In-depth

Persija vs Persib, Rivalitas Tanpa Latar Belakang Panjang dan Berbobot

Selasa, 9 Juli 2019 16:05 WIB
Editor: Indra Citra Sena
© Hery Ibrahim/Eli Suhaeli/INDOSPORT
Persija Jakarta vs Persib Bandung berlangsung di SUGBK, Rabu (10/7/19). Copyright: © Hery Ibrahim/Eli Suhaeli/INDOSPORT
Persija Jakarta vs Persib Bandung berlangsung di SUGBK, Rabu (10/7/19).

INDOSPORT.COM - "Pertandingan Persija Jakarta kontra Persib Bandung itu bukan el clasico-nya Indonesia." Pernyataan ini sempat keluar dari seorang legenda hidup sepak bola Tanah Air yang diketahui kini masih aktif bermain, Bambang Pamungkas.

Bepe, sapaan akrab Bambang, barangkali terpancing mengeluarkan unek-uneknya untuk membantah anggapan sebagian pecinta sepak bola nasional soal laga Persija vs Persib yang kerap disebut sebagai el clasico-nya Liga Indonesia.

El clasico, yang secara harfiah berarti klasik, merupakan istilah sepak bola untuk sebuah pertandingan akbar dalam suatu kompetisi level elite, terutama di daratan Eropa selaku kiblatnya olahraga bal-balan.

Di Spanyol, el clasico berlaku untuk duel Real Madrid vs Barcelona. Beda lagi di Jerman (Bayern Muenchen vs Borussia Dortmund), Italia (Juventus vs Inter Milan), Inggris (Manchester United vs Liverpool), Portugal (FC Porto vs Benfica), Prancis (PSG vs Marseille), serta Belanda (Ajax vs Feyenoord).  

Umumnya, rivalitas klasik di Eropa memiliki latar belakang prestasi. Kedua tim yang bertarung pasti terlibat persaingan ketat dalam hal perolehan gelar domestik dan seringkali dipertemukan di fase-fase krusial kompetisi, contohnya final turnamen.

Indikator lain, rivalitas klasik berkaitan erat dengan faktor sejarah di luar sepak bola, seperti el clasico Spanyol. Pendukung Barcelona yang notabene warga Catalan sangat bertentangan dengan suporter Real Madrid yang berasal dari ibu kota Negeri Matador.

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by TABLOID BOLA (@tabloid_bola) on

Semangat kedaerahan Catalan (anti-kerajaan) berbenturan dengan orang-orang Madrid (pro-kerajaan). Kondisi ini terus mewarnai el clasico, bahkan sampai ada aturan tak tertulis tentang cap judas (pengkhianat) terhadap setiap pemain yang menyeberang, entah dari Barcelona ke Madrid atau sebaliknya.   

Mengacu pada penjelasan di atas, sangat wajar bila Bepe gerah dengan sebutan el clasico Indonesia yang kerap disematkan buat laga Persija Jakarta kontra Persib Bandung. Kedua tim mungkin berstatus raksasa di kancah sepak bola nasional, bahkan sejak era Perserikatan (1931-1994).

Namun, satu fakta yang bisa membantah sebutan el clasico Indonesia adalah perjalanan sejarah Persija Jakarta dan Persib Bandung. Kedua tim ini jarang terlibat persaingan langsung dalam perebutan gelar, terlebih laga-laga penentuan juara.

Di era Perserikatan, Persija dan Persib sama sekali tidak pernah bertemu di partai final. Rival Macan Kemayoran yang kerap saling sikut di klimaks kompetisi adalah Persebaya Surabaya (1977/78, 1987/88) dan PSMS Medan (1975, 1978/79), sedangkan musuh sejati Maung Bandung yaitu PSMS (1966/67, 1983, 1985) dan PSM Makassar (1965/66, 1991/92, 1993/94).  

"Final Perserikatan 1985 di Stadion Utama Senayan disaksikan sekitar 150.000 penonton. Sebuah rekor paling tinggi sepanjang sejarah. Atas dasar inilah saya kira laga klasik itu ya Persib lawan PSMS, bukan Persija vs Persib," tulis Bepe di situs pribadinya tahun lalu.