Marak Fenomena Bully Atlet Usai Kalah, Susy dan Alan Ceritakan Pengalaman Pribadi

Senin, 23 September 2019 08:00 WIB
Penulis: Shintya Maharani | Editor: Theresia Ruth Simanjuntak
© Shintya Maharani/INDOSPORT
Susy Susanti dan Alan Budikusuma, pasangan legendaris bulutangkis Indonesia. Copyright: © Shintya Maharani/INDOSPORT
Susy Susanti dan Alan Budikusuma, pasangan legendaris bulutangkis Indonesia.

INDOSPORT.COM - Pasangan yang kerap dijuluki sebagai pasangan emas olimpiade, yakni Susy Susanti dan Alan Budikusuma tentu sudah kenyang dengan asam garam menjadi atlet bulu tangkis. Kurang lebih, keduanya sudah malang melintang selama 40 tahun di dunia olahraga Indonesia.

Jika membahas pasangan ini, generasi Millenial dan generasi Z yang awam pasti hanya tahu terkait tentang raihan dan segudang prestasi hebatnya, seperti meraih emas di Olimpiade Barcelona 1992 atau sekadar pasangan legendaris bulu tangkis Indonesia.

Tetapi seperti atlet pada umumnya, Susy dan Alan pernah merasakan kekalahan juga, lho.

Lantas ketika gagal memenangkan pertandingan, atlet kelas dunia seperti Susy Susanti dan Alan Budikusuma pernah merasakan dihujat dan dicaci maki tidak ya seperti fenomena yang kini sedang marak di media sosial?

Kepada INDOSPORT, kedua sosok legenda hidup ini bercerita.

“Fenomena atlet kalau kalah langsung di-bully itu sudah ada dari dulu sih, tapi karena dulu belum ada media sosial jadi dihujatnya nggak main-main, secara langsung,” kenang Susy dengan antusias kepada INDOSPORT.

“Kalau sekarang kan lewat tulisan saja. Kalau dulu mereka langsung menemui saya pas lagi jalan ke luar arena dan tahu-tahu di caci maki, saking kagetnya saya berpikir ‘aku salah apa ya?’ hahaha,” tuturnya sembari tertawa lepas.

Senada dengan sang istri, Alan juga pernah merasakan pengalaman pahit itu.

“Di lapangan selesai kita kalah, sudah deh kami dengar segala macam hinaan. Mulai dari ‘udah sana kawin aja lo!’ atau ‘nggak usah pulang lo!’. Zaman dulu itu justru lebih keras, Istora salah satu saksinya hahaha,” ujar Alan.

“Nah bedanya sekarang mungkin cacian dan hujatannya lebih banyak, karena di media sosial kan mudah saja ya. Kalau dipikir kembali mana ada sih atlet yang mau kalah? Kami kan juga capek berlatih dari pagi hingga malam, tapi kondisi dan situasi kadang tidak berpihak,” jelasnya.

Di sisi lain, Alan mengerti rasa kekecewaan masyarakat jika melihat sang atlet kebanggaannya kalah. Menurutnya, menyampaikan rasa kecewa itu wajar saja tetapi harus dengan cara yang baik dan tidak menyakitkan orang lain.

“Mungkin fenomena itu muncul karena masyarakat ini terlalu sayang dan bangga sama atletnya, pahlawannya. Tapi hanya cara menyampaikannya yang salah,” pungkas Alan.