In-depth

Barito Putera dan Semen Padang Terpuruk, Senjakala Penyintas Galatama di Kasta Tertinggi

Sabtu, 28 September 2019 19:35 WIB
Penulis: Luqman Nurhadi Arunanta | Editor: Indra Citra Sena
© INDOSPORT
Logo Barito Putera vs Semen Padang Copyright: © INDOSPORT
Logo Barito Putera vs Semen Padang

INDOSPORT.COM - Eksistensi jebolan Galatama di kasta tertinggi sepak bola Indonesia, Liga 1, terancam sirna seiring terpuruknya Barito Putera dan Semen Padang.

Sejak kompetisi disatukan menjadi Liga Indonesia tahun 1994, klub Galatama selalu eksis di kasta tertinggi, mulai dari Arseto Solo, PKT Bontang, Pelita Jaya, Arema Malang, hingga Petrokimia Putra.

Dua klub Galatama bahkan pernah dua kali mengukir juara di Liga Indonesia yang diraih Bandung Raya (1996) dan Petrokimia Putra (2002).

Klub Galatama terus menjadi bagian dari Liga Indonesia bersama tim Perserikatan, namun dari tahun ke tahun keberadaan mereka di kasta tertinggi terus berkurang.

© Facebook/Dejan Gluscevic
Pembukaan Liga Indonesia 1994/95 dibuka lewat laga yang menghadirkan Juara Galatama Pelita Jaya menghadapi Juara Perserikatan Persib Bandung. Pelita Jaya memenangi pertandingan eksibisi tersebut dengan skor 1-0 lewat gol di menit 60 dari Dejan Gluscevic. Copyright: Facebook/Dejan GluscevicPembukaan Liga Indonesia 1994/95 dibuka lewat laga yang menghadirkan Juara Galatama Pelita Jaya menghadapi Juara Perserikatan Persib Bandung. Pelita Jaya memenangi pertandingan eksibisi tersebut dengan skor 1-0 lewat gol di menit 60 dari Dejan Gluscevic.

Dari  1994 sampai 2000, setidaknya selalu ada sepuluh klub Galatama di Liga Indonesia. Pasti ada saja klub Galatama di peringkat dua terbaik, kecuali edisi 1998/99 yang dikuasai PSIS Semarang dan Persebaya Surabaya.

Memasuki dekade 2000-an, keberadaan mereka perlahan menyusut, baik secara kuantitas maupun kualitas. Petrokimia Putra menjadi salah satunya yang masih berprestasi dengan menjadi juara Liga Indonesia Bank Mandiri (LIBM) 2002.

Sepanjang 2002 sampai 2003, enam tim berusaha mempertahankan marwah Galatama di Liga Indonesia, yakni Semen Padang, Arema Malang, PKT Bontang, Pelita Jaya, Barito Putera, dan Petrokimia Putra.

Masalah pendanaan dan ketatnya persaingan dengan tim Perserikatan dan yang baru lahir membuat klub Galatama tidak mampu mempertahankan eksistensinya. Mereka perlahan mulai turun kasta hingga hilang dari peredaran.

Pada Liga Indonesia 2004, hanya tersisa tiga klub Galatama setelah Arema Malang terdegradasi meski berhasil naik kasta setahun berikutnya.

Tahun 2006 sampai 2010, Liga Indonesia hanya diwakili tiga klub jebolan Galatama. Masuknya era Liga Super Indonesia juga membuat klub mau tidak mau beradaptasi dengan cara manajemen profesional.

Petrokimia Putra menghilang dan Pelita Jaya memperpanjang napas lewat merger atau akuisisi. Arema Malang terlibat dualisme sehingga kemurnian Galatama mereka masih belum jelas.

Edisi 2011/12 dan 2013 menjadi titik nadir klub Galatama setelah hanya diwakili satu klub, yakni Pelita Jaya (2011/12) dan Barito Putera (2013) yang sukses kembali ke kasta tertinggi.

Barito Putera terus memperpanjang nyawa Galatama hingga era Liga 1 setelah kisruh federasi dan pembekuan sepak bola Indonesia oleh FIFA.

Akan tetapi, marwah Galatama kembali berada di ujung tanduk setelah dua penyintasnya, Barito Putera dan Semen Padang, terpuruk di Shopee Liga 1 2019.

© semenpadangfcid
Situasi pertandingan Semen Padang vs Barito Putera. Copyright: semenpadangfcidSituasi pertandingan Semen Padang vs Barito Putera.

Semen Padang menjadi juru kunci paruh musim dan jika menilik sejarahnya sulit lepas dari jeratan degradasi, sementara Barito Putera masih inkonsisten untuk naik dari papan bawah.

Rasanya sulit membayangkan Liga Indonesia tanpa kehadiran klub Galatama sebagai fundamen kompetisi pemersatu antara dua kubu.

Dalam sejarahnya, era Galatama telah melahirkan sejumlah pemain-pemain terbaik bangsa, seperti Ricky Yacob, Bambang Nurdiansyah, Buyung Ismu, Peri Sandria, Ansyari Lubis, hingga Widodo C. Putro.

Perjuangan Semen Padang dan Barito Putera untuk bisa lolos dari degradasi tentu tidak hanya sekadar soal harkat martabat mereka sendiri, melainkan juga eksistensi Galatama yang memiliki rekam sejarah panjang.