In-depth

Dari Titik Nadir ke Puncak, Perjuangan 4 Pemain Paling Senior Tira-Persikabo

Sabtu, 10 Agustus 2019 13:05 WIB
Penulis: Luqman Nurhadi Arunanta | Editor: Indra Citra Sena
© INDOSPORT/Zainal Hasan
Manahati Lestusen, pemain Tira-Persikabo Copyright: © INDOSPORT/Zainal Hasan
Manahati Lestusen, pemain Tira-Persikabo

INDOSPORT.COM - Dominasi klub Tira-Persikabo di Liga 1 2019 tidak lepas dari dedikasi dan perjuangan tanpa pamrih dari empat pemain seniornya.

Sejak pertama mentas di kompetisi kasta tertinggi, PS TNI yang pertama kali muncul di turnamen Piala Jenderal Sudirman 2005 tidak memiliki banyak nama-nama yang setia.

Striker Aleksandar Rakic yang menjadi top skor Liga 1 2018 akhirnya meninggalkan PS Tira, nama lama Tira-Persikabo, dan memilih bergabung ke Madura United pada awal tahun ini.

Meski begitu, klub berlatar belakang militer ini tidak kehilangan ikonnya, yang selama ini tanpa pamrih membela tim berlambang TNI di dada meski kerap berkutat dengan ancaman degradasi.

Sejak 2016, Tira-Persikabo tidak pernah ditinggal empat sosok senior, yakni Abduh Lestaluhu, Manahati Lestusen, Wawan Febriyanto, dan Teguh Amiruddin.

Keempatnya baru saja membawa Tira-Persikabo meraih kemenangan 4-2 atas tuan rumah Barito Putera, Jumat (9/8/19), pada pekan ke-13 Shopee Liga 1 2019.

Kemenangan tersebut menandai rekor tak terkalahkan atau unbeaten 13 pertandingan di Liga 1, mengalahkan catatan Persija Jakarta di Liga 1 2017 silam.

Perjalanan Tira-Persikabo sampai bisa seperti sekarang tentu saja tidak lepas dari manis getir perjuangan di masa lalu bahkan pernah mencapai titik nadir.

Harusnya Degradasi

© Herry Ibrahim/Indosport
Caption Copyright: Herry Ibrahim/IndosportKlub PS TNI berkiprah di ISC A 2016

Tira-Persikabo seharusnya sudah terdegradasi sejak lama. Pada kompetisi Indonesia Soccer Championship (ISC) A 2016, The Army finis di urutan terbawah.

PS TNI kala itu hanya meraup 26 poin dari 34 pertandingan, menelan kekalahan terbanyak dari tim lain, yakni 22 kali dengan jumlah kebobolan mencapai 75 gol.

Untungnya memang ISC A tidak menerapkan sistem degradasi dan promosi. PS TNI lolos dari jerat degradasi pada musim pertamanya berkiprah di kasta tertinggi.

Meski terpuruk, PS TNI boleh bangga sebab dua prajuritnya, Abduh Lestaluhu dan Manahati Lestusen, ikut membawa timnas Indonesia ke final Piala AFF 2016.

Perlahan Bangkit

© Grafis: Eli Suhaeli/INDOSPORT/Istimewa
Abduh Lestaluhu. Copyright: Grafis: Eli Suhaeli/INDOSPORT/IstimewaAbduh Lestaluhu.

Setelah ‘seharusnya’ terdegradasi di ISC A 2016, PS TNI mulai berbenah diri, mulai dari berpindah markas sampai berganti nama untuk mencari basis massa.

Kuartet senior Abduh, Manahati, Wawan, dan Teguh masih di sana. Memilih bertahan di tengah banyaknya tawaran klub besar yang lebih menggiurkan.

Abduh bahkan disebut menolak tawaran tiga klub besar untuk mentas di Liga 1 2017, yakni Persija Jakarta, PSM Makassar, dan Barito Putera.

“Sebenarnya ada keinginan bermain di tim lain untuk belajar lagi dari pemain-pemain senior dan kebetulan juga ada tawaran dari beberapa klub,” ujar Abduh pada 2017 silam.

Abduh Lestaluhu akhirnya tetap bertahan, bersama Manahati, Wawan, dan Teguh. Dia dan Manahati bahkan menjadi ikon klub untuk diperkenalkan ke masyarakat.

Pada edisi pertama Liga 1 2017, PS TNI berhasil finis di urutan ke-12. Setahun berikutnya, PS TNI yang berganti nama menjadi PS Tira nyaris mengulangi catatan buruk di ISC A 2016.

PS Tira terpuruk dan hampir terdegradasi. Sederet nama pelatih tidak mampu membawa PS Tira bangkit sampai akhirnya pelatih Nilmaizar hadir bak juru selamat.

PS Tira terselamatkan di menit-menit terakhir. Kemenangan 3-1 atas tuan rumah Borneo FC masih memperpanjang napas mereka di kasta tertinggi setelah finis di urutan ke-15 alias satu tingkat di atas zona degradasi.