Bola Internasional

Larbi Benbarek: Dewa Sepak Bola Afrika yang Lebih Berharga dari Menara Eiffel

Minggu, 3 Oktober 2021 16:44 WIB
Editor: Zulfikar Pamungkas Indrawijaya
© Historia
Larbi Benbarek Copyright: © Historia
Larbi Benbarek
Dewa Sepak Bola dan Si Kaki Tuhan

Larbi Benbarek datang ke Prancis pada tahun 1938 di mana ia diboyong oleh Olympique Marseille yang dilatih Jozsef Eisenhoffer. Kala itu, Eisenhoffer tertarik pada bakatnya saat ‘blusukan’ ke Casablanca mencari pemain.

Benbarek pun akhirnya hijrah ke Marseille dengan kontrak bernilai 30 ribu franc dan bayaran 3 ribu franc per bulannya.

Di klub inilah ia mendapat julukan ‘Black Pearl’ atau ‘Perle Noir’dalam bahasa Prancis yang mengacu pada warna kulitnya yang lebih hitam ketimbang orang Maroko lainnya.

Namun karier Benbarek di Marseille tak bertahan lama. Perang Duni II pecah yang membuat kariernya terhenti. Hingga akhirnya pasca Perang Dunia II, ia diikat Stade Francais dengan rumor mahar 1,5 juta franc yang menjadi rekor kala itu.

Kisah unik terjadi saat mampu membawa Stade Francais promosi. Saat hendak bermain di Ligue 1, Benbarek tak muncul dan tak ingin bermain akibat saat itu bulan suci Ramadan.

Setelah tampil moncer bareng Stade Francais, Benbarek pun diboyong Atletico Madrid dengan mahar 8 juta franc. Ia mampu membawa Los Rojiblancos menuai kesuksesan dengan 2 kali juara liga dan 1 kali juara Copa Eva Duarte.

Apiknya penampilan itu membuat Benbarek dipanggil Timnas Prancis. Padahal saat itu rumornya ia pernah membela Maroko sebanyak 3 kali kendati belum memiliki federasi sepak bola sendiri.

Puja puji ke Benbarek pun mendadak sirna saat ia membela Prancis. Mayoritas masyarakat Prancis tak menyukainya karena latar belakangnya.

Meski demikian, Benbarek tetap dipuja banyak orang. Seorang jurnalis Prancis bahkan pernah menuliskan bahwa ia lebih berharga ketimbang Menara Eiffel itu sendiri.

“Jual Arc de Triomphe dan Menara Eiffel, tapi jangan jual Benbarek,” tulis jurnalis Prancis seperti yang dikutip dari laman The Africa Report.

Pasca pensiun, Benbarek tak menjalani hidup nikmat. Ia harus ditinggal sang istri yang menemaninya selama 26 tahun pada 1976.

Bahkan ia tak mendapat izin atau menjadi tamu kehormatan untuk menonton Piala Dunia di Spanyol dan Piala Afrika 1988 di Maroko.

Pada 1992, Benbarek ditemukan meninggal dunia di kamarnya. Hasil visum menyebut ia meninggal 3 hari sebelum ditemukan.

FIFA sebagai federasi sepak bola tertinggi pun baru memberikan gelar kepadanya yakni FIFA Order of Merit pada 1998 atau 6 tahun setelah ia berpulang.