Kisah Sunoto, Petarung MMA yang Amat Mencintai PSIS dan Persebaya

Selasa, 28 Juli 2020 18:05 WIB
Penulis: Nadia Riska Nurlutfianti | Editor: Indra Citra Sena
© J Gerard Seguia/Pacific Press/LightRocket via Getty Images
Sunoto, wakil Indonesia di One Championship 2019 Copyright: © J Gerard Seguia/Pacific Press/LightRocket via Getty Images
Sunoto, wakil Indonesia di One Championship 2019

INDOSPORT.COM – Petarung Mixed Martial Arts (MMA), Sunoto, mengaku bahwa dirinya di masa lalu sangat mencintai klub Liga 1, PSIS Semarang dan Persebaya Surabaya.

Sama halnya dengan olahraga bela diri, ‘The Terminator’ Sunoto tersebut mengungkapkan bahwa dunia sepak bola selalu ada di hatinya. Pasalnya, dunia si kulit bundar selalu menemaninya di masa lalu.

Melansir dari laman ONE FC, petarung berusia 35 tahun ini masa remajanya diwarnai saat sepak bola Indonesia tengah bergeliat dan bertransisi menuju era profesional, yang ditandai dengan meleburnya Galatama dan Perserikatan.

Kala itu lub-klub tradisional dari Perserikatan bertransformasi dan mulai mengepakkan sayap bisnis mengikuti perkembangan zaman, namun ikatan erat antara klub dan daerah tempat bermukim tetap tak berkurang.

Tumbuh Sebagai Penggemar PSIS dan Persebaya

Sunoto, yang tumbuh di Blora, Jawa Tengah yang juga sebagai kampung halamannya tersebut mengikuti perkembangan sepak bola nasional, terutama PSIS Semarang dan menjadi Panser Biru, julukan penggemar tim terbesar di Jawa Tengah.

“Saya dulu mengikuti perkembangan sepakbola nasional. Karena saya berasal dari Jawa Tengah, saya dulu senang sama PSIS Semarang, klub ibu kota provinsi,” ujar Sunoto.

“Saya ingat masa emas PSIS saat jadi juara liga dengan mengalahkan Persebaya Surabaya di final lewat gol tunggal menit akhir dari Tugiyo.” jelasnya.

Beranjak dewasa, ia mulai mengadu nasib hidupnya di Surabaya, yang juga menjadi titik awal serta saksi perkembangan karienrya di dunia seni bela diri. Jarak bak menjadi pemisah kedekatannya dengan PSIS, kemudian ia secara perlahan mulai mencintai PersebayaSurabaya.

“Saya ke Surabaya pada awal tahun 2000-an. Dari situ saya jadi ikutin perkembangan Persebaya dan jadi Bonek (sebutan bagi pendukung Persebaya), karena saya sering lewat Stadion Tambaksari (Gelora 10 November) yang selalu ramai,” tuturnya.

Ia mengaku bahwa dirinya kerap menyaksikan pertandingan sepak bola melalui televisi di sebuah warung kopi, saat tak bisa berkunjung ke stadion. Sunoto juga mengatakan bahwa menoton di stadion memberikan pengalaman atmosfer yang lebih baik ketimbang di layar kaca.

“Sekarang memang lebih enak nonton di TV karena nyaman dan tinggal nonton sambil bersantai. Tapi di stadion, atmosfer lebih dapat," jelas Sunoto.

Sama kayak suasana nonton laga bela diri campuran di TV. Semua atmosfer saat nonton langsung memang tak bisa digantikan, apalagi bonus nonton koreografi suporter,” tukasnya.