In-depth

Sejarah Kejeniusan Marcelo Lippi Berbuah Trofi Liga Champions untuk Juventus

Sabtu, 22 Mei 2021 14:05 WIB
Editor: Indra Citra Sena
© UEFA
Pemain Juventus bersuka cita saat menjuarai Liga Champions usai mengalahkan Ajax Amsterdam di final. 22 Mei 1996. Copyright: © UEFA
Pemain Juventus bersuka cita saat menjuarai Liga Champions usai mengalahkan Ajax Amsterdam di final. 22 Mei 1996.

INDOSPORT.COM - Anda seorang Juventini? Tentu tahu betul soal Tragedi Heysel, bukan? Keberhasilan Juventus menjuarai Piala Champions 1984-1985 memakan tumbal 39 orang yang tewas akibat terjebak kerusuhan di tribun stadion

Itulah kesuksesan perdana Juventus di kompetisi antarklub paling elite senatero Benua Biru, tapi mengenang momen 1985 terasa seperti menyayat hati bagi Juventini dan segenap elemen I Bianconeri alias Si Putih-Hitam, baik yang terlibat langsung maupun tidak.

Sebagian besar Juventini lebih suka bernostalgia terhadap prestasi serupa berselang 11 tahun pasca-Tragedi Heysel. Juventus meraih titel juara edisi 1995-1996 usai mengalahkan Ajax Amsterdam via drama adu penalti.

Kejayaan Juventus kala itu tidak lepas dari kegeniusan sang pelatih, Marcelo Lippi. Pria yang gemar menghisap cerutu ini merancang susunan pemain tanpa mengandalkan satu atau dua pemain bintang. 

Terbukti, Lippi berani melego seorang Roberto Baggio yang sosoknya begitu disegani oleh Juventini lantaran berjasa menghadirkan gelar Piala UEFA 1992-1993, Serie A Italia 1994-1995, dan Coppa Italia 1994-1995. Dia dilepas ke AC Milan pada musim panas 1995.

Dari aspek teknik, Marcelo Lippi cerdas dan cepat membaca situasi terkini lawan, termasuk kelemahan dan kelebihannya. Hal ini terlihat jelas di final Liga Champions menghadapi Ajax Amsterdam yang lebih difavoritkan merengkuh juara, 22 Mei 1996.

Tidak berlebihan karena Ajax memiliki serangan yang tajam serta solid dalam bertahan. Rekam jejaknya pun mentereng, yakni tak terkalahkan selama 18 partai beruntun di Liga Champions dan hanya kebobolan dua kali!

“Lippi bukanlah pelatih sembarangan. Sebelum menangani Juventus, dia telah berprestasi di Napoli. Dia bahkan nyaris dielu-elukan seperti Diego Maradona karena perannya sangat menentukan di sana,” ungkap Presiden Juventus era 1996, Vittorio Chiusano.

Kelebihan Ajax Amsterdam langsung diladeni dengan serangan cepat sejak awal laga. Juventus cuma butuh waktu 11 menit untuk menggetarkan gawang Edwin van der Sar lewat kejelian Fabrizio Ravanelli dalam memaksimalkan blunder Frank de Boer.

Setelah itu, Ajax mengambil alih permainan dan menyarangkan gol balasan melalui sontekan jarak dekat Jari Litmanen memanfaatkan kemelut yang terjadi di muka gawang Angelo Peruzzi dalam situasi tendangan bebas.

Merasa di atas angin, Ajax terus menghujani pertahanan Juventus dengan tekanan demi tekanan, tapi Marcelo Lippi mampu meyakinkan para pemainnya buat mempertahankan kedudukan sampai berlanjut ke babak adu penalti.