In-depth

Membongkar Rahasia Thomas Tuchel Bawa Chelsea Kalahkan Manchester City di Final Liga Champions

Minggu, 30 Mei 2021 10:05 WIB
Editor: Coro Mountana
 Copyright:
Mainkan 5 Bek Sekaligus

Pertama, Tuchel secara sadar kembali memainkan 5 bek sekaligus dengan 2 di antaranya adalah bek kanan yaitu Cesar Azpilicueta dan Reece James. Sedangkan 3 sisanya ada Ben Chilwell, Antonio Rudiger dan Thiago Silva.

Memainkan 5 bek saat bertahan, adalah ide brilian Tuchel soalnya itu cukup untuk meredam kreatifitas sekaligus agresi serangan dari Manchester City. Tadi sudah disinggung kalau Manchester City dalam tanda kutip main dengan 4 penyerang.

Secara teori, untuk menangkal serangan, kita perlu menempatkan pemain bertahan yang jumlahnya lebih dari 1 ketimbang jumlah striker lawan. Dengan kata lain, Chelsea memang membutuhkan 5 bek untuk mematikan 4 penyerang Manchester City.

Selain itu, Manchester City selalu menyerang area half space (sekitar antara kotak penalti dengan kotak kecil kiper) lawan. Dengan 5 bek, area half space yang biasanya dieksploitasi Manchester City berhasil diredam dengan baik.

Jadi konsepnya, Antonio Rudiger bertugas sebagai perebut bola, Reece James diberi peran mematikan Raheem Sterling, sedangkan sisanya menjaga zona saja. Taktik itu terbukti ampuh sehingga Manchester City nihil gol pada babak pertama.

Transisi Super Cepat

Di sisi lain, meski Chelsea main dengan 5 bek saat bertahan, tapi transisi yang dilakukan saat menyerang, sangatlah cepat. Seperti yang terjadi pada proses gol Havertz, bola yang digiring oleh Mason Mount langsung dikonversi jadi umpan terobosan ke Havertz di area kosong.

Kunci untuk memainkan transisi super cepat ini adalah memiliki gelandang dan bek yang punya akurasi umpan sangat tinggi. Dalam hal ini, Chelsea setidaknya memiliki Azpilicueta dan Mason Mount.

Selain itu, Chelsea juga butuh penyerang yang bisa melakukan permutasi posisi dan punya kecepatan tinggi. Duet Timo Werner dan Kai Havertz bisa melakukan peran sebagai pelari cepat.

Sehingga pada gol Chelsea, terlihat bagaimana Mount yang mendapat bola di tengah langsung mengirim umpan terobosan ke Kai Havertz. Dengan kecepatannya, Havertz kemudian mampu mengalahkan Zinchenko dan Ederson.

Matikan Kevin De Bruyne

Manchester City bukannya tanpa perlawanan, di babak kedua, mereka bermain lebih agresif dan berani ambil resiko. Seperti biasa Kevin De Bruyne bertindak sebagai playmaker dengan turun ke tengah untuk menginisiasi serangan melalui tusukan dan wall pass.

Beruntung, Chelsea memiliki N’Golo Kante yang berhasil beberapa kali mematikan Kevin De Bruyne. Ada satu momen di babak kedua, De Bruyne sebenarnya sudah berhasil unggul langkah, tapi tekel Kante yang begitu bersih, sukses melumpuhkan playmaker Man City itu.

Tapi Chelsea sadar kalau Kante seorang diri tak akan cukup untuk mematikan De Bruyne. Makanya Rudiger pun ikut membantu Kante, bahkan ia sampai melanggar De Bruyne hingga harus keluar dari lapangan.

Tak ada De Bruyne, Pep Guardiola merespons cepat dengan langsung memasukan Fernandinho dan Sergio Aguero. Tujuannya, agar memiliki 5 penyerang di depan dan punya deep lying playmaker di tengah.

Namun, permainan disiplin bek Chelsea serta Kante yang terus menjadi tukang jagal pada akhirnya bisa memertahankan skor. Itulah sekiranya rahasia sukses Tuchel dalam memilih taktik untuk membawa Chelsea kalahkan Manchester City asuhan Guardiola di final Liga Champions.