In-depth

Andalkan Skuat 'Hibah', Nostalgia Musim Juara PSIS Semarang 1998/99

Selasa, 7 April 2020 14:19 WIB
Editor: Prio Hari Kristanto
© fandom.id
Skuat PSIS Semarang saat menjuara Divisi Utama 1998-1999. Copyright: © fandom.id
Skuat PSIS Semarang saat menjuara Divisi Utama 1998-1999.

INDOSPORT.COM - Klub PSIS Semarang pernah begitu mengejutkan di Liga Indonesia musim 1998-1999. Sama sekali tak diunggulkan, Laskar Mahesa Jenar mampu tampil sebagai juara di akhir musim. 

Liga Indonesia akhirnya kembali bergulir pada musim 1998-1999 setelah semusim sebelumnya kompetisi harus dihentikan karena krisis moneter yang melanda Tanah Air. 

Kompetisi bertajuk Divisi Utama 1998-1999 itu diikuti oleh 28 klub yang terbagi ke dalam tiga wilayah yang total ada lima grup, yakni Wilayah Barat (Grup 1-2), Grup Tengah (Grup 3-4), dan Wilayah Timur (Grup 5).  Kompetisi yang dibagi ke banyak grup diharapkan bisa menghemat biaya tim lantaran liga 1998-1999 masih berlangsung dalam suasana krisis.

PSIS sendiri tergabung ke dalam grup 4 di wilayah tengah bersama dengan empat tim lainnya, yakni Persebaya Surabaya, Barito Putera, Persema Malang, dan Gelora Dewata. 

Kesulitan Finansial  

PSIS memulai musim dengan persiapan compang-camping. Para petinggi PSIS bahkan sempat kesulitan membiayai tim untuk musim tersebut. Namun pada akhirnya tim tetap bisa mengikuti kompetisi. 

Dana pas-pasan jelas membuat persiapan tim kurang maksimal. Akan tetapi, mereka setidaknya beruntung bisa mengamankan pemain-pemain potensial seperti I Komang Putra, Agung Setyadi, Bonggo Pribadi, Gendut Doni, dan Nova Arianto. 

Manajemen klub yang di antaranya dihuni oleh Sudarmanto, Ali Purwo, dan Sutji Astoto berjuang semampu mereka untuk membuat PSIS tetap berjalan. Di kursi pelatih PSIS mengandalkan duet Edy Paryono dan Budiawan Hendratno.  

Andalkan Skuat Hibah

Dengan modal terbatas, mereka tak mampu mengontrak pemain-pemain bagus. Beruntungnya, mereka mendapat 'hibah' dari bubarnya klub Arseto Solo. 

Para pemain Arseto resmi menyebrang ke PSIS bersama dengan pemain-pemain muda dari PSIS Junior. 

Selain dibantu oleh masuknya pemain-pemain Arseto, saat itu PSIS Semarang juga hanya mampu mendatangkan pemain-pemain asing dengan gaji murah, yakni Atangana, Ally Shaha Ally, dan Ebanda Timothee.

Hal ini menyebabkan terjadi gesekan antara skuat tim dengan manajemen. Bahkan, karena keterbatasan finansial, para pemain PSIS sampai berangkat ke Jakarta dengan ongkos masing-masing. Pengurus klub pun buru-buru mencari dana talangan untuk mengarungi sisa kompetisi. 

Perjalanan Dramatis Tim

PSIS memulai kampanyenya di Divisi Utama 1998-1999 dengan hasil kurang memuaskan. Di tiga laga awal Grup 4 mereka kalah dari Barito Putera (1-0) dan dua kali imbang lawan Gelora Putra Dewata (1-1) dan Persebaya (0-0).

Barulah di matchday keempat mereka bisa menang atas Persema Malang dengan skor 3-0 diikuti oleh kemenangan balas dendam atas Gelora Dewata (2-0) di Semarang. 

Setelah itu PSIS menderita dua kekalahan lagi dari Persebaya dan Persema serta satu kemenangan atas Barito Putera. Hasil relatif buruk ini tetap mampu membawa PSIS Semarang ke peringkat kedua grup dan berhak ke babak 10 besar.

DI babak 10 besar PSIS tergabung di Grup A bersama dengan Persebaya, Semen Padang, Perskota Tangerang, dan Pertrokimia Putra. 

DI grup ini PSIS meraih dua kemenangan, satu imbang, dan satu kalah. Dua kemenangan didapat atas Persikota (2-1) dan Petrokimia (2-0). Sementara kekalahan ditelan dari Persebaya (3-0). 

Hasil ini pun cukup untuk mengantarkan PSIS menemani Persebaya lolos ke fase gugur dengan koleksi tujuh poin. Perjuangan PSIS di fase gugur pun semakin berat. 

Pada fase tersebut, mereka ditantang oleh Persija Jakarta di semifinal. Melalui pertarungan yang menegangkan, Laskar Mahesa Jenar suskes menang dengan skor 1-0. Mereka pun melenggang ke babak final bertemu dengan rival berat mereka, Persebaya Surabaya. 

Euforia di atas Hercules

Saat itu, final antara PSIS melawan Persebaya yang seharusnya digelar di Senayan harus dipindahkan ke Manado karena tidak ada izin kepolisian menyusul peristiwa Lenteng Agung yang menewaskan 11 orang suporter PSIS.

Alhasil, dua kesebelasan pun diangkut dengan pesawat Hercules pulang-pergi ke Manado. Pada laga final ini sejatinya PSIS tak begitu diunggulkan karena Bajul Ijo memang sangat kuat saat itu. 

Terbukti dari dua kekalahan yang ditelan oleh PSIS di fase grup dari Persebaya. Namun, Nova Arianto dkk mampu membalikkan prediksi semua orang. 

Klub yang bahkan nyaris mengundurkan diri itu sukses mengalahkan Persebaya Surabaya dengan skor 1-0 melalui gol tunggal ‘Maradona asal Purwodadi’ Tugiyo, dan berhak atas trofi juara Divisi Utama 1998-1999. 

Kenangan manis soal keberhasilan PSIS Semarang meraih juara Liga Indonesia 1999 sampai saat ini masih membekas di ingatan para penggawa Laskar Mahesa Jenar kala itu, khususnya sang kiper I Komang Putra

“Bagi saya kenangan yang paling kerasa adalah soal naik hercules pulang pergi ke Manado, itu kenangan yang tidak akan pernah saya lupakan selain keberhasilan juara,” tutur I Komang Putra kepada redaksi berita olahraga INDOSPORT.

“Apalagi saat berangkat pemain PSIS seperti demam panggung seperti minder satu pesawat sama penggawa Persebaya, waktu pulang justru kami yang terlarut dalam euforia di atas pesawat hercules itu,” imbuhnya.

Gelar tersebut menjadi gelar pertama PSIS di kompetisi Liga Indonesia setelah era penyatuan liga. Sampai musim 2020 ini, belum ada lagi trofi penting yang mampir ke pangkuan Mahesa Jenar.