Pasang Surut Sepakbola di 'Negeri Dongeng'

Jumat, 8 April 2016 16:30 WIB
Editor: Randy Prasatya
 Copyright:
Industri Mengubah Perilaku

Pada akhirnya Copenhagen ditetapkan sebagai contoh kekuatan keuangan dari yayasan mereka. Sementara itu Brondby hampir runtuh setelah upaya pengambilalihan dari Interbank Bank Denmark dan klub terancam akan bangkrut.

Dalam upaya menyelamatkan klub, Brondby pun harus rela melepas sahamnya dengan kemudian membangun perencanaan jangka panjang, yang berarti mereka mampu kembali bangkit dan melepas pengakuan sebagai klub tradisional.

Namun, dengan tidak lagi menjadi kulb tradisional, Brondby ternyata berkembang pesat dan menjadi salah satu pelopor modernisasi permainan, menjadi klub Denmark pertama yang sepenuhnya profesional dan mendorong mereka untuk bersaing di level tertinggi.

Kekuatan finansial pada akhirnya benar-benar nyata mengantarkan mereka bersaing di semifinal Piala UEFA 1991. Sayang, saat satu langkah lagi menuju final mereka harus kandas dari AS Roma.

Brondby dan FC Copenhagen selalu saling bergantian berjuang menjadi yang terbaik di kota Copenhagen dan juga di Denmark. Persaingan ketat kedua tim tersebut berujung kisah pilu jelang kick-off pada 23 September 1994, kala itu pendukung kedua tim terlibat pertempuran yang mengerikan.

"Ini adalah aksi hooliganisme pertama yang menunjukkan wajah jelek dalam skala sepakbola di Denmark. Budaya fans kehilangan kepolosannya," kenang Theilade pada saat itu.

Sampai saat ini kedua tim masih terus menjalani rivalitas yang panas dengan menunjukan perbedaan filosofi antara klub. Hal itu tampak seperti kemunduran ke era amatir, tapi tetap terpuji, dan tercermin dalam model kepemilikan klub saat ini.

Kini sangat mengerikan jika melihat kedua kubu tersebut berubah akibat revolusi sepakbola di Denmark yang mengedepankan sisi industri. Sebagaimana yang sudah diingat sebelumnya, persepakbolaan di kota Copenhagen jauh lebih ramah saat mereka masih amatir.

105