Liga Indonesia

Refleksi Jelang HUT ke-93 PSSI: Federasi Diminta Naikan Standar Olahraga Indonesia

Senin, 17 April 2023 23:23 WIB
Penulis: Petrus Manus Da' Yerimon | Editor: Juni Adi
© Arif Rahman/Indosport.com
Legenda Timnas Indonesia dan Persipura, Rully Nere ditemui di Lapangan Sabilulungan, Kabupeten Bandung, Senin (28/03/22). Foto: Arif Rahman/Indosport.com Copyright: © Arif Rahman/Indosport.com
Legenda Timnas Indonesia dan Persipura, Rully Nere ditemui di Lapangan Sabilulungan, Kabupeten Bandung, Senin (28/03/22). Foto: Arif Rahman/Indosport.com
Pengalaman Legenda

Arya Sinulingga mengatakan, PSSI saat ini dipimpin oleh orang yang paham akan sepak bola yakni Erick Thohir. Sosok Menteri BUMN itu adalah mantan pemilik klub Italia, Inter Milan.  

"PSSI sekarang beruntung punya Ketum kalibernya kuat. Pembinaan dia tahu dengan kaliber Italia, pemain terbaik juga tahu bagaimana negosiasinya sistem dan manajemen paham," kata anggota Exco PSSI, Arya Sinulingga dalam diskusi tersebut.

"Mudah mudahan banyak hal yg bisa dipikirkan dan konsepkan. Apalagi sekarang dia (ET) masih punya klub di Inggris, Oxford. Pak Erick liat bahwa kita masuk G20, artinya uangnya banyak. Biasanya naik level ekonomi negara, naik juga standar kualitas internasional olahraga di Indonesia," imbuhnya.

Sementara itu, Robby Darwis, yang merupakan jebolan kompetisi perserikatan dan timnas Indonesia membagikan pengalamannya sebagai pemain, terutama saat PSSI menggabungkan Galatama dan Perserikatan.

"Waktu itu masuk Persib era perserikatan pada tahun 1982 dan 1983, kelas dua SMA. Fanatisme daerahnya luar biasa cukup fantastis. Saya sering juga lihat tim Galatama ikut kompetisi yang cukup luar biasa. Waktu itu final di GBK 150 ribu," ujarnya.

"Saya juga kaget karena waktu itu masih junior. Tapi begitu masuk final dengan kapasitas itu, masuk lapangan itu tegang. Pengalaman yang saya rasakan waktu itu dari perserikatan, pemain sudah matang, topnya di situ tidak ada pemain asing, lokal semua. Penggabungan galatama dan liga itu pressure-nya cukup besar," cerita Robby.

Mantan pemain Timnas lainnya, Rully Nere pun membagikan pengalamannya.  Perserikatan zaman itu dikatakannya sangat tinggi sekali persaingannya. 

"Zaman itu kompetisinya berjalan bagus, tidak ada laga-laga tunda seperti sekarang, kemudian (kompetisinya) menghasilkan pemain-pemain yang bagus karena banyak pemain dari sebelumnya di perserikatan," tuturnya.

Di sisi lain, eks gelandang Timnas Indonesia, Firman Utina yang datang saat PSSI mulai generasi berbeda. Firman sendiri memulai karier profesional kelas 2 SMA saat Liga masih dibagi dua wilayah, tahun 1999/2000. 

"Saya masih di Persma Manado, waktu itu saya masih muda jadi belum diikat secara profesional, umur saya masih 16 atau 17 tahun, jadi gaji itu hanya seperti uang 'permen', buat jajan," ucapnya.

"Setelah lulus, saya ke Persita tahun 2001, di sana empat tahun sebelum ke Arema dua tahun, terus balik ke Persita. Setelah itu saya ke Pelita Jaya, Persija. Saya lalu ke Sriwijaya FC dua tahun, setelah itu di Persib sampai 2015, kemudian tahun 2015 itu gonjang-ganjing liga ya pengalaman itu membuat saya menjadi lebih dewasa," papar Firman memungkasi.