Bola Internasional

Sukarno, Prestasi Timnas Indonesia dan Sepak Bola sebagai Alat Politik

Sabtu, 6 Juni 2020 16:46 WIB
Penulis: Arief Tirtana | Editor: Arum Kusuma Dewi
© Dok. pemerhati PSMS Medan/Indra Efendi
Timnas Indonesia di ajang Asian Games 1954. Copyright: © Dok. pemerhati PSMS Medan/Indra Efendi
Timnas Indonesia di ajang Asian Games 1954.
Diplomasi dan Prestasi

Di bawah pelatih Antun ‘Toni’ Pogacnik, Sukarno berharap Timnas Indonesia bisa menjadi tim yang hebat, sehingga bisa merepresentasikan nama Indonesia di dunia internasional.

Langkah awal di era Toni Pogacnik itu dimulai ketika Timnas Indonesia bisa menjadi semifinalis di Asian Games 1954 di Manila.

Selain berpartisipasi di ajang internasional, Sukarno juga sempat menggunakan sepak bola dengan Timnas Indonesia sebagai alat diplomasi politik memperkenalkan bangsa jauh ke Eropa.

Itu terjadi jelang Olimpiade 1956, ketika Sukarno mengirimkan Timnas Indonesia asuhan Toni Pogacnik untuk menjalani uji coba di Eropa Timur, Jerman, hingga Belanda.

Meski akhirnya hanya bisa meraih satu kemenangan dari 11 pertandingan uji coba yang dilakoni. Saat itu Sukarno cukup puas dengan uji coba yang dilakukan, sebab stadion hampir selalu penuh saat Timnas Indoensia bertanding.

Dan di situlah pesan persatuan dunia yang dicanangkannya, juga diplomasi politik memperkenalkan Indonesia dengan ideologi Pancasila berhasil dilakukan jauh ke tanah Eropa.

Dengan dukungan penuh Sukarno, Timnas Indonesia saat itu kemudian memang akhirnya bisa menjelma menjadi kekuatan yang menakutkan dari Asia.

Di Olimpiade 1956 misalnya. Timnas Indonesia bisa menahan imbang tim raksasa Uni Soviet yang kala itu diperkuat kiper legendaris Lev Yashin pada babak perempatfinal. Meski akhirnya di partai ulangan, harus kalah 0-4.

Begitu pun di Asian Games 1958 di Tokyo. Timnas Indonesia berhasil menarik perhatian internasional, usai mengalahkan India untuk merebut juara ketiga atau membawa pulang raihan medali perunggu.

Di tahun yang sama, perhatian kepada Timnas Indonesia juga hadir dalam ajang kualifikasi Piala Dunia. Bukan hanya dari penampilan luar biasa anak asuhan Toni Pogacnik kala itu.

Namun juga lantaran Sukarno kembali memanfaatkan Timnas Indonesia untuk menunjukkan pandangan politik persatuannya di dunia internasional, dengan menolak bertanding melawan Israel. 

Kendati sebenarnya peluang melaju ke Piala Dunia terbuka lebar andai bisa mengalahkan Israel, yang di atas kertas sebenarnya mudah dikalahkan Tim Garuda kala itu.

Satu lagi peninggalan penting Sukarno yang berkaitan dengan diplomasi politiknya dengan sepak bola, yaitu penggunaan lambang Garuda Pancasila di jersey Timnas Indonesia, alih-alih logo PSSI.

Lambang yang diharapkan Sukarno bisa menunjukan kebesaran Indonesia sebagai negara melalui olah raga sepak bola di berbagai ajang internasional yang diikutinya.