In-depth

Bully Menyasar Atlet: Antara Depresi dan Motivasi

Minggu, 24 Mei 2020 17:42 WIB
Editor: Prio Hari Kristanto
 Copyright:

INDOSPORT.COM - Kabar mengejutkan datang dari jagat gulat dunia. Pegulat keturunan Indonesia-Jepang, Hana Kimura, dikabarkan meninggal dunia, Sabtu (23/05/20) kemarin. 

Hana Kimura yang menjadi bagian dari reality show "Terrace House" meninggal dunia di usia 22 tahun. Kabar duka tersebut diumumkan oleh pihak manajeman pegulat Stardom melalui media sosial Twitter.

Meski belum ada keterangan pasti perihal penyebab meninggalnya Hana, namun dari hasil penyelidikan sementara Hana diyakini mengakhiri hidupnya sendiri.  

Sebelum meninggal, Hana sempat menuliskan pesan terakhir melalui media sosial Instagram. Dalam unggahan terakhirnya Jumat (22/05/2020) yang menampilkan fotonya bersama kucing peliharaannya itu, ia menyampaikan salam perpisahan dalam bahasa Jepang atau sayonara kepada para pengikutnya.

Sejumlah sumber menyebut bahwa sebelum meninggal, Hana sempat mengalami sejumlah aksi bullying yang cukup parah. Ia diketahui kerap menerima komentar negatif dari para netizen di akun media sosialnya.

© tumblr
Hana Kimura Copyright: tumblrPegulat asal Jepang, Hana Kimura.

Dugaan ini diperkuat dengan aksi sang pegulat wanita ini mengunggah foto yang tampak seperti upaya menyakiti diri sendiri, dengan keterangan yang menyiratkan bahwa dirinya tengah menjadi korban dari aksi cyber bullying.

Hana Kimura menjadi pegulat mengikuti jejak sang ibu, Kyoko Kimura, sejak tahun 2016. Ia telah meraih sejumlah prestasi, di antaranya memenangi Artist of Stardom Championship serta Goddess of Stardom Championship.

Atlet Sasaran Empuk Perundungan

Berkaca dari kasus Hana Kimura, bully (perundungan) ternyata tidak hanya menyasar para selebriti semata, atlet olahraga pun kerap menjadi sasaran bully

Bully sendiri memiliki pengertian sebagai tindakan penindasan, perundungan, perisakan, atau intimidasi dengan menggunakan kekerasan, ancaman, atau paksaan. 

Perundungan bisa dilakukan baik itu verbal maupun non-verbal. Di era teknologi saat ini, perundungan seringkali datang dari media sosial. 

Besarnya tekanan dari masyarakat terhadap prestasi atlet kerap membuat para atlet tersebut tertekan. Atlet juga bisa menjadi korban perundungan karena sikap perilakunya di luar gelanggang.

Pada Asian Games 2018 lalu misalnya, sejumlah atlet Tanah Air menjadi korban bully dari netizen karena gagal mempersembahkan prestasi. 

Salah satunya pernah menimpa atlet bulutangkis Tanah Air, Jonatan Christie. Jojo menjadi sasaran perundungan netizen setelah kekalahannya atas Chen Long di laga beregu putra. 

Hujatan dari netizen yang kecewa membanjiri kolom komentar instagram Jojo. Emosi yang dilampiaskan banyak yang berupa kata-kata yang tak pantas. 

Hal semacam ini sampai mendapat perhatian khusus dari pemerintah yang mengimbau masyarakat agar jangan menghujat para atlet yang belum mempersembahkan prestasi di Asian Games lalu. 

Atlet dari cabang sepak bola dan bulutangkis memang paling sering jadi sasaran perundungan. Maklum, dua olahraga ini memang begitu populer di Tanah Air dan dunia. 

Sepak bola misalnya, sudah tak terhitung hujatan yang datang bagi para pemain tim nasional yang gagal mencapai target di Piala AFF atau pun Asian Games lalu. 

Baru-baru ini, perundungan yang cukup berat juga datang menyasar pebulutangkis tunggal putri Tanah Air, Fitriani. Performanya yang terus menurun membuat masyarakat kesal dan melampiaskan hujatan di sejumlah platform media sosial. 

Jadi Motivasi

Setiap atlet tentu berbeda dalam menanggapi perundungan di dunia maya. Ada yang cuek tak menggubris, ada pula yang terpancing dan bahkan sampai depresi. 

Bila ke tahap esktrem, tak menutup kemungkinan atlet tersebut sampai bunuh diri. Untungnya, hal semacam itu belum pernah terjadi di Indonesia. 

Bagi kebanyakan atlet Tanah Air, mereka memahami profesinya yang mendapat sorotan masyarakat luas. Banyak dari mereka yang memilih mengabaikan cibiran dari netizen. 

Meski begitu, bukan berarti kritikan, perundungan, dan lain sebagainya tidak menjadi perhatian khusus bagi mereka. Bagi sebagian atlet hal tersebut bahkan dijadikan sebagai landasan motivasi untuk lebih baik lagi. 

Salah satunya adalah yang dirasakan oleh atlet silat putri nasional, Pipiet Kamelie. Pipiet yang merupakan peraih medali emas untuk kontingen merah putih pada Asian Games 2018 lalu mengaku menjadikan bully sebagai landasan motivasi dirinya bangkit. 

Semasa kecil Pipiet diketahui telah menekuni dunia silat yang membuatnya jadi sering diganggu teman sebaya. Bahkan, orang tua Pipiet sampai memindahkannya ke perguruan silat. 

Namun Pipiet tidak menyerah. Bersama Keluarga Pencak Silat Nusantara, pesilat asal DKI ini dengan tekun menekuni bakat yang dimilikinya. 

Alhasil, Pipiet berhasil memutarbalikan stigma yang diberikan kepada dirinya di masa lalu dengan prestasi yang membanggakan.

© Dream
Pipiet Kamelia berhasil sumbang medali emas di Asian Games 2018. Copyright: DreamPipiet Kamelia berhasil sumbang medali emas di Asian Games 2018.

Pipiet Kamelia merupakan pasangan dari atlet pencak silat, Hanifan Yudani Kusumah yang turut berperan di Asian Games 2018. Pipiet keluar sebagai juara pada partai final nomor kelas D putri 60 kg sampai 65 kg.

Tentu menjadi sebuah keharusan bagi masyarakat untuk bisa memilah mana kritikan yang membangun dan mana yang menjatuhkan. Tentu tidak ada atlet yang ingin kalah. Sudah jadi tugas kita untuk mendukung para atlet baik saat menang atau pun kalah.