Liga Indonesia

Ansar Abdullah: Pilihan Utama di Bawah Mistar PSM Makassar yang Rintis Karier Sejak Belia

Minggu, 20 Oktober 2019 15:39 WIB
Penulis: Adriyan Adirizky Rahmat | Editor: Lanjar Wiratri
 Copyright:

INDOSPORT.COM - Ansar Abdullah, kiper kelahiran 10 Agustus 1969 menjelma sebagai pilihan utama di bawah mistar gawang sejak usia belia. Dengan persembahan dua gelar juara Liga Indonesia, ia pun menjelma sebagai legenda PSM Makassar.

Ansar merupakan putra asli daerah Sulawesi Selatan yang membela panji klub berlogo kapal pinisi di dada. Kesetiaannya tidak usah diragukan lagi, Ansar menjadi bagian penting PSM Makassar selama 14 tahun kariernya sebagai pesepakbola.

Belum lama ini, INDOSPORT berkesempatan mengulik kisah indah Ansar Abdullah mulai dari awal bergabung dengan PSM Makassar hingga ia mengenang memori Juara Liga Indonesia 1999/00. Dimana saat laga final, ia kesulitan bernafas dimenit-menit akhir laga.

"Saya mulai berkiprah di PSM itu usia 18 tahun, saat itu saya juga kurang tahu kenapa langsung jadi pemain inti. Belum pernah saya rasakan yang namanya pemain cadangan," ungkap Ansar mengawali pembicaraannya.

Tidak banyak yang tahu bahwa Ansar Abdullah pernah dipinjamkan ke Makassar Utama. Klub asal Makassar lainnya namun saat itu berkiprah di Liga Galatama, sedangkan PSM Makassar mengikuti Liga Perserikatan.

"Pertama saya di PSM kemudian ditarik ke Galatama selama satu tahun bersama Makassar Utama. Lalu kembali ke PSM bersama lima pemain dari Makassar Utama yang dipanggil dan langsung jadi kiper utama lagi," tutur ia.

"Posisi kiper saat itu ada senior saya, Hasanuddin Baso. Sebenarnya saat itu saya masih junior dan masih bisa masuk ke tim junior hingga musim depan. Tapi saya sudah ditarik ke tim senior."

"Apakah pelatih salah memilih atau mau kiper muda waktu itu, saya tidak tahu alasannya. Tapi kenyataannya dua tahun kemudian saya langsung berikan juara perserikatan yang sama dengan Liga 1 saat ini," kenang Ansar sambil tertawa kecil.

Ansar pun melanjutkan cerita indahnya saat pertama kali bermain diajang Asian Cup Championship 1997/97 (kini Liga Champions Asia). Meski langsung takluk dibabak awal dari Pohang Steelers dengan agregat 4-1, rupanya itu menjadi laga yang paling berkesan baginya.

"Laga paling berkesan di Stadion Mattoanging saat melawan klub Korea, waktu itu namanya masih Pohang Atom. Penonton membludak sampai di belakang gawang, beruntung saat itu belum ada aturan jadi penonton masih bisa begitu," ujar Ansar.

"Sepanjang laga saya terus diserang sampai bertanya ke wasit kapan laga selesai. Cuma satu kali kami menyerang dan langsung cetak gol. Sampai di Korea kami kalah 4-0, tapi menang 1-0 itu sudah luar biasa, Jacksen Tiago yang cetak golnya."

"Itu momen yang saya tidak bisa lupakan karena saya langsung dapat hadiah bonus dari Pak Nurdin Halid yang jadi manajer saat itu. Bonus kemenangan katanya dan khusus untuk Ansar saja," ungkapnya yang dilanjutkan dengan gelak tawa.

Terakhir, pria yang saat ini ditunjuk sebagai pelatih kiper PSM Makassar Putri tidak lupa menceritakan momen juara Liga Indonesia 1999/00. Ansar pun menceritakan perjalanan PSM Makassar mulai babak 8 Besar hingga Final.

"Saya hanya main hingga babak 8 besar, saat itu saya dan Hendro sama-sama cedera. Tapi karena saya dilihat agak fit maka saya yang dipasang," tutur Ansar.

Memasuki fase semifinal dan final, Ansar hanya duduk di bangku cadangan. Bukan karena disisihkan Hendro, melainkan cedera tangan yang dialami pada sesi latihan memaksanya istirahat selama satu bulan.

"Tapi di final saya tetap ada di bangku cadangan meski tangan saya harus dibalut. Seandainya tidak, mungkin saya tetap main sampai final. Beruntung Hendro sudah sembuh," ucap Ansar.

Ansar menyebut, pada laga final yang dimenangkan PSM Makassar dengan skor 3-2 atas PKT Bontang, sempat membuat jantungnya berdegup kencang dan bahkan sampai kesulitan bernafas.

Penyebabnya, Pasukan Ramang yang telah unggul 3-0 nyaris menangis diakhir laga setelah PKT Bontang membuat dua gol balasan. Beruntung, gawang PSM Makassar tidak bobol untuk ketiga kalinya.

"Pada laga final, saat skor 3-2, saya yang duduk di bangku cadangan hanya bisa melihat waktu terus dan sempat sulit bernafas saking tegangnya. Saya hanya bisa bilang, kapan selesai dan kapan selesai, itu saja," kenang Ansar.