In-depth

Memoar 1971-1973, Lahirnya Raja Total Football Ajax Amsterdam

Kamis, 18 Maret 2021 17:03 WIB
Editor: Prio Hari Kristanto
© INDOSPORT
Logo Ajax dari masa ke masa.  Copyright: © INDOSPORT
Logo Ajax dari masa ke masa.
Filosofi yang Mengubah Permainan

'Total Football' bergantung pada formasi 4-3-3, dengan penyerang di kedua sayap. Serangan dimulai dari penjaga gawang, bola dimainkan dengan sangat cepat, dengan para gelandang dan bek didesak untuk mendorong ke depan, membuat para pemain Ajax sangat sulit untuk dikendalikan. 

Tekanan berat dan jebakan offside yang diatur dengan cermat memastikan Ajax tidak lama-lama kehilangan penguasaan bola. "Kami memainkan jenis sepak bola yang tidak normal pada saat itu di Eropa," kenang Cruyff. 

"Kami memainkan gaya kami sendiri - sesuatu yang tidak Anda lihat di negara lain, dan itu menarik perhatian di Eropa."

Pilihan pemainnya di Ajax sempurna, dan sang peletak filosofi, Rinus Michels, terbukti hampir sama efektifnya di Barcelona, ​​di mana dia mendapatkan gelar Liga Spanyol 1973/74 sebelum memimpin Timnas Belanda di Piala Dunia.

Jika mencapai final Piala Dunia 1974 merupakan pencapaian yang luar biasa, memenangkan Kejuaraan Piala Eropa 1988 dalam periode ketiganya sebagai pelatih Oranje tetap sebagai yang paling dikenang. 

"Saya sangat senang bisa membantu membuat cara Belanda bermain terkenal di seluruh dunia," kata Michels kemudian. 

"Jika saya punya ekor, saya akan mengibaskannya."

Para Pemain Bintang

Tiga bintang Ajax Amsterdam menjadi pelakon utama taktik yang diusung Rinus Michels. Mereka adalah Johan Cruyff, Johan Neeskens dan Piet Keizer. 

Johan Cruyff adalah seorang penyerang yang diberkati dengan keterampilan teknis yang luar biasa serta kepemimpinan yang bagus. Cruyff adalah anak sulung dari 'Total Football'. 

"Tentu saja, saya memiliki kualitas khusus saya sendiri, tetapi sebuah tim dibentuk oleh kualitas setiap pemain yang berbeda - tidak ada pemain yang bisa melakukannya sendiri," ujar Cruyff dilansir The Guardian. 

"Kemudian, ketika setiap pemain siap untuk memberikan yang terbaik dan menggunakan kualitas khusus mereka, maka Anda akan mendapatkan hasil dan hasil yang maksimal."

Setelah Johan Cruyff lalu ada Johan Neeskens, gelandang sekeras baja yang tak kenal lelah dalam berlari. Kemampuan fisik luar biasanya diimbangi dengan teknik yang juga bagus baik dalam mencetak gol maupun perancang panggung untuk Cruyff bersinar. 

Salah satu gelandang box-to-box pertama, dia hebat dalam menekan lawan untuk mendapatkan kembali penguasaan bola juga. "Dia setara dua orang di lini tengah," kata rekan setimnya, Sjaak Swart.

Berikutnya ada Piet Keizer, si jenius di sayap kiri yang tampil sebagai penopang Johan Cruyff. Dia menghabiskan seluruh kariernya di Ajax dari 1961-1974, mencetak 146 gol dalam 365 pertandingan liga. 

"Jika saya tidak bermain, saya akan pergi dan menonton Ajax hanya untuk melihat Keizer," kenang gelandang Feyenoord sezamannya, Wim van Hanegem.

Tim total football Ajax Amsterdam di periode tahun 1971-1973 dianggap sebagai salah satu skuad terkuat sekaligus revolusioner dalam sejarah permainan sepak bola Eropa dan dunia. Ajax bersanding dengan AC Milan era Arrigo Sacchi/Fabio Capello dan Barcelona era Pep Guardiola yang dominan dan mampu memenangkan segalanya.