In-depth

Serial Liga Indonesia Sistem Wilayah: Era ISL, Persib Rajanya Model Zonasi

Minggu, 14 Februari 2021 17:05 WIB
Editor: Indra Citra Sena
© INDOSPORT
Momen Persib Bandung saat juara Liga Indonesia 2014. Copyright: © INDOSPORT
Momen Persib Bandung saat juara Liga Indonesia 2014.

INDOSPORT.COM - Sepak bola nasional menemui titik terang. PSSI dan PT Liga Indonesia Baru (LIB) akhirnya menentukan tanggal kick-off Liga 1 2021, yaitu 11 Juni mendatang.

Selain tanggal, PSSI dan PT LIB juga sudah merancang skema baru untuk melaksanakan kompetisi di tengah pandemi virus corona. Format Liga 1 2021 tetap double-round robin alias kandang-tandang, tapi semua laga harus dipastikan steril dan berlangsung tanpa penonton.

"Seluruh pertandingan Liga 1 akan digelar tanpa penonton. Ada promosi dan degradasi sebagai strata tertinggi kompetisi sepak bola profesional di Indonesia," tulis PSSI seperti tertera dalam materi presentasi buat Kemenpora, pihak kepolisan, dan Satgas Covid-19, Rabu (10/2/21). 

Dengan kepastian ini, opsi-opsi lain yang sempat beredar luas terkait format kompetisi, terutama model zonasi atau pembagian wilayah, mentah. Liga 1 mempertahankan sistem satu wilayah sesuai kemasan awal sewaktu pertama kali bergulir pada edisi 2017.

Format zonasi boleh saja sudah ditinggalkan, tapi tidak ada salahnya melanjutkan pembahasan tentang Serial Liga Indonesia Sistem Wilayah. INDOSPORT sudah lebih dulu mengulas dekade 1990-an dan 2000-an, kini giliran era Indonesia Super League (ISL).

Berbeda dengan dekade 1990-an, Liga Indonesia Bank Mandiri (1999-2004), dan Liga Djarum Indonesia (2005-2008) yang beberapa kali menggunakan format pembagian wilayah, era ISL hanya pernah sekali menerapkannya, yaitu edisi 2014.

Ada pun alasan ISL kembali mengadopsi sistem zonasi berkaitan dengan situasi dalam negeri plus menumpuknya agenda olahraga di 2014, mulai dari Pemilu Legislatif dan Pilpres, Piala Dunia, hingga Piala AFF. 

Peserta yang tadinya berjumlah 18 klub ditambah empat menjadi 22 untuk kemudian dibagi rata sesuai wilayahnya masing-masing (Grup Barat dan Grup Timur). 

Grup Barat ada Arema, Barito Putera, Pelita Bandung Raya, Persegres Gresik, Persib Bandung, Persija Jakarta, Persijap Jepara, Persik Kediri, Persita Tangerang, Semen Padang, dan Sriwijaya FC.

Di sisi lain, Grup Timur berisikan Mitra Kukar, Persebaya Surabaya, Persela Lamongan, Persepam MU, Perseru Serui, Persiba Balikpapan, Persiba Bantul, Persipura Jayapura, Persiram Raja Ampat, PSM Makassar, dan Persisam Putra Samarinda. 

Singkat cerita, ISL 2014 memunculkan Persib sebagai kampiun. Atep dkk. sukses mengalahkan Persipura dalam pertandingan final yang berlangsung di Stadion Gelora Sriwijaya, Palembang, melalui drama adu penalti usai bermain imbang 2-2 sepanjang waktu normal. 

Prestasi emas Persib menjuarai ISL 2014 sekaligus menciptakan sebuah catatan monumental. Mereka adalah klub pertama dan satu-satunya yang mampu dua kali menjuarai Liga Indonesia model pembagian wilayah.

Persib pertama kali melakukannya di edisi perdana era profesional Liga Indonesia pasca-peleburan Perserikatan dan Galatama (1994-1995) berkat kemenangan tipis 1-0 atas Petrokimia Putra dalam laga final di Stadion Utama Senayan (kini SUGBK).

Format Zonasi Pembawa Berkah bagi Persib

Jumat, 7 November 2014, meninggalkan kenangan manis di benak seluruh elemen Persib Bandung. Pada hari itulah klub yang identik dengan warna biru ini berhasil menjuarai Liga Indonesia untuk kali kedua sepanjang sejarah.

Persib kembali berpesta setelah menanti selama nyaris dua dekade, tepatnya 19 tahun, sejak kapten legendaris mereka, Robby Darwis mengangkat trofi di pengujung musim perdana Liga Indonesia (LI), 1994-1995. 

Titel kedua dikantongi berkat kemenangan dramatis atas Persipura Jayapura di partai final Liga Super Indonesia (LSI) 2014. Dikatakan begitu karena kedua tim sempat saling berbalas gol, diganjar kartu merah, hingga harus menentukan pemenang via adu penalti.

Di babak tos-tosan, kelima algojo Persib, mulai dari Makan Konate, Ferdinand Sinaga, Tony Sucipto, Supardi Nasir, sampai Achmad Jufriyanto, sukses menjalankan tugasnya, sementara kubu lawan hanya tiga via kaki Boaz Solossa, Feri Pahabol, dan Robertino Pugliara. 

“Kemenangan lewat adu penalti sesungguhnya bukanlah keinginan saya, tapi saya tidak merasa grogi saat harus menghadapi babak itu,” kata kiper Persib, I Made Wirawan, seperti dikutip dari Harian BOLA edisi 131 (Sabtu-Minggu, 8-9 November 2014). 

I Made Wirawan merupakan pahlawan tim lantaran mampu menghalau sepakan eksekutor keempat Persipura, Nelson Alom, sebelum Achmad Jufriyanto selaku algojo pamungkas memastikan kemenangan Persib. 

INDOSPORT menemukan satu fakta menarik di balik kesuksesan Persib kala itu. Maung Bandung merupakan klub yang mengalami penantian paling lama untuk meraih trofi kedua (19 tahun).

Penantian Persib Bandung lebih panjang daripada Persija Jakarta (17 tahun), Persebaya Surabaya (7), Sriwijaya FC (4), Persik Kediri (3), serta Persipura Jayapura (3).

Di lain pihak, dua pemain Persipura, Boaz Solossa dan Ian Louis Kabes, terkena kutukan final Liga Indonesia. Mereka mengulang aib Kurniawan Dwi Yulianto yang tidak mampu membawa timnya juara untuk kedua kalinya ketika kembali mencetak gol di partai final.

Sekadar mengingatkan, Boaz dan Ian Louis pernah mengantarkan Persipura menjadi kampiun Liga Indonesia 2005. Keduanya menyumbang satu gol kala mengalahkan Persija Jakarta dengan skor 3-2 di klimaks kompetisi. 

Sementara itu, Kurniawan Dwi Yulianto gagal memastikan predikat back-to-back juara Liga Indonesia akibat dibungkam Persija di final edisi 2001. Dia mencetak satu gol, tapi PSM Makassar keok 2-3.