Critic Sport

Anomali Sepakbola Nasional: Saat Timnas Tembus Final Semua Memuja, Saat Persiapan Semua Abai?

Jumat, 9 Desember 2016 15:00 WIB
Penulis: Petrus Manus Da' Yerimon | Editor: Galih Prasetyo
 Copyright:
Klub batasi hanya dua pemain ke Timnas

Begitu Alfred Riedl resmi ditunjuk sebagai pelatih Timnas Indonesia pada Juni lalu, secara tidak langsung ia sudah dihadapkan dengan sejumlah permasalahan di kubu Timnas. Pasalnya situasi saat itu sangatlah tidak ideal untuk membentuk sebuah tim yang tangguh.

Induk sepakbola Tanah Air, Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) baru saja dicabut pembekuannya oleh pemerintah. Begitu pula dengan FIFA yang baru menghapus sanksi larangan bertanding di level internasional karena ada campur tangan pemerintah di ranah federasi.

Timnas Indonesia bisa dibilang mati suri lebih dari satu tahun, dan juga tidak adanya kompetisi resmi yang berjalan normal. Sepanjang tahun 2015, sepakbola Tanah Air hanya diramaikan dengan turnamen-turnamen yang bersifat sementara. 

Para pemain hanya hilir mudik berganti seragam klub demi mencari penghasilan. Kondisi ini tentu menyulitkan bagi Alfred Riedl untuk menyusun kerangka Timnas, apalagi ia dibebankan dengan harapan tinggi masyarakat Indonesia untuk melihat Skuat Garuda mengangkat trofi.

Namun, permasalahan seakan tak berhenti di situ. Setelah dinyatakan resmi mengikuti event internasional dalam hal ini Piala AFF 2016, pelatih Alfred Riedl kembali dipusingkan dengan aturan dari pengelola kompetisi yang membatasi pemanggilan pemain ke Timnas.

PT Gelora Trisula Semesta (PT GTS) selaku operator kompetisi Torabika Soccer Championship (TSC) menyatakan bahwa sudah ada kesepakatan dengan klub-klub peserta untuk membatasi jumlah pemain ke Timnas Indonesia.

Kesepakatannya adalah hanya akan melepas dua pemain untuk memperkuat Timnas pada Piala AFF 2016. Keputusan tersebut diambil agar persiapan timnas bisa berjalan, dan turnamen TSC pun tetap berlangsung.

Sontak hal itu menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi. Langkah PT GTS, dinilainya merupakan sikap yang arogan dan mementingkan kepentingan pribadi atau golongan di atas kepentingan nasional.
 
"Sudah sewajarnya semua pihak mengutamakan kepentingan Timnas daripada klub atau kompetisi. Seharusnya klub bangga apabila banyak pemainnya yang masuk timnas," ujar Imam kepada wartawan di Jakarta, Minggu (24/07/16) lalu.

"Setiap pemain tentu bercita-cita membela negaranya dan kompetisi merupakan media bagi pemain untuk uji kebolehan agar bisa masuk Timnas. Pembatasan yang dilakukan oleh PT GTS sungguh tidak bisa dinalar, saya sungguh kecewa," sambung Cak Imam.

Tidak ingin hal tersebut berlarut-larut, Imam Nahrawi pun meminta PSSI selaku federasi sepakbola di Indonesia agar bisa bersikap tegas. Sebab, menurut Menpora kepentingan Timnas adalah di atas segalanya. 

"Berikan kebebasan kepada pelatih untuk memilih pemain terbaik tanpa perlu dibatasi. Kedepankan kepentingan nasional," ujar pria asal Jawa Timur tersebut.   

Kebijakan dari PT GTS dan klub peserta tersebut pun membuat pelatih Timnas, Alfred Riedl pusing. Hal itu lantaran ia tidak bisa leluasa memanggil pemain dan menerapkan strategi yang diinginkannya.

"Kebijakan ini membuat saya sedikit kesulitan dalam meramu strategi," jelas pelatih asal Austria itu secara singkat.

719