In-depth

Flashback Ligina X: Titik Terendah Persipura di Kompetisi Profesional

Selasa, 12 Mei 2020 10:47 WIB
Penulis: Sudjarwo | Editor: Theresia Ruth Simanjuntak
© Dok. Sahari Gultom
Rentetan panjang sejarah telah ditapaki Persipura Jayapura di pentas tertinggi sepak bola Liga Indonesia. Copyright: © Dok. Sahari Gultom
Rentetan panjang sejarah telah ditapaki Persipura Jayapura di pentas tertinggi sepak bola Liga Indonesia.

INDOSPORT.COM - Rentetan panjang sejarah telah ditapaki Persipura Jayapura di pentas tertinggi sepak bola Liga Indonesia. Bukan hanya bermandikan kesuksesan dalam perjalanannya, tapi juga badai ketidakberuntungan pernah menghampiri langkah klub berjuluk Mutiara Hitam itu.

Siapa yang tak kenal para jenderal lapangan hijau dari ufuk timur seperti Eduard Ivakdalam, Boaz Solossa dan beberapa nama lainnya yang berkilauan di jagad sepak bola Indonesia.

Dua nama tersebut akan selalu dikenang dalam sejarah persepak bolaan Indonesia sebagai bagian dari serdadu merah hitam yang memikat kagum para pecandu sepak bola.

Tapi, bukan sepak bola namanya jika tak menghadirkan drama dan romansa. Sesekali, perjuangan sebuah klub pasti menemui jalan terjal.

Dan Persipura, pernah mengalami itu. Di balik perjalanan menuju kesuksesan mereka, terselip lembar sejarah suram. Mereka pernah mencatatkan pencapaian terburuk di papan klasemen.

Persipura yang kini dikenal sebagai pemegang titel juara terbanyak Liga Indonesia, pernah merasakan berada di titik terendah dalam sejarah klub.

Generasi Baru Persipura

Eduard Ivakdalam dan kolega pernah dua kali nyaris terdegradasi di era Liga Indonesia. Pertama, di musim Ligina V tahun 1998/1999. Saat itu, Persipura finis di peringkat ke-5 grup 5 (Wilayah Timur) dari 6 kontestan.

Dan yang kedua, mereka juga hampir turun kasta di musim Ligina VII tahun 2000/2001. Di musim itu, mereka mengawali kompetisi dengan tidak meyakinkan. Menelan kekalahan sebanyak lima kali di lima laga awal. Manajemen Persipura pun terpaksa memanggil kembali sejumlah pemain senior yang di awal kompetisi tak diajak serta.

Beruntung, masuknya sejumlah pemain senior kala itu mampu mengubah kedudukan Persipura di papan klasemen. Mereka akhirnya finis di peringkat ke-8, setelah sebelumnya sempat terpuruk di papan bawah.

Dua tahun setelahnya, yakni di musim 2002/2003, Persipura memasuki era baru di bawah kepelatihan Ruddy Keltjes. Pelatih keturunan Belanda ini merintis penggunaan pemain asing di skuat Persipura. Tuah pemain asing saat itu belum memberikan dampak signifikan. Persipura Ruddy Keltjes pun hanya mampu finis di peringkat ke-5.

Manajemen kembali melakukan perombakan jelang musim berikutnya. Ruddy Keltjes plus dua legiun asingnya, Bako Sadissou dan Ebanda Timothy harus  terdepak.

Sebagai gantinya, di musim Ligina X tahun 2003/2004, manajemen Persipura kembali mencoba peruntungan dengan mendatangkan pelatih Yudi Suryata juga sejumlah amunisi baru seperti penjaga gawang Sahari Gultom dan bek gaek Sammy Pieters, termasuk 4 pemain asing anyar yakni David da Rocha, Uilian Souza da Silva, Fernando Gaston Soler dan Jose Luis Viera / Leonardo.

"2003 saya ke Persipura, sebelumnya saya di PSM Makassar, pelatih waktu itu Yudi Suryata. Saya memutuskan hijrah ke Persipura karena suka dengan tantangan dan Persipura itu adalah tim besar," ungkap Sahari Gultom saat dihubungi awak redaksi berita INDOSPORT, Senin (11/5/20).

2