In-depth

Pep Guardiola: Hedonisme, Manchester City dan Benfica

Rabu, 7 Oktober 2020 19:04 WIB
Editor: Zulfikar Pamungkas Indrawijaya
© Getty images
Mengungkap gaya hedon Pep Guardiola yang menghabiskan hampir seperempat dana belanja selama di Manchester City hanya untuk pemain jebolan Benfica. Copyright: © Getty images
Mengungkap gaya hedon Pep Guardiola yang menghabiskan hampir seperempat dana belanja selama di Manchester City hanya untuk pemain jebolan Benfica.

INDOSPORT.COM – Pep Guardiola menjadi sorotan memasuki musim 2020/21. Bukan karena torehan prestasinya, kontroversi, atau kecerdasannya. Sorotan ini datang karena gaya hedon yang ia miliki selama empat musim menukangi Manchester City.

Tak ada yang meragukan kapasitas Guardiola di jagat sepak bola. Setidaknya sebagai juru taktik sejak dirinya didapuk sebagai pelatih kepala Barcelona pada musim 2008/09.

Secara mengejutkan, ia mampu menyulap Barcelona dalam waktu singkat menjadi tim yang menghibur dan bermain atraktif. Dua hal ini pun selaras dengan rentetan gelar yang diraihnya.

Di musim perdananya saja, Guardiola mampu membawa Barcelona meraih treble winner. Prestasi tersebut kian dipercantik dengan tiga gelar lain sehingga dalam satu tahun kalender, Blaugrana meraih enam gelar atau sextuple.

Kehebatan Guardiola dalam meracik strategi pun membuat banyak klub tertarik mendatangkannya. Namun barulah pada 2012, ia angkat kaki dari Barcelona dan berhenti setahun sebelum menerima pinangan Bayern Munchen.

Usai mengabdi  selama tiga tahun bersama The Bavarian, Pep Guardiola pun lantas hengkang ke Inggris dan bergabung dengan tim kaya baru nan ambisius yakni Manchester City pada 2016.

Dibanding Barcelona dan Bayern Munchen, Man City mungkin adalah tim yang mampu mengabulkan seluruh permintaan Guardiola baik secara materiil maupun immateriil.

Sorotan paling tajam tentu mengarah kepada dukungan secara materiil. Tak seperti di Barcelona dan Bayern Munhen, Guardiola mendapat akses untuk memboyong pemain yang ia butuhkan di Man City.

Di Barcelona, dalam empat tahun masa kepelatihannya, Guardiola menghabiskan uang kurang lebih 328 juta euro (Rp5,6 triliun) untuk belanja pemain selama empat tahun masa kepelatihannya.

Lalu di Bayern Munchen total belanja yang Guardiola keluarkan lebih sedikit, yakni  kurang lebih 205 juta euro (Rp3,5 triliun) selama tiga musim kepemimpinannya.

Barulah bersama Man City, sokongan penuh secara materiil didapatkannya. Seakan bersama The Citizens, Guardiola mampu menyalurkan hasrat 'hedon'-nya melalui kucuran dana tak terhingga untuk membeli pemain dan memainkan filosofi yang ia miliki dalam sepak bola.

'Hedon' sendiri merupakan serapan dari kata 'hedonisme' yang secara singkat diartikan pandangan hidup untuk memperoleh kesenangan atau kebahagiaan. Dewasa ini, kata 'hedon' diidentikan dengan materi yang membuat orang mendapat kebahagiaan dengan memenuhi hasratnya

Di sepak bola, Guardiola seakan menerapkan gaya 'hedon' yang ia miliki dengan sokongan materi untuk memboyong pemain-pemain yang ia butuhkan untuk mencapai kepuasannya dalam menerapkan filosofi permainannya. Hal ini pun terlihat dari banyaknya pemain yang ia dapatkan.

Sejak 2016 hingga 2020 ini saja, Guardiola telah mengeluarkan uang untuk belanja pemain mencapai 895 juta euro (Rp15.5 triliiun) dengan mayoritas pemain yang didatangkan adalah barisan pertahanan.

Dengan belanja hampir mencapai 1 miliar euro di Manchester City, ada terdapat fakta unik di mana kurang dari seperempat dana tersebut Pep Guardiola habiskan untuk memboyong pemain yang berkaitan dengan Benfica.

Entah ada hubungan apa antara Guardiola dengan Benfica selama ia menukangi Man City. Namun fakta tak terbantahkan itu menimbulkan tanda tanya, apakah memang produk Benfica sebegitu mempesonanya?

Jika ditelisik lebih dalam, setidaknya ada empat pemain di skuat Manchester City saat ini yang pernah berafiliasi dengan Benfica di mana tiga di antaranya merupakan andalan dari Guardiola.

Dua pembelian pertama Guardiola dalam revolusinya di Man City ia menjadikan Ederson dan Bernardo Silva sebagai target utama dan menjadi pilar di formasi 4-3-3 yang ia pakai.

Dua pemain yang ini datang bersamaan di tahun 2017 dan berhasil memberi gelar perdana untuk Guardiola di tanah Inggris.  Ederson sendiri didatangkan dari Benfica sedangkan Bernardo Silva didatangkan dari AS Monaco.

Meski dari dua klub berbeda, kedua akar pemain ini berasal dari Benfica. Baik Ederson dan Bernardo Silva menstabilisasikan permainannya bersama klub berjuluk As Aguias tersebut.

Transfer keduanya sendiri memakan mahar 90 juta euro di mana Benfica menerima 40 juta euro dari transfer Ederson dan AS Monaco menerima 50 juta euro dari transfer Bernardo Silva.

Lalu pemain ketiga yang memiliki afiliasi dengan Benfica dan didatangkan Guardiola adalah Joao Cancelo pada 2019. Dirinya memang didatangkan langsung dari Juventus sebagai bagian dari kesepakatan transfer Danilo.

Namun Cancelo memiliki akar yang sama dengan Bernardo Silva di mana dirinya memulai kariernya bersama Benfica sebelum berpetualang ke Spanyol, Italia dan terakhir di Inggris.

Dan nama terakhir yang didatangkan  Guardiola dan berkaitan dengan Benfica adalah Ruben Dias. Bek berusia 23 tahun ini diboyong di musim panas 2020 dengan harga 68 juta euro atau mencapai 1 triliun rupiah.

Dias didatangkan untuk menambal lini pertahanan Man City yang selalu menjadi concer Guardiola sejak pertama kali datang ke Inggris pada 2016 silam. Bahkan bek asal Portugal ini memuncaki daftar pemain termahal dalam daftar pemain bertahan yang ia datangkan.

Dari segala poin di atas, tak ada yang tahu korelasi Pep Guardiola dengan Benfica. Tetapi, mungkin pemain-pemain yang berkaitan dengan Benfica itu memang menjadi bukti seberapa baiknya produksi pemain tim berjuluk As Aguias ini yang mampu memenuhi kebutuhannya sebagai pelatih.