In-depth

Riwayat Pedas Media Inggris dan Otoriternya Pemilik Baru Newcastle United

Minggu, 19 April 2020 16:08 WIB
Editor: Juni Adi
© Raj K Raj/Hindustan Times via Getty Images
Pangeran Mohammed bin Salman bin Abdulaziz al-Saud (Arab Saudi). Copyright: © Raj K Raj/Hindustan Times via Getty Images
Pangeran Mohammed bin Salman bin Abdulaziz al-Saud (Arab Saudi).

INDOSPORT.COM - Sebuah keputusan menghebohkan baru-baru ini terjadi di sepak bola Inggris, saat mengalami jeda kompetisi karena pandemi virus corona yakni keputusan Pangeran Arab Saudi, Mohammed bin Salman membeli klub Newcastle United.

Dilansir dari Sky Sports, pria berusia 34 tahun itu akan mengakuisisi saham Newcastle United sebanyak 80 persen, dari tangan pemilik sebelumnya Mike Ashley, dengan nilai penjualan sebesar 300 juta poundsterling (Rp5,8 triliun).

Harga tersebut sedikit turun dari nominal yang pernah dipatok Ashley pada Januari lalu, yaitu 340 juta pounds. Namun karena wabah virus corona, dirinya bersedia menurunkan angka kesepakatan.

Ada sedikit perbedaan antara negosiasi bulan Januari dengan saat ini. Kala itu pada awal tahun, The Magpies akan dijual kepada firma PCP Capital Partners pimpinan Amanda Staveley.

PCP berkaloborasi dengan Saudi Public Investment Fund (PIF) pimpinan Pangeran Mohammed Salman. Tapi ketika penjajakan negosiasi yang kedua, PIF tidak dimasukan dalam dokumen legal saat kesepakan terjadi.

Meski begitu, PIF dipercaya ada dibalik pembelian ini dan akan menguasai mayoritas saham Newcastle. Staveley hanya mendapat 10 persen, namun akan menjadi presiden Newcastle beriktunya.

Sementara itu, 10 persen saham lainnya akan diserahkan kepada miliarder bersaudara asal Inggris David dan Simon Reuben.

Andai proses pembelian tersebut berjalan lancar, kesepakatan akan selesai waktu 30 hari ke depan. Saat ini, prosesnya masih menunggu pengesahan pihak otoritas Liga Inggris.

Hadirnya Putra Mahkoda Arab Saudi itu tentu membuat para fans Newcastle United sumringah. Sebab, klub mereka akan mendapat kucuran dana fantastis untuk membangun klub, dalam meraih kejayaan kembali.

Mulai dari bisa memboyong pelatih berkualitas, hingga para pemain bintang hebat yang bukan tidak mungkin akan segera bergabung di St James Park.

Sayangnya, para fans mungkin akan risih dengan catatan yang dimiliki dalam diri Pangeran Mohammed bin Salman karena tidak selalu bersih. Dirinya disebut memiliki sisi kontroversial terutama dalam hal kritik.

Sosok Kontroversial

Mohammed bin Salman yang lahir pada 31 Agustus 1985 adalah putra ke-6 dari Raja Salman, penguasa Arab Saudi saatini. Namanya mulai mencuat setelah lulus dari Fakultas Hukum Universitas Raja Saud pada 2009 lalu.

Berbekal pendidikan hukum yang sudah ia kenyam, Pangeran Mohammed bin Salman mulai terjun ke dunia politik saat ditunjuk sebagai Penasihat Khusus bidang Intelijen Gubernur Riyadh, mendampingi sang ayah yang saat itu sebagai Gubernurnya

Karier politik Mohammed bin Salman semakin meroket setelah penguasa Arab Saudi, Raja Abdullah turun takhta dan digantikan oleh Raja Salman pada 2015, diiringi pengangkatan sang anak sebagai Menteri Pertahanan.

Dua tahun berselang, Pangeran Mohammed bin Salman diangkat sebagai Putra Mahkota sekaligus menjabat Wakil Perdana Menteri pada 2017.

Di bawah pimpinan wakil Perdana Menteri Mohammed bin Salman, Arab Saudi banyak mengalami perubahan yang sebelumnya dikenal sebagai ultra-konservatif.

Mulai dari membuat kebijakan memperbolehkan perempuan pergi sendiri, mengemudi kendaraan sendiri, hingga mencabut larangan merokok bagi perempuan di ruang publik.

Selain banyak membuat perubahan sistem di negaranya, Mohammed bin Salman juga disebut memiliki sisi otoriter dalam dirinya dan juga anti kritik.

Sikapnya itu membuat ia pernah diselimuti kasus kontroversial. Salah satu yang paling menyita perhatian dunia adalah, tewasnya jurnalis senior Jamal Khashoggi.

Jamal Khashoggi adalah seorang wartawan terkemuka, yang pernah melaporkan berita seperti invasi Soviet ke Afghanistan serta naiknya Osama Bin Laden.

Selama puluhan tahun ia dekat dengan pihak keluarga kerajaan dan menjadi penasehat pemerintah Arab Saudi, tetapi tahun 2017 ia tidak lagi disukai dan dipaksa untuk mengasingkan diri ke Amerika Serikat.

Di Negeri Paman Sam, Khashoggi rajin menulis kolom bulanan di koran The Washington Post, yang isinya lebih banyak mengkiritik kebijakan Mohammed bin Salman atau dikenal dengan sebutan MBS.

Khashoggi mengunjungi konsulat Arab Saudi di Istanbul 28 September untuk meminta dokumen perceraian karena ia bermaksud untuk menikah lagi.

Ia diminta kembali pada tanggal 2 Oktober, dan terakhir kali terlihat di CCTV konsulat hari itu pukul 13.14 waktu setempat. Dari kunjungan ke konsulat itu, ia tak pernah keluar lagi.

Jamal Khashoggi dibunuh oleh agen rahasia Arab Saudi di kompleks Konsulat Arab Saudi pada 2018. Para agen rahasia itu sempat disebut bertindak atas perintah dari Mohammed bin Salman.

Laporan kantor hak asasi manusia Persatuan Bangsa-Bangsa oleh penyelidik Agnes Callamard menyebutkan adanya dugaan keterlibatan Mohammed bin Salman, dan perlu diselidiki lebih lanjut.

"bukti kredibel yang mengharuskan penyelidikan lebih jauh menyangkut tanggung jawab pribadi pejabat-pejabat tingkat tinggi, termasuk putra mahkota," menurut laporan tersebut.

Pihak berwenang Saudi berkeras bahwa mereka tidak berindak atas perintah pangeran Mohammad bin Salman.

Kerajaan Saudi telah menetapkan 11 orang untuk diadili di pengadilan tertutup untuk pembunuhan terhadap Khashoggi dan sedang menuntut lima orang di antaranya dengan hukuman mati.

Tindakan kontroversi lainnya adalah penangkapan terhadap sejumlah anggota kerajaan Arab Saudi sejak bulan Maret lalu, oleh Mohammed bin Salman.

Diantaranya tiga pangeran kerjaan ditangkap dengan tuduhan akan bertindak kudeta terhadap Raja Salman. Mereka adalah Pangeran Ahmed bin Abdulaziz al Saud, Pangeran Mohammed bin Nayef dan Pangeran Nawaf bin Nayef.

Tuduhan kudeta yang dilontarkan oleh Mohammed bin Salman dianggap tak berdasar. Sebuah kabar bahkan menyebut aksi ini dilakukan atas ambisi pribadi Mohammed/

Sebab, dirinya menganggap ketiga orang tersebut adalah lawan politik yang bisa menjegal langkahnya untuk menjadi Raja Arab Saudi, menggantikan sang ayah, Raja Salman.

Akibat tindakan otoriter Mohammed bin Salman itu membuat dia tak bisa mengunjungi istana mewahnya di Prancis, yaitu Kastil Louis XIV yang dia beli seharga lebih dari Rp 5 triliun pada 2015.

Bagaimana Menyikapi Media Inggris yang Pedas

Sedikit catatan merah Mohammed bin Salman di atas tentu akan membuat para pecinta sepak bola di Inggris bertanya-tanya, bagaimana sikap dia terhadap media Inggris yang dikenal pedas dalam melakukan kritikan baik kepada pemilik maupun pelatih klub.

Jose Mourinho adalah salah satu sosok yang menjadi media darling bagi para jurnalis Inggris. Pada musim 2015/16, pria asal Portugal itu tengah menjadi sorotan karena performa Chelsea yang merupakan juara bertahan Liga Inggris tidak maksimal.

Kala itu The Blues baru saja menelan kekalahan keenamnya di liga setelah takluk 1-3 dari Liverpool. Chelsea yang terbenam di peringkat ke-15 pun membuat media-media Inggris meramaikan isu-isu pemecatan dirinya dalam waktu dekat.

Meski Mou selalu mengatakan bahwa ia tak akan mundur meski Chelsea terus menderita hasil negatif, tapi media tetap saja menebar segala isu pemecatan.

Tak hanya manajer klub, para pemain timnas Inggris pun tidak luput dari rundungan pedas mereka. Raheem Sterling misalnya.

Saat turnamen Piala Dunia 2018 akan segera dimulai, The Sun menyerang Sterling dengan mengkritik tatto senjata di kaki kanannya, yang dianggap akan jadi contoh buruk bagi anak-anak kecil yang mengidolkan pemain Manchester City tersebut.

Kritikan tu bahkan sampai level seruan agar pelatih Inggris Gareth Southgate memecat Sterling dan tidak membawanya ke piala dunia.

Padahal ada cerita sedih di balik tatto tersebut yakni pengingat, ayahnya mati karena ditembak saat ia berusia 2 tahun, dan ia tidak akan memegang senjata seumur hidupnya.

Gary Lineker menyebut perlakuan The Sun ini sebagai aneh dan tidak patriotik, menyerang pemain sendiri ketika turnamen akan dimulai.

Selain itu, para media ternama Inggris juga tidak segan-segan akan menghabisi penggawa The Three Lions jika gagal atau tampil buruk di Piala Dunia. Bagi mereka, itu adalah dosa yang tidak terampuni.Dan kalau itu yang terjadi, para pemain Inggris harus siap pulang ke rumah dengan sambutan yang tidak ramah.

Apakah Mohammed bin Salman akan bisa menahan watak otoriter sekaligus kediktatorannya dalam memimpin klub terhadap media Inggris? Menarik ditunggu.