Liga Inggris

Patrick Bamford: Striker Ulung Leeds United yang Pernah Tolak Beasiswa Harvard

Sabtu, 24 Oktober 2020 10:51 WIB
Editor: Zulfikar Pamungkas Indrawijaya
© Laurence Griffiths/Getty Images
Kisah penyerang Leeds United, Patrick Bamford yang pernah menolak tawaran beasiswa dari Universitas Harvard demi menjadi pemain sepak bola profesional. Copyright: © Laurence Griffiths/Getty Images
Kisah penyerang Leeds United, Patrick Bamford yang pernah menolak tawaran beasiswa dari Universitas Harvard demi menjadi pemain sepak bola profesional.

INDOSPORT.COM – Pada pekan keenam Liga Inggris 2020/21, tim promosi Leeds United membuat kejutan dengan menumbangkan tuan rumah Aston Villa dengan skor 3-0. 3 gol tersebut semuanya dicetak oleh Patrick Bamford.

Secara mengejutkan, Aston Villa yang dalam 4 laga awalnya mampu mencetak 12 gol dan hanya kebobolan 2 gol saja, dibuat tak berdaya di Villa Park oleh Leeds racikan Marcelo Bielsa.

Secara penguasaan bola saja, Aston Villa hanya menguasai 40 persen dan Leeds menguasai 60 persen dengan total 27 tembakan. Bisa dikatakan, secara taktik, Bielsa mampu mendominasi The Villans.

Tentu kredit diberikan kepada Bielsa yang mampu mendominasi laga ini. Namun jangan lupa pula bahwa permainan yang dominan dari Leeds takkan membuahkan hasil andai Patrick Bamford tak bermain di laga ini.

Hattrick yang ia buat menjadikan Bamford pemain pertama Leeds sejak Mark Viduka (tahun 2003) yang mampu mencetak 3 gol di Liga Inggris. Sebuah catatan gemilang tentunya dari penyerang berusia 27 tahun tersebut.

Hattrick itu juga membuat catatan Bamford melesat tajam. Sejauh ini ia telah mencetak 5 gol di 6 laga Liga Inggris musim ini dan masuk dalam 3 besar daftar top skorer sementara Liga Inggris 2020/21.

Berbicara soal ketajaman Bamford tentu merupakan hal yang biasa. Sebab posisinya sebagai striker memaksanya harus memanfaatkan setiap peluang yang ada untuk mencetak gol.

Namun di balik kegarangannya bersama Leeds United ada kisah menarik di mana Bamford pernah menolak tawaran menggiurkan di saat muda kala dirinya mendapat tawaran beasiswa dari universitas sekelas Harvard.

Akan tetapi, ia memilih menggeluti dunia sepak bola sebagai kariernya dan mengenyampingkan pendidikan serta tawaran menarik dari universitas ternama. Sebuah keputusan berat tentunya baginya saat itu.

Patrick Bamford sendiri merupakan anak dari Russel Bamford, seorang pebisnis ulung di kawang Nottinghamshire. Lahir di keluarga berada, membuatnya mendapat privilege di masa kecilnya.

Pendidikan yang baik hingga les musik bak para anak konglomerat pun ia dapatkan sejak kecil. Namun entah bagaimana dirinya lebih tertarik dengan dunia sepak bola sehingga bergabung akademi Nottingham Forest di usia 8 tahun.

Keputusannya di masa muda untuk bermain sepak bola sejatinya berbeda dari keinginan sang ayah dan ibu yang tentunya ingin Bamford berkarier di luar lapangan hijau. Namun, layaknya orang tua yang suportif, ia mendapat dukungan saat pertama kali menjejakkan kakinya di rumput hijau.

“Ayah dan ibuku selalu menentukan apa yang harus kulakukan. Tapi mereka mengatakan bahwa saya bisa memulai sesuatu jika saya bisa menyelesaikannya dengan baik,” kenang Bamford.

Di awal kariernya merintis sebagai pesepak bola profesional, keputusan berat pun pernah di ambil Bamford. Mungkin keputusan ini sempat disayangkan kedua orang tuanya. Sebab, tawaran yang ia dapatkan saat itu adalah beasiswa dari Universitas Harvard.

Kecerdasan Bamford di level akademik memang telah ia dapatkan sejak menjalani pendidikan privat di rumah saat kecil. Bahkan ia mendapat nilai A untuk mata pelajaran Bahasa Prancis, Sejarah dan Biologi di level setara SMA.

Hal itu mendapat perhatian dari Harvard yang menawarinya beasiswa serta program sepak bola di Amerika Serikat. Namun, Bamford menolak tawaran menggiurkan itu untuk menandatangani kontrak profesional pertamanya bersama Nottingham Forest.

“Jaga-jaga andai semua hal tak berjalan seperti yang kuinginkan, saya mengajukan beasiswa ke berbagai universitas, dan Harvard menawari beasiswa .

“Tawaran mereka utamanya tentang program sepak bola dan juga studi bisnis. Mimpiku adalah menjadi pesepak bola. Ketika tahu ada kesempatan menjadi pemain profesional, maka tawaran Harvard hanya jadi cadangan saja,” tuturnya.

Keputusan berat yang diambilnya itu sempat mendapat balasan setimpal kala Chelsea memboyongnya pada 2012 dari Nottingham Forest. Bamford pun lantas masuk tim akademi The Blues kala itu.

Layaknya para pemain akademi, ia pun banyak dipinjamkan ke berbagai klub. Namun kehebatannya sebagai penyerang saat jalani masa peminjaman tak membuat Jose Mourinho selaku pelatih tim utama saat itu bergeming. Bahkan karena pria asal Portugal itu, mimpinya membela The Blues dan bermain di Liga Inggris di usia muda tak terwujud.

“Jose Mourinho jelas tidak memikirkan karierku. Saya ingin bertahan di Chelsea dan itu adalah rencana awal yang dikatakan mereka (manajemen klub),” curhatnya pada 2015 silam.

Setelahnya, Bamford dilepas oleh Chelsea ke Middlesbrough. Usai tampil di Liga Inggris dan terdegradasi, Bamford pun diboyong oleh Leeds United sesaat setelah Marcelo Bielsa tiba.

Mungkin Bamford sempat menyesali keputusannya menolak beasiswa dari Harvard kala dicampakkan Chelsea dan terdegradasi bersama Middlesbrough. Namun, kepindahannya ke Leeds pada 2018 lalu bisa saja menghapus lara dan penyesalannya saat tu.

Di musim 2020/21 ini, atau tepat di usianya yang ke 27 tahun, Patrick Bamford perlahan mendapat pengakuan atas keputusannya berkarier sebagai pemain profesional. Bukan tidak mungkin, suatu saat ia mendapat tawaran dari tim-tim papan atas dan mewujudkan mimpi lainnya yakni berseragam Timnas Inggris.