In-depth

Setengah Hatinya Indonesia Hadapi SEA Games 2019: Kisruh Pendanaan Sampai Panggung Atlet Junior

Senin, 2 Desember 2019 19:18 WIB
Penulis: Prio Hari Kristanto | Editor: Arum Kusuma Dewi
© Grafis: Indosport.com
Polemik pendanaan SEA Games 2019. Copyright: © Grafis: Indosport.com
Polemik pendanaan SEA Games 2019.

INDOSPORT.COM - Perhelatan multi-event SEA Games 2019 akhirnya resmi dibuka pada 30 November 2019 kemarin. Pesta olahraga Asia Tenggara edisi ke-30 ini dijadwalkan bergulir pada 30 November-11 Desember 2019 di Filipina.

Meski ini merupakan perhelatan multi-event terbesar di Asia Tenggara, ternyata persiapan yang dilakukan Indonesia tidak maksimal.

Hal itu terlihat jelas dimulai dari minimnya sokongan dana yang dikucurkan pemerintah untuk olahraga tahun 2019 ini.

Berbeda dengan anggaran tahun 2018, di tahun 2019 ini pemerintah mengerem pengeluaran di sektor olahraga termasuk dana pelatnas SEA Games.

Pada 2018 lalu, Kemenpora jor-joran dalam APBN yang mana mendapatkan nilai sebesar Rp5,03 triliun. Angka besar ini diperuntukkan untuk persiapan Indonesia menyelenggarakan Asian Games 2019.

Sementara di tahun 2019 ini, APBN Kemenpora hanya tembus sebesar Rp1,95 triliun pasca disetujui Komisi X DPR RI. Sebesar Rp986 miliar mesti dialokasikan untuk Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga.

Sedangkan pagu anggaran Kemenpora untuk 2020 ialah Rp1,4 triliun atau bisa dikatakan semakin menurun dari tahun-tahun sebelumnya.

Minimnya Dana Pelatnas SEA Games

Menurunya anggaran APBN berujung pada terbatasnya dana pelatnas SEA Games. Pada 2019 ini Kemenpora mengumumkan dana pelatnas sebesar sekitar Rp500 miliar.

Jumlah Rp500 miliar ini masih harus dipotong untuk National Paralympic Committee (NPC) sehingga dana bersih untuk Pelatnas SEA Games 2019 hanya Rp273 miliar.  Jumlah ini lebih rendah ketimbang pelatnas tahun lalu yang mendapat dana bersih mencapai lebih dari Rp500 miliar.

Minimnya anggaran dari pemerintah pun berimbas pula pada persiapan atlet-atlet jelang SEA Games 2019. Kemenpora menjadi lebih selektif dalam memberikan dana ke cabor.

Banyak dari PB yang mendapatkan dana jauh lebih kecil dari proposal yang diajukan. Misalnya saja Pengurus Besar Ikatan Sport Sepeda Indonesia (PB ISSI).

PB ISSI mengajukan anggaran sebesar Rp63 miliar, namun hanya disetujui 10 miliar untuk mencakup tiga disiplin, yakni BMX, road race, dan trek.

Terbatasnya dana persiapan SEA Games juga dirasakan oleh cabang-cabang lumbung emas Indonesia di SEA Games 2019.

Misalnya cabang olahraga atletik. Sekretaris Jenderal PASI (Persatuan Atletik Seluruh Indonesia), Tigor Tanjung, mengungkapkan bahwa pihaknya juga merasakan minimnya dana pemerintah untuk persiapan SEA Games.

Atletik sendiri menerima dana Rp7,7 miliar dari Kemenpora. Dana Rp7,7 miliar itu tak hanya dipakai untuk SEA Games tetapi harus dibagi juga untuk kualifikasi Olimpiade. Padahal pada proposal pengajuan anggaran, PB PASI mengusulkan Rp20 miliar.

Dana itu pun baru bisa digunakan bulan Mei-Desember, sementara atletik sudah mengikuti berbagai kejuaraan sejak bulan Februari.

PB PASI mengaku sudah memperkirakan hal tersebut lantaran dana APBN untuk olahraga tahun ini terbilang kecil. Pihaknya pun enggan berharap banyak.

"Seperti Anda tahu kan sebenarnya dari APBN sendiri dana yang dialokasikan bagi olahraga masih sangat kecil. Jadi kita capek juga kalau terus-terusan (meminta kecukupan anggaran)," ujar Tigor saat dihubungi INDOSPORT, Selasa (26/11/19).

Padahal pada SEA Games 2017 lalu atletik  menyumbang medali paling banyak dengan lima medali emas, tujuh perak, dan tiga perunggu.

Hal yang sama juga dirasakan oleh PP PELTI (Persatuan Lawn Tenis Indonesia). Tenis adalah salah satu cabang unggulan Tanah Air. Menurut PELTI, dana yang diberikan pemerintah untuk SEA Games masih belum sesuai.

"Ya kita kalau ngomong ideal susah," kata manajer tim sekaligus Waketum PP PELTI, Sutikno Muli, saat dihubungi INDOSPORT, Selasa (26/11/19). 

Oleh karena keterbatasan ini, PELTI pun mesti selektif dalam mengikuti turnamen-turnamen di berbagai tempat.

"Tour dan segalanya itu kan membutuhkan biaya yang banyak ya. Jadi kita sesuaikan dengan dana yang ada. Kita maksimalkan."

Bahkan, ketatnya dana bantuan pemerintah juga dirasakan oleh cabang paling diandalkan Tanah Air, yakni bulutangkis.

Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PBSI, Susy Susanti, mengungkapkan hal ini ketika dihubungi INDOSPORT, Selasa (26/11/19).

"Pemerintah untuk dukungan dana kayaknya masih kurang. Malah yang saya denger tambah dikurangi lagi," ujar Susy.

Bulutangkis terbilang lebih beruntung karena memiliki dana sendiri untuk menyelenggarakan pelatnas yang lebih ideal. Pada SEA Games Filipina ini PBSI menargetkan minimal dua medali emas sama seperti SEA Games Malaysia 2017 lalu.

Sementara itu, dari cabor tenis ditargetkan ada dua medali emas dari lima nomor yang dipertandingkan. Sedangkan cabor atletik menargetkan empat medali emas di SEA Games 2019. 

Berbeda dengan atletik, tenis, atau pun bulutangkis, cabor layar (sailing) bahkan terpaksa harus lebih selektif dalam mengirim atlet untuk nomor-nomor tertentu demi menjaga kecukupan anggaran.

“Ya dicukup-cukupi. Makanya kita selektif enggak semua kelas kita ikuti,” ujar Waketum I PORLASI, Othniel Mamahit.

Kemenpora pun memberikan tanggapannya atas hal ini. Menurut Sekjen Kemenpora, Gatot S. Dewa Broto, pihaknya mengakui dana pelatnas SEA Games tahun 2019 ini memang kecil.

Kemenpora mengaku tak ada pilihan lain karena sudah tertuang dalam APBN. “Ya kalau kita maunya gede ya karena tahun yang lalu itu Rp735 miliar kemudian dikurangi untuk NPC sekitar Rp500 lebih (pelatnas 2018),” ujar Gatot ketika ditemui di Gedung Kemenpora, Jakarta, (29/11/19).

Gatot pun mengimbau kepada PB-PB untuk tak bergantung sepenuhnya kepada APBN dan meminta mereka mencari sumber-sumber pendanaan lainnya.

Beruntung, sebagian PB sudah berinisiatif untuk mencari dana tambahan sendiri. Salah satunya seperti yang dilakukan PP PELTI.

"PB juga enggak boleh cengeng. Jadi kita juga harus selalu kerjasama dengan phak ketiga, sponsor. Baik itu (untuk) bikin turnamen. Supaya atlet-atlet kita lebih bisa bersaing." ujar Waketum PP PELTI, Sutikno.

Macetnya Pencairan Dana Pelatnas

Tak hanya minim, dana pelatnas juga berulangkali mengalami kendala dalam proses pencairan. Proposal pengajuan anggaran dari induk olahraga bolak-balik mesti direvisi.

Cabor-cabor pun terpaksa telat memanggil atlet menunggu dana dicairkan oleh Kemenpora pertengahan tahun ini.

Cabor catur bahkan pada Agustus lalu harus mengentikan pelatnas karena dana yang belum cair. Begitu juga dengan Wushu yang sempat mengeluhkan pencairan tahap kedua anggaran pelatnas sebanyak 30 persen pada awal November lalu.

Menurut Sekjen Kemenpora, Gatot S. Dewa Broto, lambatnya pencairan dana pelatnas disebabkan oleh keterlambatan cabor dalam pengiriman proposal pengajuan dana pelatnas.

Dalam menentukan dana untuk PB, Kemenpora membaginya ke dalam empat klaster. Klaster pertama adalah cabang yang beberapa tahun terakhir berprestasi di level Olimpiade seperti bulutangkis dan angkat besi.  

Klaster kedua adalah yang berprestasi di Asian Games, klaster ketiga di SEA Games, dan klaster empat yang belum pernah meraih prestasi internasional.

Tarik-Menarik Dana Kontingen

Persoalan perihal pendanaan juga merembet ke anggaran kontingen Indonesia di SEA Games 2019. Semula, pada Juli 2019 pemerintah hanya bersedia mengucurkan dana sebesar Rp47 miliar. Dana ini jelas tidak cukup untuk mengakomodir kontingen Indonesia.

Jumlah ini memang lebih besar dari anggaran kontingen SEA Games 2017 lalu yang sebesar Rp30,5 miliar. Namun saat itu Indonesia hanya mengikuti 36 cabang dengan 616 atlet.

Sementara di Filipina, Merah Putih akan bertanding di 52 cabang dengan keseluruhan kontingen berjumlah 1.303 orang. Dari jumlah itu, ada 841 di antaranya adalah atlet, 256 pelatih dan ofisial, dan sisanya adalah manajer, ofisial mandiri, ekstra ofisial, plus headquarter.

Setelah dikalkulasi, jumlah Rp47 miliar ini hanya cukup untuk memberangkatkan sekitar 800 atlet yang artinya seluruh ofisial harus berangkat mandiri.

Pada bulan Oktober, KOI pun mengajukan proposal kenaikan anggaran menjadi Rp64 miliar dari total Rp67 miliar yang dibutuhkan dengan asumsi sebesar tiga miliar sisahnya ditutup dari uang sponsor. 

Setelah menunggu lama, akhirnya pada 20 November 2019 Kemenpora secara resmi menaikan jumlah anggaran SEA Games 2019 menjadi 59,6 miliar dalam sebuah MoU dengan pihak KOI. 

Sekjen Kemenpora, Gatot S. Dewabroto, mengakui pihaknya masih memiliki anggaran tersisa yang bisa digunakan untuk merevisi anggaran kontingen.

"Rupanya kami ada anggaran yang tidak digunakan dan akhirnya bisa menambahkan di situ, Tapi kalau permintaan mereka (KOI) kan 64 menjadi 67 dan kami enggak bisa memenuhi semua," ujar Gatot.

Penyetujuan anggaran ini sendiri tergolong mepet apalagi dana baru bisa dicirkan lima hari sejak penandatanganan MoU yang mana kurang dari seminggu sebelum pembukaan SEA Games.

Rupanya hal tersebut tidak dianggap sebagai masalah oleh Kemenpora. Menurut Gatot, ada dana talangan dari NOC.  "Oh enggak apa. Kan ada ditalangin oleh NOC dulu," ujar Gatot.

Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Raja Sapta Oktohari, mengapresiasi kucuran dana dari pemerintah. Namun begitu, pihaknya mengaku tetap harus kerja keras mencari dana tambahan.

Untuk menutup kebutuhan sekitar Rp7 miliar, pihaknya harus menggandeng pihak ketiga melalui kerjasama sponsorship.

"Semaksimal mungkin kita efisiensikan budgetnya. Terus kita usahakan kita libatkan juga dari pihak ketiga, kerjasama-kerjasama," ujar Raja Sapta ketika dihubungi, Kamis (21/11/19).

Beruntung, dana yang diperlukan kini sudah tertutupi berkat kehadiran sejumlah sponsor. Menurut Ketua Kontingen Indonesia, Harry Warganegara, saat ini KOI mendapat suntikan dana sponsor di antaranya dari Gojek dan Walls.

"Sponsor itu dari Gojek ada, dari Walls ada, Jumlahnya itu kalau dari Gojek ada 2,5 miliar. Kemudian dari Walls ada 1,5 miliar (dari total Rp5 miliar)," ujarnya.

SEA Games 2019 Bukan Prioritas

Sebagai negara terbesar di Asia Tenggara sekaligus pemegang 10 titel juara umum SEA Games, Indonesia nyatanya tak menargetkan juara umum di SEA Games 2019.

Pemerintah menargetkan 54 medali emas dari 841 atlet yang bertarung di 424 nomor pertandingan. Dengan hitungan ini, maka Indonesia hanya diharapkan tembus di empat besar.

Target empat besar di edisi ke-30 ini tak berbeda dengan SEA Games 2017 silam di mana Indonesia pada akhirnya harus puas duduk di posisi kelima.

Dengan anggaran yang terbatas serta target yang terbilang rendah untuk ukuran Indonesia, maka SEA Games 2019 pun terkesan tidak menjadi prioritas utama bagi pemerintah.

Hal ini tidak ditampik oleh Kemenpora. Menurut Gatot S. Dewa Broto, ada alasan mengapa Indonesia tak turun dengan kekuatan penuh di SEA Games 2019 ini.

Menurut Gatot, saat ini target prestasi Indonesia adalah di Olimpiade dan Asian Games. SEA Games saat ini dianggap sebagai ajang perantara.

Hal yang sama juga diamini oleh Ketua KOI, Raja Sapta Oktohari. Menurut Raja, SEA Games bukanlah patokan Indonesia saat ini.

"Kalau dibilang patokannya di SEA Games ya salah, patokan tuh minimal Asian Games," kata Raja.

Raja pun menyebut SEA Games 2019 sebagai ajang pesta olahraga regional. Menurutnya, Filipina sebagai tuan rumah tentu akan mengincar juara umum.

"Jadi kalau yang namanya pesta kan semua harus senang-senang. jadi cabornya-cabornya juga semua ikut," katanya.

Berangkat dari hal tersebut, Kemenpora pun mengimbau agar pada SEA Games 2019 ini induk-induk olahraga menurunkan pemain-pemain junior/muda.

Atlet Junior Jadi Tulang Punggung

Pada SEA Games Filipina 2019, Indonesia menurunkan kurang lebih 60 persen atlet junior yang dikombinasikan dengan 40 persen atlet senior. Maka jangan berharap banyak Indonesia bisa tiga besar apalagi juara umum.

Cabang-cabang unggulan Tanah Air juga ikut menurunkan banyak pemain muda. Misalnya saja tenis lapangan. Di cabor tenis, ada sekitar 40 persen atlet yang masih berusia sangat muda. 

"Atlet kita lima putra dan lima putri. Juniornya yang paling muda ada 17 tahun dan 18 tahun. Kemudian ada 20 tahun. Mungkin jumlahnya 40 persen," ujar Waketum PP PELTI, Sutikno Muliadi.

© Humas PBSI
Jonatan Christie di laga bulutangkis beregu putra SEA Games 2019. Copyright: Humas PBSIJonatan Christie di laga bulutangkis beregu putra SEA Games 2019.

Regenerasi juga terjadi di cabor bulutangkis. Pada SEA Games 2019 ini Indonesia tak menurunkan dua pasangan ganda putra terbaik, Kevin/Marcus dan Ahsan/Hendra. Sebagai gantinya, PBSI menempatkan Fajar/Rian dan Wahyu/Ade di sektor ganda putra.

Di sektor tunggal putra perorangan, Indonesia mengandalkan Shesar Hiren Rhustavito dan Firman Abdul Kholik.

Di cabang atletik, PB PASI juga memutuskan untuk menurunkan pemain muda yang membutuhkan jam terbang. Sebagai cabang yang sering menyumbang banyak medali emas ini, PB PASI memutuskan untuk tidak menurunkan Lalu Muhammad Zohri.

Walau masih belia, Lalu Muhammad Zohri diminta untuk fokus pada Olimpiade Tokyo 2020.

"Tapi memang tahun ini ada perubahan sedikit karena kan diminta supaya kita mengutamakan atlet-atlet muda. Jadi kita misalnya tidak akan menurunkan Lalu Muhammad Zohri," ujar Sekjen PB PASI, Tigor Tanjung.