Critic Sport

Sektor Tunggal Bulutangkis Sulit Juara, Kapan 'Kemarau Panjang' Itu Berakhir?

Jumat, 18 November 2016 15:00 WIB
Penulis: Petrus Manus Da' Yerimon | Editor: Galih Prasetyo
© PBSI
Hanna Ramadini Copyright: © PBSI
Hanna Ramadini
Tunggal Putri Masih Mati Suri

Jika di sektor tunggal putra peningkatan yang dialami cukup siginifikan, maka hal sebaliknya terjadi di tunggal putri. Para atlet di nomor ini masih belum juga menunjukkan tajinya. Para pemain muda seperti Fitriani, Hanna Ramadini, hingga Gregoria Mariska belum bisa tampil maskimal.

Saat ini hanya tercatat nama Maria Febe Kusumastuti yang peringkatnya masih jauh di atas rekannya yang lain, yakni di urutan 35 dunia. Namun, Febe saat ini dikabrkan sudah resmi pensiun dari dunia bulutangkis seperti yang diungkapkannya di akun Instagramnya.

Praktis hal itu hanya menyisakan Lindaweni Fanetri sebagai senior di Pelatnas PBSI di Cipayung, Jakarta Timur. Pemain yang tampil di Olimpiade 2016 lalu di Rio de Janeiro, Brasil itu terakhir kali meraih medali perunggu pada kejuaraan dunia di 2015 lalu. Saat ini Lindaweni berada di peringkat 38 dunia.

Belum mampu bersaingnya tunggal putri di kancah dunia pun diakui oleh pihak PBSI. Menurut ketua bidang Humas dan media sosial, Yuni Kartika yang juga merupakan seorang mantan pebulutangkis,ada berbagai faktor yang menyebabkan tunggal putri Indonesia belum bisa berbicara banyak ataupun menunjukkan progres yang menanjak.

“Kalau tunggal putri memang masih banyak pekerjaan rumah, diantaranya perlu banyak mencari bibit pemain muda. Untuk ranking, kita masih jauh di bawah, dibandingkan sektor tunggal putra,” tuturnya kepada INDOSPORT.

Menurut Yuni salah satu hal yang cukup berpengaruh menghambat perkembangan di sektor tunggal putri adalah tidak ada sosok juara yang bisa dijadikan panutan atau menjadi acuan. Selain itu, kurangnya bibit muda di tunggal putri juga disebabkan karena minat yang menurun dari anak muda akibat perkebangan teknologi.

“Di tunggal putri tidak ada acuannya, berbeda dengan ganda karena ada Hendra/Ahsan, maupun Owi/Butet. Dahulu di era saya , kita selalu punya panutan sosok yang bisa menjadi motivasi, seperti Susy Susanti dan lainnya. Ini yang saat ini tidak terlihat di Pelatnas,” beber Yuni Kartika.

“Sebenarnya klub-klub memang rajin mencari bibit baru tetapi memang mereka lebih banyak dapat putra. Ini yang jadi pertanyaan, mungkin sekarang dengan bergagai kemajuan teknologi sehingga membuat mereka anak muda kurang berminat main bulutangkis, saya melihatnya seperti itu,” tutur Humas PBSI tersebut.  

Di sisi lain Yuni Kartika juga menjelaskan bahwa pebulutangkis di tunggal putri juga masih memiliki banyak kekurangan. Ada tiga faktor yang disebut sangat berperan penting dalam karier pemain, dan saat ini masih belum dimiliki secara utuh oleh pebulutangkis Tanah Air khusunya di tunggal putri.

“Hal yang penting adalah latihan fisik, teknik dan kecepatan karena pemain dunia di tunggal putri, saat ini bisa sanggup bermain dalam tempo yang lama dengan kecepatan yang stabil. Ini yang kita belum punya,” ungkap wanita 43 tahun itu.

“Memang harus ditambah, tetapi tidak bisa signifikan, harus sesuai target dan porsinya. Disini mereka harus mengejar para pemain yang ada di level dunia,” usai ibu dari tiga anak itu.

254