In-depth

Sepenggal Kisah Buyung Ismu, Pippo Inzaghi Cita Rasa Indonesia Era 1990-an

Rabu, 12 Agustus 2020 12:05 WIB
Editor: Indra Citra Sena
© Dok. Tabloid BOLA
Striker legendaris Liga Indonesia era 1990-an, Buyung Ismu, bersama kedua putrinya. Copyright: © Dok. Tabloid BOLA
Striker legendaris Liga Indonesia era 1990-an, Buyung Ismu, bersama kedua putrinya.
Dimentori Roger Milla dan Mario Kempes

Buyung Ismu mengawali karier dari Diklat Palembang lalu berlanjut ke Diklat Ragunan. Dari sana bakatnya terendus Barito Putera yang tengah mempersiapkan tim menyambut Galatama 1992.

“Sebenarnya bukan cuma Barito. Ada juga Arseto, BPD Jateng, dan Krama Yudha, tapi di sana sudah bercokol sejumlah nama besar seperti Ricky Yacob (Arseto), Widiyantoro (BPD), dan Peri Sandria (Krama Yudha). Saya takut jadi camat alias cadangan mati,” ujar Buyung.

Pilihan Buyung tak salah. Bersama rekan seangkatan di Diklat Ragunan, Joko Hariyanto, dia berhasil menembus skuat utama Barito Putera meski usianya tergolong belia, 19 tahun. 

Penampilan meyakinkan di Barito mengundang ketertarikan Pelita Jaya yang kala itu termasuk tim raksasa. Dia pun bergabung ke klub asal Jakarta tersebut dengan harapan mengembangkan karier.

Di sinilah Buyung berkempatan menimba ilmu dari pemain asing. Dia beruntung karena pernah setim dengan Dejan Glusevic, Roger Milla, dan Mario Kempes, yang lantas mengajarkannya kiat-kiat menjadi striker jempolan. 

“Dari mereka saya belajar bahwa seorang striker itu tidak boleh meninggalkan kotak penalti kalau mau mencetak banyak gol. Sebuah pelajaran yang amat berharga,” ucap Buyung Ismu.

Pelajaran itu menjadikan Buyung semakin tajam hingga mampu menggelontorkan gol demi gol. Dia bertipe penyerang oportunis yang mahir memanfaatkan setiap anggota tubuhnya untuk bisa membobol gawang lawan. 

“Tugas penyerang itu cuma satu, yakni mencetak gol. Tak peduli mau menggunakan kaki, kepala, atau bagian tubuh lain. Mungkin seperti Filippo Inzaghi. Dulu saya memang sempat dijuluki Inzaghi-nya Indonesia,” pungkas Buyung Ismu.