In Depth Sports

Boaz Solossa, Patah Kaleng, dan Jaminan Bakat Papua untuk Indonesia

Selasa, 29 November 2016 06:00 WIB
Editor: Rizky Pratama Putra
 Copyright:
Patah Kaleng Nama Rahasia Itu

Skill mentereng menjadi salah satu keunggulan para pemain Papua. Sejak era Dominggus Waweyai, Rully Nere, Noah Meriem, Elie Aiboy, Boaz Solossa, dan Patrich Wanggai dikenal dengan skill individu mereka.

Kemampuan ini seolah menjadi bakat alamiah yang dimiliki para pemuda ini. Namun, ternyata ada tradisi yang memungkinkan mereka mampu dominan terhadap penguasaan bola secara individu.

Sebuah permainan rakyat bernama patah kaleng menjadi rahasianya. Patah Kaleng, dinamakan demikian lantaran menggunakan kaleng sebagai salah satu alat permainan.

Salah satu aksi pemuda Papua saat memainkan permainan patah kaleng.

Kaleng tersebut digunakan sebagai pengganti gawang. Permainan ini tak ubahnya seperti sepakbola namun tanpa aturan yang sempurna.

Lapangan yang digunakan pun menyesuaikan banyaknya pemain yang ikut serta. Benar-benar fleksibel!

Permainan ini bisa dilakukan hanya dengan 2-3 orang dengan lapangan kecil, ataupun dengan 5-10 orang pada lapangan yang lebih besar. Sebuah kesepakatan akomodatif komunal yang memberi kesempatan siapa saja untuk unjuk kemampuan.

Mereka akan saling mengenai kaleng yang diletakan di ujung lapangan untuk mencetak angka bagi tim masing-masing. Segala cara akan dilakukan dengan upaya 'menggoreng', sebuah istilah ala Papua untuk menggocek pemain lawan.

Inilah yang menjadi candradimuka bagi para bocah Papua untuk mencari celah dalam mengembangkan bakat individual mereka. Biasanya si 'Raja Goreng', seorang yang punya kemampuan individu lebihlah yang akan diplot sebagai kapten atau pemimpin sebuah tim.

Pertandingan Patah Kaleng juga semakin seru, karena bisa bersambung. Meski tidak ada aturan waktu permainan, tapi pertandingan bisa diselesaikan untuk ditunda.

Besoknya, ketika pertandingan dilanjutkan, skor akan dimulai dengan posisi angka sebelumnya. Misalnya tim A unggul 3-2 atas tim B pada laga sebelumnya.

Maka pada pertandingan berikutnya, skor akan dimulai dari angka 3-2 untuk tim A. Terus berlanjut hingga ada tim yang menyerah.

Permainan patah kaleng menjadi hal yang biasa dimainkan anak-anak Papua untuk mengasah teknik sepakbola mereka.

Hal ini membuat skor pertandingan bisa mencapai angka yang tidak terhingga. Namun, hal inilah yang menjadi motivasi anak-anak Papua untuk tampil ngotot dan kompetitif.

Situasi ini menjadi salah satu bekal bagi para pemuda Papua saat beranjak dewasa. Modal teknik yang terasah, dibumbui dengan semangat pantang menyerah, dan berusaha untuk lebih maksimal dalam sebuah pertandingan telah mengakar sejak dini.

Meski tidak banyak yang mengetahui sejak kapan olahraga tradisional ini bermulai, namun Patah Kaleng terlanjur menjadi katalisator awal bagi para pemain muda Papua untuk berkompetisi secara setengah matang.

Lalu, saat sebagian besar bocah Papua memanfaatkan kaleng sebagai sarana sederhana mereka dalam bersepakbola, PSSI hari ini belum memiliki formulasi untuk pengembangan bakat muda sejak dini.

Bayangkan, jika saja bakat para 'Raja Goreng' tersentuh lebih cepat oleh pemandu bakat yang kita ketahui sama sekali tak dimiliki oleh klub-klub Indonesia, bukan tidak mungkin mereka mampu bersaing dengan sepakbola jalanan Brasil yang menelurkan bakat sekelas Pele, Zico, dan Neymar di Brasil.

2.6K