In-depth

Menyingkap Dosa-dosa Marco Giampaolo Bersama AC Milan

Rabu, 9 Oktober 2019 10:45 WIB
Editor: Coro Mountana
© Getty Images
Fabio Quagliarella, pemain Sampdoria. Copyright: © Getty Images
Fabio Quagliarella, pemain Sampdoria.
Gagal Menjadikan Krzysztof Piatek Seperti Fabio Quagliarella

Satu titik lemah yang jelas terekspos jelas dari AC Milan musim ini adalah mandulnya lini serang. Di mana dari 7 laga yang telah dimainkan, AC Milan hanya mampu mencetak 6 gol saja, artinya rasio gol tidak sampai satu bahkan.

Padahal di musim lalu, Giampaolo berhasil membangkitkan penyerang gaek, Fabio Quagliarella yang mengemas 26 gol. Musim ini, sebenarnya Giampaolo telah dibekali penyerang bertalenta seperti Krzysztof Piatek.

Tapi catatan hanya cetak 2 gol dari 7 laga menjadi bukti kalau Giampaolo gagal menjadikan Piatek seperti Quagliarella di musim ini bersama AC Milan.

Tidak Memanfaatkan Potensi Pemain Baru

© twitter.com/ScoutedFtbl
Ismael Bennacer mencium trofi Piala Afrika 2019 Copyright: twitter.com/ScoutedFtblIsmael Bennacer mencium trofi Piala Afrika 2019

Tak hanya gagal memanfaatkan potensi Piatek dengan baik dan benar, Giampaolo juga seperti menyia-nyiakan deretan pemain baru yang telah direkrut. Mulai dari Rade Krunic, Ante Rebic, Ismael Bennacer, hingga Leo Duarte.

Ante Rebic hanya bermain dalam 64 menit saja dengan catatan kartu kuning lebih banyak daripada gol atau asis. Rade Krunic bahkan lebih parah lagi dengan hanya bermain dalam 45 menit saja meski dirinya adalah anak asuh Giampaolo di Empoli.

Ismael Bennacer yang berstatus sebagai pemain terbaik di Piala Afrika 2019 mengalahkan Mohamed Salah dan Sadio Mane pun hanya tampil angin-anginan bersama AC Milan sama seperti Leo Duarte.

Menempatkan Hakan Calhanoglu dan Suso Tidak di Posisi Terbaiknya

Selain gagal memanfaatkan potensi dan kapasitas timnya, Giampaolo ternyata juga salah menempatkan pemainnya. Sebagai contoh Hakan Calhanoglu yang fasih bermain sebagai gelandang serang justru ditarik mundur sebagai gelandang bertahan dan tengah.

Setali tiga uang dengan Calhanoglu, Suso yang dididik sebagai seorang penyerang sayap di Liverpool justru malah menjadi trequartista. Padahal jika kedua pemain itu ditempatkan di posisi terbaiknya, bukan tidak mungkin peforma AC Milan bakal lebih baik lagi.

Keras Kepala

© Emilio Andreoli/Getty Images
Marco Giampaolo di laga Genoa vs AC Milan Copyright: Emilio Andreoli/Getty ImagesMarco Giampaolo di laga Genoa vs AC Milan

Terakhir adalah sifat keras kepala Giampaolo yang bersikukuh tidak akan mengubah cara melatihnya di AC Milan meski menuai rentetan hasil buruk. Hal tersebut pernah diungkapkan oleh Giampaolo sebelum palu pemecatan menghampirinya.

“Baik atau buruk, ini adalah cara yang akan saya gunakan dalam melatih AC Milan. Namun saat ini, semua keputusan saya terlihat keliru,” ujar Giampaolo, dikutip dari laman sepak bola internasional, Football Italia.

Padahal untuk menjadi pelatih yang sukses, diperlukan adaptasi seperti yang dilakukan oleh Antonio Conte saat di Chelsea. Conte mengubah gaya main Chelsea yang mengandalkan skema 4 bek menjadi 3 di mana mereka akhirnya juara Liga Inggris.

Mundur sekitar 10 tahun yang lalu, ada Sir Alex Ferguson yang mengubah paradigma bahwa Manchester United perlu bermain dengan tiga striker tidak dengan duet penyerang lagi.

Andai Marco Giampaolo mau mencoba mengubah cara melatihnya, mungkin ia tak akan dipecat oleh AC Milan dan tifosi akan senang karena ada perbaikan secara peforma.