x

Dihentikan Perang dan 2 Serba-serbi All England yang Mulai Dilupakan Pencinta Bulutangkis Dunia

Jumat, 16 Maret 2018 16:06 WIB
Editor: Ivan Reinhard Manurung
All England.

Sejak 14 Maret lalu hingga 18 Maret 2018 mendatang, tengah berlangsung turnamen bulutangkis tertua di dunia, yakni All England 2018.

Meskipun memiliki level yang sama dengan turnamen semisal India Open, Malaysia Open, dan lainnya, ajang All England ini memiliki nilai yang lebih prestisius.

Tidak jarang pemenang dalam turnamen ini akan dielu-elukan sebagai pebulutangksi top dunia, mengingat begitu ketatnya turnamen yang selalu berlangsung di Arena Birmingham sejak 1994 silam tersebut.

Baca Juga

Sebelum di Birmingham sendiri, turnamen All England selalu berpindah-pindah tepat. Mulai dari Wembley Arena, Empress Hall, Harringay Arena, Lindley Hall pernah menjadi saksi bisu pergelaran All England.

Nah, terlepas dari fakta yang telah disajikan di atas, kompetisi All England masih menyimpan banyak hal-hal menarik lain, yang sayangnya mulai menghilang ditelah sejarah.

Berikut INDOSPORT coba sajikan kembali serba-serbi mengenai All England pada para pembaca Anda para pembaca setia:


1. Akibat Buruk Perang

Situasi Perang Dunia Pertama.

Hampir seluruh manusia di dunia ini pasti akan sepakat bila ada yang mengatakan bahwa perang adalah sesuatu yang merugikan. Akibat perang, banyak orang kehilangan nyawa dan harta bendanya.

Keberadaan perang sendiri juga bisa berakibat pada keberlangsungan sebuah kompetisi olahraga dan All England menjadi salah satu turnamen yang pernah merasakan langsung dampak burung sebuah perang.

Ya, dari kurun 1915 hingga 1919 silam, ajang All England terpaksa harus absen selama empat tahun. Bukan tanpa sebab memang, mengingat saat itu negara-negara di Eropa, termasuk Inggris tengah terlibat Perang Dunia I.

Tak hanya sekali All England harus batal terlaksana akibat perang. Pasalnya, di antara tahuin 1940 sampai 1946 turnamen ini tidak berlangsung, karena kondisi Perang Dunia II.


2. Malaysia Boleh Bangga

Ooi Teik Hock dan Teoh Seng Khoon.

Sejak turnamen All England pertama yang berlangsung 1899 silam hingga 1948, para pemegang gelar juara selalu berhasil dari negara-negara di Eropa.

Sebut saja seperti Inggris, Republik Irlandia, Denmark, dan juga Swiss. Pebulutangkis dari empat negara tersebut sering bergantian merebut medali juara All England.

Namun, pada edisi All England 1949 sebuah sejarah tercipta. Untuk kali pertama, ada wakil negara asal Asia yang berhasil membawa pulang medali juara All England.

Adalah pasangan ganda putra Ooi Teik Hock/Teoh Seng Khoon asal Malaysia yang berhasil menjadi pemain non Eropa pertama yang menjuarai All England.

Berhadapan dengan Dave Freeman/Wynn Rogers asal Amerika Serikat di babak final, Ooi/Teoh berhasil menang telak dengan skor 15-5 dan 15-6.


3. Rekor Tak Terkalahkan Indonesia

Legenda bulutangkis Indonesia, Rudy Hartono.

Sebagai salah satu kiblat bulutangkis dunia, Indonesia patut berbangga diri karena memiliki rekor yang hingga kini belum ada wakil negara lain yang mampu menyusul atau bahkan sekadar mengimbangi.

Rekor itu sendiri adalah dari segi pebulutangkis yang paling banyak meraih gelar juara di nomor tunggal putra. Ya, hingga kini rekor tersebut masih dipegang oleh legenda bulutangkis Indonesia, Rudy Hartono.

Pria kelahiran 18 Agustus 1949 itu masih menjadi yang paling banyak meraih gelar juara di All England nomor tunggal putra. Total delapan kali ia berhasil membawa pulang gelar juara ke Indonesia.

Satu-satunya orang yang paling mendekati rekor Rudy Hartono itu sendiri adalah pebulutangkis Denmark, Erland Kops, yang tujuh kali menjadi juara All England.

IndonesiaMalaysiaAll EnglandRudy HartonoAll England 2018

Berita Terkini