Jenderal Besar Sudirman dan Silat Banjaran

Jumat, 22 Januari 2016 00:20 WIB
Editor: Galih Prasetyo
 Copyright:
Pencak ragawi dan batin

50 km dari kota Purbalingga terdapat pesanteran yang dikelola olah seorang jawara pencak silat setempat bernama Kyai Haji Busyro Syuhada. Saat itu, Kyai Busro bukan dikenal sebagai jawara pencak silat melainkan pendekar pencak ragawi dan batin. Nama Kyai Busro saat itu sudah tersohor di Purbalingga. Kelak rintisan dari Kyai Busro ini dikenal dengan nama perguruaan Tapak Suci.

Gunakan transportasi seadanya, Dirman muda yang saat itu berstatus sebagai guru berkunjung dari desanya di Karangjati menuju desa Binorong, tempat pesantren tersebut berada. Dirman kala itu menempuh 25,1 km itu untuk bisa sampai ke pesantren tersebut. 

Sesampai disana, Kyai Busro langsung melihat ada hal istimewa di diri Dirman muda. Kyai Busro pun meminta Dirman muda untuk bersedia tinggal di pesantrennya. Dirman muda menyambutnya dengan antusias. 

Dirman yang kala itu berusia 25 tahun kemudian dapat perlakuan istimewa dari sang Kyai. Ia diberi asisten khusus serta diajarkan jurus-jurus silat yang dikemudian hari lebih dikenal dengan nama pencak silat Aliran Banjaran. 

Secara fisik, Dirman muda mendapat gemblengan secara fisik. Gemblengan terhadap Sudirman sepintas memiliki kemiripan pola didikan silat dalam film Mandarin, seperti: Shaolin Temple. Murid dilatih ilmu silat dan juga disuruh melakukan olahraga yang menguras fisik.

Tempaan fisik ini membuahkan hasil. Saat bergerilya, Jenderal Sudirman memiliki daya tahan fisik yang mengagumkan. Ia masih mampu bertahan meski penyakit paru-paru menyerangnya, hebatnya lagi ia masih kuat memimpin dari atas tandu untuk terus gelorakan perlawanan ke penjajah. 

2