In-depth

3 Alasan 'Basi' Pemain Indonesia Takut Berkarier di Luar Negeri

Rabu, 9 Desember 2020 19:20 WIB
Penulis: Petrus Manus Da' Yerimon | Editor: Isman Fadil
 Copyright:

INDOSPORT.COM - Vakumnya Liga Indonesia akibat pandemi dan tak ada izin kepolisian membuat para penggemar ramai mendorong para pemain Indonesia untuk berkarier di luar negeri. Namun, tidak banyak pemain lokal yang berani mengambil tantangan tersebut, meski ada rumor klub luar yang tertarik menggunakan jasa mereka.

Dari ribuan pesepakbola Indonesia, saat ini hanya tercatat beberapa nama yang berani keluar dari zona nyaman dan berkarier di Liga Malaysia, Thailand bahkan Eropa.

Mereka adalah Ryuji Utomo, Yanto Basna, Brylian Aldama, Egy Maulana Vikri, Witan Sulaeman dan beberapa pemain lain yang tergabung di Vamos Indonesia dan bermain di klub divisi tiga dan empat Liga Kroasia hingga Spanyol.

Kesempatan berkarier di luar negeri memang terbuka lebar, beberapa pemain bahkan klub mengakui jika pihaknya mendapat tawaran, terutama dari klub kawasan Asean seperti Malaysia dan Thailand. 

Belakangan Riko Simanjuntak, Febri Hariyadi, Hansamu Yama, Evan Dimas dan masih banyak lainnya dilirik klub luar karena vakumnya Liga Indonesia.

Namun, hingga saat ini hanya Ryuji Utomo yang memutuskan pindah ke Liga Malaysia. Ia dipinjamkan oleh Persija Jakarta ke Penang FC selama semusim.

"Kepindahan pemain Indonesia ke Malaysia tentu bagus. Ada tantangan baru dan bisa menjadi batu loncatan untuk nantinya bisa bermain di level kompetisi yang lebih tinggi," ucap eks pemain Timnas Indonesia yang kini menjadi pelatih, Kurniawan Dwi Yulianto.

Jika menyimak pernyataan Kurniawan, jelas kepindahan pemain Indonesia ke luar negeri akan mendapat banyak keuntungan. Selain mendapat penghasilan tetap (ketimbang bertahan di Indonesia yang kompetisinya belum pasti kapan kick off), para pemain bisa meningkatkan kualitas permainan, seiring dengan adanya persaingan dengan pemain baru.

Lantas apa yang membuat pemain Indonesia terkesan enggan berkarier di luar negeri, berikut INDOSPORT.com, mencoba mengulasnya.

Terkurung dalam Zona Nyaman 

Jika berkarier di luar negeri tentu saja pemain dituntut untuk memiliki mental baja dan berani ambil resiko. Tawaran sudah dilayangkan klub luar, tinggal si pemain yang memutuskan selangkah lebih maju atau tetap di zona nyaman.

Tidak banyak pemain Indonesia yang mampu menaklukan dua tantangan ini. Hal itu pun pernah disorot oleh eks Real Madrid, Michael Essien yang pernah bermain di Persib Bandung pada 2017 lalu.

"Sama dengan Afrika, sepak bola Indonesia punya banyak bakat potensial. Sayangnya, mentalnya kurang terasah," kata Essien saat berbincang dengan pengamat sepak bola, Akmal Marhali.

"Tak berani keluar Indonesia. Merasa cukup dengan apa yang dimiliki dan banyak mengalami superstar syndrome. Perlu keseriusan untuk membenahinya".

"Main di luar negeri akan mengangkat karier baik dari segi teknik maupun mental. Jangan dulu berpikir gaji besar. Itu akan membunuhmu," pungkas Essien seperti yang diutarakan Akmal Marhali.

Homesick atau alasan keluarga

Memutuskan berkarier di luar negeri tentu saja tidak akan mudah, apalagi jika sampai ke Eropa. Kecenderungan homesick atau rindu rumah dan keluarga akan membayangi karena harus berada dan beradaptasi dengan lingkungan baru.

Namun, hal tersebut adalah tantangan yang harus ditaklukan jika ingin sukses dan meraih prestasi di sepak bola. Di zaman serba modern, hal tersebut bisa diatasi dengan memanfaatkan teknologi seperti video call dan sebagainya.

"Pasti ada momen-momen yang kita kangen keluarga dan rumah, tapi saya rasa demi karier kita kadang-kadang harus korbankan kenyamanan kita," kata bek PSS Sleman, Arthur Irawan yang pernah bermain di Spanyol dan Belgia.

Kendala Bahasa

Meski terdengar sepele, faktor bahasa juga mempengaruhi pemain Indonesia pindah ke luar negeri, apalagi ke Thailand, Jepang atau Eropa yang notabene bahasanya tidak serumpun dengan Indonesia. Hal itu sudah diakui oleh mantan kapten Timnas, Firman Utina.

"Kita, saking mau main di luar itu takut, karena tidak bisa berbahasa (asing),dan lain lain," ujar Firman dilansir dari kanal Youtube Hamka Hamzah.

"Akhirnya tawaran dari Malaysia saya tolak, Hamka juga waktu ditawari di Uruguay oleh (eks pelatih timnas Indonesia Ivan) Kolev, ditolak," imbuhnya.

Oleh sebab itu, Firman lantas mengingatkan pemain muda agar memperhatikan aspek pendidikan karena hal itu adalah jendela dunia.

Sejatinya, bahasa asing bisa dipelajari secara otodidak seperti yang dilakukan Yanto Basna di Thailand. Selain itu,  beberapa klub bahkan menyediakan guru les bahasa asing, seperti yang ditawarkan ke Brylian Aldama.

"Contohnya saat makan bersama juga seperti biasa, dan saya juga mau belajar bahasa mereka karena komunikasi itu penting jadi apa yang mereka bicara saya terima dan belajar," tutur Yanto Basna.

"Saya tahu sedikit-sedikit (bahasa sehari-hari) dibantu dengan gerakan tubuh," pungkasnya.