Kisah Maulwi Saelan: Berawal dari Mimpi Hingga jadi Legenda Sepakbola Nasional

Selasa, 11 Oktober 2016 12:23 WIB
Penulis: Petrus Manus Da' Yerimon | Editor: Galih Prasetyo
 Copyright:
Mimpi Besar Bermain di Olimpiade

Maulwi lahir dan besar di Makassar, Sulawesi Selatan 08 Agustus 1936 silam. Sejak bocah, putra satu-satunya dari Amin Saelan ini sudah punya impian menjadi pemain sepakbola yang bisa tampil di ajang bergengsi, Olimpiade.

Namun sosok yang menginsipirasinya bukanlah dari kalangan pesepakbola. Maulwi awalnya terpukau dengan atlet lari asal Amerika Serikat, Jesse Owens yang berhasil meraih 4 medali emas di Olimpiade 1956.

“Ini gara-gara saya terpukau kejayaan pelari Jesse Owens yang berhasil memborong empat emas dalam Olimpiade Berlin tahun 1956,” ujarnya seperti dilansir dari laman Sukarno.org.

Karier sepakbola Maulwi dimulai ketika sang ayah membangun klub bernama MOS di Makassar dan membutuhkan kiper. Ia kemudian bersedia dan ternyata bakatnya semakin terlihat di sana.

Ketika hijrah ke Jakarta, ia mendapat kesempatan mengawal gawang tim Jakarta Raya di PON I di Solo 1948. Aksinya yang memukau membuatnya dipanggil membela Timnas di Asian Games 1951 di New Delhi, India.

Pencapaian terbaik Maulwi kala berseragam Timnas adalah membawa skuat Garuda finish di urutan ketiga Asian Games 1954 dan menyabet medali perunggu di Asian Games 1958.

Sementara itu, impian awal Maulwi semasa kecil itu untuk bermain di Olimpiade pun menjadi kenyataan saat 11 tahun berselang usai Indonesia merdeka, tepatnya pada 17 November 1965. Saat itu ia dipercaya untuk mengawal gawang Timnas Indonesia di Olimpiade Melbourne, Australia.

“Saya ditunjuk mempertahankan gawang kesebelasan Indonesia pada pertandingan bola Olimpiade XIV di Melbourne, Australia,” kisahnya.

Pada waktu itu, Timnas Indonesia untuk pertama kalinya mengikuti ajang Olimpiade di cabor sepakbola. Skuat Garuda diperkuat beberapa pemain legendaris seperti Ramang, Djamiat, Him Tjiang, Liong Houw, Kiat Sek, dan Ramlan sebagai kapten.

Skuat Garuda kala itu mampu mengimbangi salah satu satu negara kuat, Uni Soviet (yang kemudian jadi juara cabor sepakbola Olimpiade Melbourne) dengan skor 0-0, bahkan hingga sampai babak perpanjangan waktu dua kali 15 menit.

Dengan hasil tersebut, pertandingan kemudian harus diulang 36 jam kemudian (belum ada adu penalti saat itu). Tim Indonesia harus bertanding dengan kondisi pincang karena dua pemain cedera di laga pertama. Alhasil, Maulwi dan rekannya kalah secara terhormat dari Uni Soviet dengan skor cukup telak 0-4 dalam laga ulangan tersebut.

“Saya jatuh bangun menahan gelombang serbuan Beruang Merah (Uni Soviet). Pokoknya kami bertekad tidak menyerah. Waktu itu masih belum ada peraturan kalau hasil pertandingan draw, harus dilakukan sudden death tendangan penalty,” kenang Maulwi yang menghembuskan napas terakhir pada usia 90 tahun itu.

412