In-depth

Ambisi Semu Suning Group yang Sengsarakan Inter Milan

Minggu, 8 Agustus 2021 17:08 WIB
Editor: Prio Hari Kristanto
© Grafis:Yanto/Indosport.com/Foto:Claudio Villa - Inter/Inter via Getty Images
Ambisi membabi buta yang dimiliki oleh Suning Group, sebuah perusahaan asal China, membuat klub Liga Italia, Inter Milan,  dalam kesengsaraan. Copyright: © Grafis:Yanto/Indosport.com/Foto:Claudio Villa - Inter/Inter via Getty Images
Ambisi membabi buta yang dimiliki oleh Suning Group, sebuah perusahaan asal China, membuat klub Liga Italia, Inter Milan, dalam kesengsaraan.

INDOSPORT.COM - Ambisi membabi buta yang dimiliki oleh Suning Group, sebuah perusahaan asal China, membuat klub Liga Italia, Inter Milan,  dalam kesengsaraan besar.

Jurnalis kondang spesialis pembocor kabar transfer, Fabrizio Romano, mengkonfirmasi jika Inter Milan telah sepakat melepas Lukaku dengan mahar 115 juta Euro atau setara dengan 1,95 triliun Rupiah.

Dengan nilai transfernya tersebut maka Lukaku resmi menjadi penjualan termahal Inter dalam sejarah mereka. Bomber 28 tahun itu melewati catatan Zlatan Ibrahimovic yang dilego ke Barcelona lebih dari satu dekade lalu dengan mahar 69,5 juta Euro.

Sorotan pun mengarah tajam kepada Suning Group selaku pemilik sah Inter Milan. Fans nerazzurri dibuat keki setengah mati dengan keputusan klub yang akhirnya menjual Lukaku.

Padahal, setelah perginya Antonio Conte dan Achraf Hakimi, manajemen dan pelatih anyar menjamin bomber Belgia tersebut tidak akan pergi dari Giuseppe Meazza.

© Jonathan Moscrop/Getty Images
Selebrasi gol Romelu Lukaku di laga Genoa vs Inter milan. Copyright: Jonathan Moscrop/Getty ImagesSelebrasi gol Romelu Lukaku di laga Genoa vs Inter milan.

Hal ini pun semakin menambah citra buruk Suning Group di Inter Milan. Siapa sangka, baru juga menjuarai Serie A 2020/21, Inter harus mengalami kesulitan finansial yang mengharuskan mereka menjual banyak bintangnya di musim panas ini.

Hal ini jelas bertentangan dengan janji Suning Group kala pertama kali mengakuisisi Inter Milan dari pengusaha Indonesia, Erick Thohir.

Dalam paruh awal dekade terakhir, China muncul sebagai negara dengan kekuatan ekonomi paling baik dan stabil di dunia. Pengusaha-pengusaha dari China, termasuk Suning Group, berbondong-bondong melirik bisnis sepak bola di Eropa.

Pada Juli 2016, Suning Group yang kala itu dipimpin oleh Zhang Hindong resmi mengakuisisi 68,55 persen saham Inter Milan senilai 270 juta euro.

Janji-janji pun ditebarkan oleh Suning. Dimulai dari pelunasan utang-utang La Beneamata yang jumlahnya sangat besar. Suning yang kadung berambisi menyanggupi itu semua.

Mereka pun bertekad untuk membuat Inter Milan kembali menjadi kesebelasan yang disegani. "Klub ini akan menjadi tempat para bintang bermukim dan bibit-bibit muda melesat" tutur Zhang dilansir dari ESPN.

Namun, janji itu rupanya terlalu muluk-muluk. Sebab, mengembalikan kejayaan sebuah klub sepak bola tidaklah mudah.

Alhasil, pekerjaan Suning Group di Inter Milan pun terasa terburu-buru dan penuh celah. Betul mereka mengucurkan dana besar untuk tim Inter Milan di awal kepemilikan mereka.

Namun tak satu musim pun mereka berhasil kembali ke puncak. Pemilihan pemain dan pelatih yang buruk menjadi penyebab utama.

Akhirnya, 'jalan pintas' pun didapatkan oleh presiden anyar klub sekaligus putra dari pemilik Suning, Steven Zhang. Dua musim lalu ia memboyong kembali Antonio Conte dan melakukan belanja besar-besaran.

Namun, langkah terlalu ambisius diambil oleh Zhang. Memiliki Antonio Conte dalam tim itu artinya mereka harus bisa menjamin kesehatan finansial yang luar biasa.

Dalam dua musim kepelatihan Antonio Conte, Inter Milan akhirnya sukses merebut gelar scudetto ke-19 atau yang pertama dalam lebih dari satu dekade.

Larut dalam euforia, Suning Group mulai panik lantaran mereka tahu bahwa pengeluaran yang dilakukan manajemen tidak berimbang dengan situasi perusahaan yang mereka miliki.

Pada April 2021, Inter tercatat masih memiliki utang yang belum bisa dilunasi sebesar 650 juta pound. Dalam sekejap, Inter langsung terjerembab dalam masalah krisis yang berbahaya. Klub di ambang kebangkrutan.

Pandemi COVID-19 telah memukul Suning Group lebih parah dari perusahaan-perusahaan lain. Dengan pengelolaan klub yang ringkih, mereka pun langsung berada di titik nadir.

Pelatih Antonio Conte memutuskan pergi dari klub. Setidaknya uang 80 juta euro harus Inter dapatkan untuk menyelamatkan diri dari kebangkrutan.

Achraf Hakimi menjadi pengorbanan besar pertama yang harus dilakukan Inter Milan. Tak cukup sampai di situ, godaan uang hampir Rp2 Triliun dari Chelsea membuat Inter Milan kembali menjual pilar mereka, Romelu Lukaku, yang menjadi top skorer tim musim lalu.

Kini janji Suning Group pun tinggal kosong belaka. Apa yang terjadi dengan Inter Milan tidak seperti janji mereka kepada fans yang ingin mengembalikan Inter Milan sebagai klub yang disegani dan menjadi hunian para bintang. Utang klub pun malah bertambah memprihatinkan yang diperoleh dari sisa pembayaran transfer serta gaji para pemain.

Betul bahwa I Nerazzurri berhasil menggondol gelar Serie A. Namun, kesuksesan semusim itu bak kesuksesan semu yang tak bisa menyamai kejayaan Inter Milan yang sesungguhnya di bawah Massimo Moratti. Nerazzurri pun tak lagi menjadi magnet utama para bintang dunia.