Liga Indonesia

Liga 1: Temui Menpora di Jakarta, Panpel Persis Solo Usul Penggunaan Polisi Pariwisata

Jumat, 7 Oktober 2022 09:15 WIB
Penulis: Nofik Lukman Hakim | Editor: Indra Citra Sena
© Ian Setiawan/INDOSPORT
Kerusuhan suporter usai laga Arema FC vs Persebaya pada Liga 1 pekan ke-11 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (01/10/22) malam. Copyright: © Ian Setiawan/INDOSPORT
Kerusuhan suporter usai laga Arema FC vs Persebaya pada Liga 1 pekan ke-11 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (01/10/22) malam.

INDOSPORT.COM - Panpel Persis Solo turut menggaungkan evaluasi tentang pengamanan saat pertandingan Liga 1 Indonesia 2022-2023. Mereka membawa banyak pesan saat bertemu Menpora RI, Zainudin Amali, di Jakarta, Kamis (6/10/22).

Tragedi Kanjuruhan menimbulkan sorotan tentang sistem pengamanan dalam sebuah pertandingan. Dalam regulasi FIFA sudah dijelaskan bahwa gas air mata tak diperbolehkan memasuki stadion.

Bahkan, petugas keamanan seperti TNI dan Polri sejatinya juga tidak diperbolehkan ada di sekitar lapangan. Hanya keamanan internal yang boleh melakukan pengamanan di sekitar lapangan.

Namun, setiap negara memiliki tipe penonton berbeda-beda. Di Indonesia, unsur keamanan negara tetap dibutuhkan untuk menjaga sebuah laga yang dihadiri puluhan ribu orang.

"Kami sepakat bahwa memang perlu ada evaluasi, perlu persamaan persepsi supaya ke depan tidak ada insiden lagi," kata Ketua Panpel Persis Solo, Ginda Ferachtriawan. 

"Kami ingin menanyakan, apalagi Stadion Manahan akan digunakan untuk Piala Dunia U-20. Jadi, regulasi yang paling benar itu seperti apa?" cetusnya.

Ginda menuturkan, selama pertandingan kandang Persis Solo, keamanan yang dilibatkan ada dua unsur berbeda. Pihak Panpel melibatkan unsur keamanan negara, baik dari TNI maupun Polri.

Lalu, ada juga keamanan internal yang diambil dari pihak swasta sekitar 100-an personel. Mereka sudah biasa menjaga hajatan dengan massa besar, salah satunya event musik.

"Memang dalam pertemuan dengan PT LIB sudah pernah dibahas, kalau ketentuan FIFA memang (di dalam stadion) hanya ada steward, tapi di luar negeri itu, tipe penonton dan steward benar-benar profesional," tutur Ginda.

"Kalau di luar negeri, satu orang masuk lapangan mungkin bisa ditangani steward. Kalau di Indonesia, satu orang diamankan, teman-temannya malah menyalahkan kami. Memang harus disamakan persepsinya melalui pertemuan di Jakarta ini," lanjutnya.