Liga Champions

Roger Federer Alasan di Balik Gelar Liga Champions Manchester United 2007/08

Selasa, 4 Juni 2019 15:26 WIB
Penulis: Fuad Noor Rahardyan | Editor: Theresia Ruth Simanjuntak
© Mirror.co.uk
Nani, Cristiano Ronaldo, dan Carlos Tevez saat membawa Manchester United juara Liga Champions 2007/08. Copyright: © Mirror.co.uk
Nani, Cristiano Ronaldo, dan Carlos Tevez saat membawa Manchester United juara Liga Champions 2007/08.

INDOSPORT.COM – Roger Federer menjadi alasan kesuksesan Manchester United di Liga Champions musim 2007/08. Rene Meulensteen, staf pelatih tim utama The Red Devils kala itu, menyebutkan bahwa pemain Manchester United dilatih untuk memiliki mental seperti Federer.

“Saya adalah penggila olahraga tenis dan saya adalah penggemar Federer berkat caranya mengontrol emosi,” ujar Meulensteen dilansir dari situs sepak bola Planet Football.

Pelatih asal Belanda itu mengatakan bahwa Federer bisa mengeluarkan permainan terbaiknya jika dibutuhkan, terutama di poin-poin kritis. Hal tersebut kemudian ia sampaikan ke para penggawa The Red Devils yang masih diperkuat Cristiano Ronaldo.

“Dalam kejuaraan grand slam, Federer bisa menang di set pertama lalu kalah di dua set berikutnya. Namun, ketika keadaan semakin kritis dan memasuki match point, Federer bisa menaklukkan lawannya karena ia begitu fokus untuk meraih kemenangan,” ucap Meulensteen.

Mentalitas itu terbukti di partai final. Man United diimbangi oleh Chelsea lewat gol Frank Lampard pada menit ke-45 setelah unggul terlebih dahulu lewat gol sundulan Ronaldo pada menit ke-26. Namun, The Red Devils tetap menjaga permainannya dan tak gentar. Jika diibaratkan dalam tenis, ini adalah kedudukan 15-15.

Laga tersebut harus berlanjut ke babak perpanjangan waktu karena tak ada lagi gol tercipta. Menurut Meulensteen, peluang kemenangan laga tersebut sempat terbuka lebar ketika Didier Drogba terkena kartu merah pada menit ke-116. Namun, kedudukan ’40-30’ untuk United ini tak berhasil dimanfaatkan dan harus memasuki deuce alias adu penalti.

Ketika memasuki adu penalti, semua penggawa The Red Devils tampak sebisa mungkin hanya fokus untuk memenangkannya.

Meulensteen menerangkan bahwa kondisi itu sangat berlawanan dengan Chelsea, terutama ketika John Terry maju sebagai penendang kelima. Terry terlihat tak tenang dan pada akhirnya gagal menjalankan tugasnya.

Meulensteen mengatakan bahwa eksekutor United seperti Anderson, Nani, dan Ryan Giggs malah berhasil menjalankan tugasnya karena bisa fokus terhadap sepakannya sendiri.

“Terry berpikir bahwa penalti tersebut adalah tentang dirinya. Jika masuk dan Chelsea juara, ia pasti berpikir itu berkat dia. Namun, jika gagal, orang-orang bakal menyalahkannya. Sepertinya, gara-gara itu, Terry kehilangan fokus dan malah terpeleset,” ucap Meulensteen.

Adapun momen match point terjadi ketika penjaga gawang Edwin van der Sar menghadapi Nicolas Anelka yang maju menjadi eksekutor ketujuh Chelsea. Meulensteen memberi kesaksian di benaknya kala itu bahwa apa pun yang terjadi, sang kiper pasti akan berusaha menyelamatkannya. Hal itu pun terjadi.

“Itu adalah momen ‘Federer’ bagi van der Sar. Ia akan melakukan segala cara demi meraih kemenangan. Benar saja, ketika kami menjuarai Liga Champions dan merayakan euforianya bersama semua anggota klub, kami merasakan sesuatu yang fantastis,” tutup Meulensteen, mengenang cerita fantastis Manchester United.