In-depth

Ironi Karier Fernando Torres: Melejit bak Roket sebelum Terjun Bebas

Kamis, 17 Desember 2020 16:05 WIB
Editor: Nugrahenny Putri Untari
© Laurence Griffiths/Getty Images
Fernando Torres saat melakukan selebrasi di masa-masa kejayaannya bersama Liverpool. Copyright: © Laurence Griffiths/Getty Images
Fernando Torres saat melakukan selebrasi di masa-masa kejayaannya bersama Liverpool.
Kehilangan Popularitas

Fernando Torres menjelma sebagai pemain favorit dan idola publik Anfield yang begitu dicintai. Ketika tidak butuh waktu lama baginya untuk meraih predikat tersebut, tidak butuh waktu lama pula untuk kehilangannya.

Kepindahan dari Liverpool ke Chelsea adalah ‘biang kerok’ terjun bebasnya karier Torres, dari yang awalnya dielu-elukan sebagai pahlawan menjadi sosok yang dibenci suporter.

Sepertinya apa yang menimpa Torres cocok dengan kalimat bijak yang mengatakan bahwa reputasi dibangun dengan perjuangan namun bisa hancur dalam sekejap. Setidaknya itulah yang terjadi saat bursa transfer Januari 2011. Saat itu ia membuat hati para penggemar The Reds hancur berkeping-keping.

Dalam sebuah pengakuan, Torres pun membuka seperti apa sebenarnya situasi yang ia alami pada waktu itu. Ketika ia ‘dimusuhi’ banyak penggemar, hatinya sebenarnya juga bergejolak.

Hal itu tidak lepas dari situasi Liverpool yang sedang tidak stabil, mulai dari konflik kepimilikan, utang George Gillett dan Tom Hicks, kepergian pemain-pemain seperti Xabi Alonso dan Javier Mascherano, dan beberapa hal lain.

Melihat situasi tersebut, Torres pun merasa Liverpool akan butuh waktu lama untuk menemukan pijakannya lagi, atau lebih tepatnya bangkit dan membangun klub ke arah yang lebih baik. El Nino pun tidak punya waktu untuk itu.

“Saya meninggalkan rumah untuk memenangkan trofi. Ada banyak kebohongan dari pemilik Liverpool dan saya harus mencari jalan saya sendiri,” kata Torres, seperti pernah diwartakan laman Goal Internasional.

Akhirnya, Torres berhasil meraih mencapai tujuannya meraih trofi ketika berada di Chelsea. Ganjarannya pun entah setimpal atau tidak, yakni jadi public enemy para penggemar Liverpool yang merasa dikhianati.

Seiring kepindahannya ke Stamford Bridge, nama Torres kemudian tidak bergaung sekencang saat ia berada di Liverpool. Masa singkatnya di AC Milan juga tidak berjalan sesuai ekspektasi.

Fernando Torres yang dahulu bak menumpang roket yang melejit dengan kecepatan tinggi kini justru terjun bebas. Ia pada akhirnya kembali ke Atletico Madrid sebelum merantau ke Liga Jepang dengan membela Sagan Tosu.

Bermimpi mendapat banyak trofi tentu tidak salah, mengingat hal tersebut adalah cita-cita yang sangat wajar bagi setiap pesepak bola. Akan tetapi, terkadang ada harga mahal yang harus dibayar untuk itu.

Salah satunya yang terjadi pada Fernando Torres. Mungkin saja ia tidak berada di tempat yang tepat dan pada waktu yang tepat pula, sehingga harus mengambil keputusan berat meski hatinya bahagia di Liverpool.