3 Fakta Djoko Santoso, Jenderal Eks Ketua PBSI dan Tradisi Emas Olimpiade

Minggu, 10 Mei 2020 10:54 WIB
Penulis: Arief Tirtana | Editor: Lanjar Wiratri
© PBSI
Djoko Santoso di acara ulang tahun PBSI. Copyright: © PBSI
Djoko Santoso di acara ulang tahun PBSI.

INDOSPORT.COM – Berikut tiga fakta mengenai mantan Ketua Umum PBSI (Purnawirawan) Djoko Santoso yang meninggal hari ini, Minggu (10/05/20).

Kabar duka datang dari dunia bulutangkis Indonesia, setelah mantan Ketua Umum PBSI (Persatuan Bulutangkis Indonesia), Jenderal (Purnawirawan) Djoko Santoso dikabarkan meninggal hari ini, Minggu pagi (10/05/20).

Pria 67 tahun yang juga merupakan mantan Panglima TNI itu dikabarkan meninggal setelah sebelumnya sempat dioperasi di RSPAD Gatot Subroto pada 3 Mei 2020 lalu.

Buat dunia bulutangkis Indonesia sendiri, kehadiran Djoko Santoso meski hanya satu periode, cukup menghadirkan beberapa cerita menarik dalam kiprahnya. Terlebih dalam masa kepemimpinan Djoko Santoso, saat itu PBSI sedang berada dalam masa yang cukup sulit.

Maka dari itu, untuk mengenang sosok Djoko Santoso, berikut INDOSPORT coba rangkumkan tiga fakta mengenai Ketua PBSI Periode tahun 2008-2012 tersebut di dunia bulutangkis.

Tradisi Tentara Sebagai Ketua PBSI

Fakta pertama dari Djoko Santoso adalah bahwa kehadirannya sebagai Ketua Umum PBSI kala itu seakan menambah daftar panjang jajaran TNI di puncak tertinggi Federasi olah raga bulutangkis Indonesia itu.

Tercatat Djoko Santoso adalah kalangan TNI kelima yang berhasil menjadi Ketua Umum PBSI setelah sebelumnya ada Try Soetrisno, Suryadi, Subagyo HS dan Sutiyoso.

Selain melanjutkan tradisi kalagan TNI di puncak pimpinan PBSI. Djoko Santoso saat terpilihnya juga melanjutkan tradisi aklamasi eks TNI yang akhirnya jadi Ketua Umum PBSI.

Saat itu Djoko Santoso terpilih menjadi Ketua Umum PB PBSI periode 2008-2012 atau Ketua Umum ke-11, usai menang secara aklamasi, dipilih penuh oleh 32 Pengda yang mengikuti munas. Dalam proses pemilihan yang berlangsung kurang dari semenit.

Tradisi Emas Olimpiade

Meski terpilih secara aklamasi, Djoko Santoso saat itu sebenarnya dihadapi setumpuk tugas berat dalam era kepengurusannya.

Mulai dari masalah mandeknya prestasi bulutangkis Indoensia di level Internasional, pasca gagal juara Piala Thomas, Uber dan Piala Sudirman. Juga masalah internal seperti kurangnya perhatian kepada daerah dan juga pengelolaan keuangan.

Pengurus PBSI sebelumnya memang berhasil mempertahankan tradisi emas di Olimpiade. Namun, di ajang yang lain, prestasi bulu tangkis Indonesia cenderung turun. Contohnya, tim Merah Putih kembali gagal merebut gelar Piala Thomas dan Uber dan di ajang Piala Sudirman.

Sayangnya memang kemudian Djoko Santoso gagal secara maksimal memperbaiki masalah tersebut. Bahkan di era kepemimpinanya, untuk pertama kalinya terjadi Indonesia gagal membawa pulang medali emas di ajang Olimpiade.

Sebuah catatan suram yang belum pernah terjadi sejak bulutangkis di pertandingkan resmi di event olahraga terbesar di dunia itu sejak tahun 1992.

Dukung Gita Wirjawan

Tak membaiknya prestasi bulutangkis Indonesia di masa kepempimpinan Djoko Santoso. Pada akhirnya memang memunculkan desakan mundur kepada dirinya sebgai Ketua Umum PBSI.

Dan sadar betul akan tuntutan tersebut, Djoko Santoso pun bersikap lapang dada dengan tak lagi mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PBSI pada periode berikutnya. Kala itu dirinya menilai bahwa sebagai pemimpin harus tahu betul kapan harus mundur atau berhenti jika memang dibutuhkan.

"Saya sudah tidak mau lagi jadi Ketua Umum PB PBSI. Sebagai pemimpin, saya harus tahu kapan semestinya berhenti dan mundur," kata Djoko di GOR Bulutangkis, Pekanbaru, Riau, Minggu (16/09/12).

Sikap lapang dada Djoko Santoso saat itu juga ditunjukannya dengan secara terbuka memberikan dukungan kepada Gita Wirjawan. Sosok yang kala itu memang diunggulkan menjadi Ketua Umum PBSI, sekalipun latar belakangnya bukan dari kalangan TNI, seperti dua Ketua Umum sebelumnya.