Koreksi Insiden di SUGBK, Menuju Sepakbola Damai
Sepakbola masih menjadi komoditi utama olahraga di Indonesia. Pada tahun 2010, Kompas menyebut bahwa setidaknya 54 persen penduduk Indonesia merupakan penggemar sepakbola.
Jumlah ini membuat Indonesia menjadi negara dengan suporter bola terbanyak se Asia Pasifik. Namun, kondisi ini tidak dibarengi dengan kultur yang matang dari para fans.
Tidak jarang rasa primordial atau gengsi kedaerahan mengiringi kecintaan mereka terhadap klub tercinta. Lihat bagaimana perseteruan The Jakmania dengan Bobotoh atau Bonek dengan Aremania.
Percikan ini seringkali akhirnya berujung pada kontak fisik. Pada fase inilah muncul respek minor dari masyarakat.
Rombongan pendukung yang datang ke stadion seringkali dianggap gangguan bagi warga. Padahal cara ini merupakan perwujudan kecintaan mereka pada klub yang didukung.
Wadah komunitas juga hendaknya segera merangkul seluruh insan pendukung. Agar para fans lebih mendapat edukasi soal ketertiban dan keamanan saat menyaksikan pertandingan.
Para pendukung juga diharapkan mampu meminggirkan pola kekerasan dalam dukungan mereka. Sepanjang bulan Mei 2016, tercatat setidaknya ada lima insideng bentrokan suporter.
Dua orang pendukung telah menjadi korban fanatisme suporter. Muhamad Fahreza, anggota The Jakmania yang tewas usai insiden di Jakarta dan Stanislaus Gandhang Deswara yang tewas saat insiden di Gresik.