Liga Champions

FC Midtjylland: Klub yang Lahir dari Kebencian dan Tumbuh di Tangan Pejudi

Rabu, 28 Oktober 2020 11:23 WIB
Editor: Zulfikar Pamungkas Indrawijaya
© Grafis: Yanto/Indosport.com
Logo FC Midtjylland. Copyright: © Grafis: Yanto/Indosport.com
Logo FC Midtjylland.

INDOSPORT.COM – Laga kedua grup D Liga Champions pada Rabu (28/10/20) dini hari WIB tadi mempertemukan Liverpool vs FC Midtjylland. Di laga ini, The Reds mampu menumbangkan wakil asal Denmark tersebut dengan skor 2-0.

Adapun 2 gol Liverpool di cetak di babak kedua melalui Diogo Jota dan Mohamed Salah. Kemenangan ini seakan sudah diprediksi banyak pihak, apalagi mengingat nama besar Liverpool sebagai jawara Liga Champions dua edisi sebelumnya.

Namun kekalahan FC Midtjylland bukanlah sebuah sinyal bahwa tim berjuluk Ulvene atau The Wolves ini tak memberi perlawanan. Hal ini terbukti dari statistik yang tercipta setelah laga berakhir.

Kendati kalah dalam penguasaan bola dari Liverpool, FC Midtjylland mampu memberi ancaman dengan melepaskan 5 tembakan sepanjang 90 menit laga disertai penampilan defensif yang apik dan membuat tuan rumah kesulitan di babak pertama.

Apa yang ditampilkan tersebut sejatinya membuat banyak pihak terkejut. Apalagi di laga perdana grup D Liga Champions 2020/21, FC Midtjylland harus dibantai dengan skor 0-4 oleh Atalanta.

Tak banyak yang tahu mengenai kiprah FC Midtjylland sebelumnya. Wajar saja mengingat The Wolves merupakan kontestan dan juara Liga Denmark musim lalu, kompetisi yang jarang mendapat sorotan.

Namun ada kisah menarik di balik FC Midtjylland sendiri sehingga dengan statusnya sebagai tim terlemah di grup D, namun mampu membuat Liverpool kewalahan sepanjang laga.

FC Midtjylland sendiri baru berdiri pada 1999 atau 21 tahun silam. Untuk ukuran tim papan atas Denmark dan tim yang berlaga di Liga Champions, usia The Wolves sendiri terbilang sangat muda.

FC Midtjylland pun tercipta dari 2 tim berbeda yang melakukan merger yakni Ikast dan Herning Fremad. Uniknya, kedua tim ini merupakan rival dan saling membenci satu sama lain.

“Kami (FC Midtjylland) adalah gabungan 2 tim yang membenci satu sama lain dan kini kami di Liga Champions melawan semua prediksi orang,” ujar sang Direktur, Rasmus Ankersen.

Nama FC Midtjylland pun diambil sebagai nama klub yang merupakan daerah dari tim Ikast dan Herning Fremad. Midtjylland sendiri merupakan daerah kecil di wilayah tengah Denmark.

Meski berdiri 21 tahun silam, kisah superior FC Midtjylland sendiri baru tercipta sejak 2014 kala mantan pejudi profesional, Matthew Benham mengambil alih.

Matthew Benham sendiri merupakan fans sekaligus pemilik Brentford yang kini telah beralih menjadi analis sepak bola. 2 tahun setelah mengakuisisi The Bees, ia pun lewat perusahaannya, Smartodds, mengambil alih FC Midtjylland.

Kehadirannya sekaligus kemampuannya sebagai analis sepak bola membawa kemajuan baik bagi Brentford dan FC Midtjylland sendiri. Benham merekrut pemain dengan sistem bernama ‘Moneyball’.

Sistem ini dipakai oleh tim Baseball, Oakland Athletics pada 1990 an di mana perekrutan pemain menggunakan statistik dan analisis data sehingga mendapatkan pemain dengan harga murah dan memanfaatkan talentanya sebelum dilepas dengan harga mahal.

Sistem yang dipakai Benham di Brentford dan FC Midtjylland sendiri pun menjadi role model transfer Liverpool dan Jurgen Klopp. Berkat kejelian dan sistem ini, pemilik dan direktur FC Midtjylland mampu mendapatkan pemain dengan harga murah dan membawa tim berjaya.

Sebagai contoh, ada nama Tim Sparv dari Finlandia dan Alexander Sorloth dari Norwegia. Nama terakhir merupakan striker yang didapat dengan harga 450 ribu euro saja dan dalam 1,5 tahun saja mampu dijual dengan harga 9 juta euro.

Talentanya yang dikeluarkan FC Midtjylland pun membawa Sorloth melanglang buana bermain di tim ternama Eropa dan kini bergabung dengan RB Leipzig.

Matthew Benham punya cara tersendiri untuk menjelaskan metodenya merekrut pemain. Ia pun lantas memaparkan metodenya lewat sebuah perumpamaan di bawah ini.

“Sebut saja Anda tengah memantau 2 striker. Salah satu di antaranya dalam 4 laga mendapat 3 peluang dan mencetak 3 gol. Pemain satunya lagi bermain dengan jumlah laga yang sama mendapat 10 peluang tapi tidak mencetak gol. Mana yang Anda pilih?”

“Semua orang akan mengatakan untuk mengambil pemain yang pertama karena lebih efektif. Sedangkan kami akan mengambil yang kedua karena untuk striker kami tak melihat seberapa efektif dia mencetak gol, namun seberapa konsisten ia menempatkan diri sehingga mendapat banyak peluang dengan kemungkinan mencetak gol lebih tinggi,” jelas Benham.

Kejelian Benham dan Rasmus Ankersen dalam mengelola FC Midtjylland pun membawa beragam prestasi. Selain menjuarai kancah domestik, kedua sosok ini mampu membuat The Wolves berbicara banyak di Liga Europa 2015/16.

FC Midtjylland mampu menembus babak 32 besar Liga Europa dan mengalahkan Manchester United dengan skor 2-1 di leg pertama sebelum akhirnya tumbang 1-5 di leg kedua.

Dengan apa yang dibuat Matthew Benham dan Rasmus Ankersen, menarik disimak perjalanan FC Midtjylland di musim ini atau  beberapa musim ke depan. Bukan tidak mungkin, bakat-bakat hebat akan lahir ataupun prestasi mengejutkan dibuat oleh The Wolves.