Jenderal Besar Sudirman dan Silat Banjaran

Jumat, 22 Januari 2016 00:20 WIB
Editor: Galih Prasetyo
 Copyright:
Aliran Banjaran dan Tandu Sudirman

Suasana genting dirasa betul di kota Yogyakarta pada 19 Desember 1948, pasalnya kala itu pasukan Belanda lancarkan Agresi militer II ke republik ini. 

Jalanan kota Yogyakarta kala itu lengang. Penduduk setempat masuk ke dalam rumah atau mengungsi ke tempat aman agar tidak tertangkap oleh pasukan Belanda yang sedang mencari para pejuang Indonesia. 

Sesaat sebelum agresi, pasukan kompi I dan II dari markas besar polisi tentara yang merupakan pengawal Jenderal Sudirman kala itu sedang beristirahat melepas penat. Lepas pukul 06:00 pagi, pasukan Belanda dengan membabi buta lancarkan serangan ke pejuang Indonesia. 

Hal ini diterima pasukan Jenderal Sudirman. Singkat cerita, Jenderal Soedirman membuat keputusan penting, yakni menyingkir keluar dari kota Yogyakarta bersama pasukan pengawalnya untuk perang gerilya.

Meski dalam kondisi tidak baik karena penyakit paru-parunya, Jenderal Sudirman memilih gunung Wilis sebagai pusat komando gerilya. Tak ada rasa lelah dan keluhan sakit dari Sudirman, tempaan fisik yang ia dapat saat mempelajari pencak silat Aliran Banjaran begitu berguna. Meski ditandu, Jenderal Sudirman masih kuat secara fisik dan memiliki kemampuan berpikir yang jernih. 

“Apa yang saya katakan tadi hanya sepenggal cerita saja. Sebenarnya kisah gemblengan Kyai Busyro kepada Sudirman cukup banyak. Tetapi intinya, Sudirman mendapat bimbingan khusus dari seorang ulama pada masanya. Inilah yang membuatnya berhasil menjadi pemimpin hebat,” ujar Abdul Malik, anak dari Amrullah, asisten Sudirman kala berguru pada Kyai Busro. 

2