pun membayanginya. Namun belakangan ini, resiko cedera di sepak bola tak hanya menyasar kaki, melainkan juga kepala yang utamanya hadir saat ‘Heading’ (menyundul bola).

Kaki merupakan bagian tubuh terpenting di sepak bola. Lewat kedua kaki lah para pemain memainkan olahraga terpopuler ini.

Namun, seiring perkembangan jaman, sepak bola juga melibatkan bagian tubuh lain, yakni kepala. Kepala sendiri digunakan untuk menanduk atau menyundul bola saat berada di udara baik dalam bertahan dan menyerang.

Berbicara resiko cedera dalam sepak bola, resiko terbesar membayangi kaki ketimbang kepala. Tak terhitung berapa banyak jenis cedera yang berkaitan dengan kaki para pemain dari ACL, Hamstring hingga patah kaki.

Biasanya, cedera –cedera ini memakan waktu lama untuk proses pemulihannya. Setelah pulih, para pemain bisa melanjutkan permainan. Dengan kata lain, rasio cedera kaki yang mengakhiri karier pesepak bola tak begitu banyak.

Justru saat ini, resiko cedera dengan dampak besar yang bisa saja mengakhiri karier seseorang di sepak bola adalah cedera di kepala. Cedera itu entah berupa tengkorak kepala retak ataupun (parahnya) demensia.

Proses cederadi bagian kepala dalam sepak bola sendiri tak lepas dari adanya teknik ‘Heading’ atau menyundul bola. Resiko ini tak hanya menghinggapi pemain yang menyundul bola saja. Bahkan sekelas penjaga gawang pun rentan terkena cedera ini.

Tentu pecinta sepak bola tak lupa dengan kejadian yang dialami Petr Cech pada tahun 2006 silam. Kala Chelsea melawan Reading, kiper asal Republik Ceko ini mengalami tengkorak retak yang membuatnya harus absen lama dari rumput hijau.

Proses retaknya tengkorak Cech sendiri akibat duel memperebutkan bola. Tanpa sengaja, lutut Stephen Hunt menghajar kepalanya sehingga ia tergeletak dan menepi lama.

Cech pun masih bisa kembali ke rumput hijau. Namun ia kembali dengan mengenakan pelindung kepala atau helm Rugby untuk bermain. Helm tersebut menjadi ciri khasnya selain untuk melindungi tengkorak kepalanya.

Kasus Cech adalah contoh nyata bahwa cedera di kepala di sepak bola juga terkadang menyasar penjaga gawang. Akan tetapi, cedera kepala di sepak bola umumnya didapatkan pemain saat melakukan ‘Heading’.

Bahkan cedera kepala seperti tengkorak retak sempat membuat karier pemain habis. Tanyakan pada Ryan Mason yang harus berhenti bermain setelah kepalanya ditanduk oleh Gary Cahill saat duel udara di laga Chelsea vs Hull City.

Usai dirawat selama sepekan dan menjalani pemulihan selama 13 bulan lamanya, Ryan Mason memutuskan gantung sepatu di usia 26 tahun, usia yang masih terbilang muda di jagat sepak bola.

Dan belum lama ini, retak tengkorak akibat ‘Heading’ pun terjadi kembali di Liga Inggris. Kali ini korbannya adalah penyerang Wolverhampton Wanderers, Raul Jimenez.

Pada pekan ke-10 Liga Inggris 2020/21, Jimenez harus ditandu keluar lapangan setelah melakukan duel udara untuk ‘Heading’ di kotak 16 Wolves. Kepalanya ditanduk oleh David Luiz yang hendak menyambut bola.

Jimenez pun dibawa keluar dan dilarikan ke Rumah Sakit. Sedangkan kepala David Luiz terus mengucurkan darah. Laporan teranyar menyebutkan bahwa Jimenez menderita retak tengkorak dan harus menjalani operasi.

Cedera kepala di sepak bola akibat ‘Heading’ umumnya bersifat fisik seperti retak tengkorak. Namun, setelah diselami lebih lanjut, ‘Heading’ atau menyundul bola juga mengakibatkan efek jangka panjang seperti Demensia.

Demensia sendiri adalah penyakit yang mengakibatkan menurunnya daya ingat dan cara berpikir. Siapa sangka, ‘Heading’ dalam sepak bola bisa membuat pemain mengidap demensia.

Kasus ini pertama kali terungkap saat istri dari legenda Timnas Inggris Sir Bobby Charlton, Norma Charlton, menyebut suaminya mengidap demensia. Pengakuan ini pun lantas menambah panjang daftar pemain Inggris saat Piala Dunia 1966 mengidap demensia.

Kondisi ini pun terbilang memprihatinkan. ‘Heading’ atau menyundul bola nyatanya membawa efek samping berkepanjangan, yakni demensia bahkan kematian.

Kasus paling menggemparkan adalah kasus Jeff Astle mantan pemain sepak bola yang handal dalam duel udara dan menyundul bola.  Pada 2002, ia meninggal dunia karena menderita demensia.

Astle mengalami cedera otak selama bermain dan memberi efek usai dirinya gantung sepatu. Sang anak, Dawn Astle bahkan menyebut laporan seorang Patologis yang menyebut kepala sang ayah seperti kepala petinju yang menerima banyak pukulan.

“Patologis mendeskripsikan seberapa buruk kerusakan di otak Ayahku. Kepalanya seperti kepala petinju. Dan Patologis menyebutkan  penyebab utamanya adalah ‘Heading’ bola. Dengan kata lain, pekerjaan Ayahku yang membunuhnya,” ucap Dawn Astle dikutip dari laman DW.

Adanya ancaman demensia di sepak bola pun lantas membuat FA (Asosiasi sepak bola Inggris) menerapkan aturan yang melarang anak berusia 11 tahun atau di bawahnya untuk diajarkan teknik ‘Heading’ pada Februari 2020.

Tentunya aturan ini pun menjadi sebuah tindakan pencegahan dari efek singkat atau berkepanjangan ‘Heading’ yang mampu menyebabkan retak tengkorak atau lebih parahnya demensia.

Akankah kasus-kasus ini membuat teknik ‘Heading’ akan ditiadakan di sepak bola? Tak ada yang tahu persis. Tapi, dengan segala kasus ini, perlu adanya pencegahan yang lebih konkrit agar tak terjadi kasus serupa di masa mendatang.