8 Pebulutangkis Indonesia Terlibat Match Fixing, Ini Tanggapan PBSI

Jumat, 8 Januari 2021 17:05 WIB
Penulis: Ade Gusti | Editor: Indra Citra Sena
© indosport
Logo PBSI. Copyright: © indosport
Logo PBSI.

INDOSPORT.COM - Asosiasi Bulutangkis Indonesia (PBSI) memberikan tanggapan terkait dengan laporan BWF yang mengklaim bahwa delapan pebulutangkis tanah air terlibat pengaturan skor atau match fixing.

Kasus tersebut diumumkan melalui laman resmi BWF pada hari ini, Jumat (8/1/21). Ada dua kasus yang diungkap, kasus pertama tentang delapan pebulutangkis Indonesia yang terlibat match fixing.

Delapan pemain itu terlibat dalam tindakan pengaturan skor atau tindakan ilegal lain, di antanya mengatur pertandingan dengan sengaja mengalah, memanipulasi hasil pertandingan, mengatur hasil pertandingan, dan bertaruh uang dengan berjudi.

Sedangkan kasus kedua tentang warga negara Malaysia yang menawarkan pengaturan skor kepada pebulutangkis Internasional.

Menyikapi berita dari BWF tersebut, PBSI melalui Kepala Bidang Humas dan Media PP PBSI, Broto Happy, menegaskan bahwa delapan pemain yang dihukum BWF tersebut bukanah pemain Pelatnas.

“Bisa dipastikan, delapan pemain yang dihukum BWF tersebut adalah bukan pemain penghuni Pelatnas PBSI di Cipayung, Jakarta Timur," tegas Broto Happy.

Ketika mereka melakukan tindakan yang mencederai sportivitas pada 2015 hingga 2017, kedelapan pemain tersebut juga tidak berstatus sebagai pemain tim nasional penghuni Pelatnas Cipayung.

Selanjutnya, PBSI juga mengutuk perbuatan terceta tersebut yang telah mencederai nilai-niai luhur olahraga yang seharusnya dijunjung tinggi oleh setiap atlet, seperti sportivitas, fair play, respek, jujur dan adil.

Dalam laporan BWF sendiri terungkap bahwa delapan atlet yang dimaksud adalah Hendra Tandjaya, Ivandi Danang, Androw Yunanto, Sekartaji Putri, Mia Mawarti, Fadilla Afni, Aditya Dwiantoro, dan Agripina Prima Rahmanto Putra.

“Tiga dari mereka ditemukan telah melakukan koordinasi pengaturan skor kepada orang lain dan harus diskors dari kegiatan bulutangkis seumur hidup. Sedangkan lima orang lainnya diskor 6-12 tahun dan membayar denda antara 3.000-12.000 dolar AS,” ungkap BWF.

Jumlah pelanggaran terberat ditemukan pada Hendra Tandjaya lantaran sudah melakukan match fixing sejak 2015 hingga 2017.

Mantan partner Marcus Fernaldi Gideon di ganda putra, Agripina Prima Rahmanto Putra juga ikut terlibat hingga harus diskors selama enam tahun dan membayar denda 3.000 dolar AS (sekitar Rp41,94 juta).

Meski demikian, kedelapan atlet bulutangkis Indonesia itu berhak mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) atas hukuman yang telah ditetapkan BWF.