Liga Indonesia

Akuisi Persikota, Prilly Latuconsina Diwanti-Wanti Eks Bos Inter Milan Soal Gaji

Selasa, 8 Februari 2022 16:16 WIB
Penulis: Ade Gusti | Editor: Isman Fadil
© prillylatuconsina96/INDOSPORT
Prilly Latuconsina dan logo Persikota Tangerang Copyright: © prillylatuconsina96/INDOSPORT
Prilly Latuconsina dan logo Persikota Tangerang

INDOSPORT.COM – Mantan pemilik klub Italia, Inter Milan, Erick Thohir mengingatkan kepada pemilik baru Persikota Tangerang, Prilly Latuconsina, bahwa bisnis sepak bola di Indonesia sangat berbeda dengan di Eropa dan Amerika.

Menurut pengusaha sekaligus Menteri BUMN Indonesia tersebut, perbedaan yang paling kentara adalah dari aspek pendapatan klub dan gaji.

“Tentu tidak bisa yang ada di Eropa diimplementasikan di Indonesia dan juga kadang-kadang yang di Eropa sama Amerika agak berbeda,” ujar Erick Thohir dalam sesi diskusi secara live  bersama Prilly Latuconsina di Instagram, Rabu (07/02/22).

Sepak bola di Amerika Serikat menurut Erick mengandalkan pendapatan dari televisi, tiket menonton pertandingan dan merchandise. Di Eropa, pendapatan berasal dari televisi, sponsorship, tiket menonton pertandingan dan merchandise.

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Erick Thohir (@erickthohir)

“Bukannya di Amerika tidak perlu sponsor, tapi memang media market di Amerika luar biasa powerful, mereka perlu konten sebanyak-banyaknya,” jelas Erick.

“Di Indonesia beda lagi, kita memang kebanyakan masih dari sponsor, lalu ticketing, medianya sedikit, merchandise-nya sedikit,” kata Erick.

Dengan perbedaan yang cukup masif ini, Erick mengingatkan Prilly bahwa cara pengelolaan pendapatan dan sistem upahnya juga berbeda.

“Dengan perbedaan pendapatan seperti ini, tinggal cara kita mengatur budget juga agak berbeda,” lanjut Erick Thohir.

“Contoh kalau saya bilang 55 persen pengeluaran berdasarkan revenue, kalau di Amerika mungkin mudah diprediksi, kalau di Eropa juga mudah tetapi masalahnya kalau di Eropa bola sudah sesuatu yang dikutiin setiap hari, mereka kadang tidak disiplin masalah gaji," kata Erick.

Sementara Indonesia belum memiliki bentuk pakem soal pengelolaan keuangan, sehingga kedisiplinan belum bisa diterapkan karena pendapatan masih belum pasti.

"Di Indonesia memang masih mencari bentuk, karena pendapatan masih dari sponsor, jadi itulah kenapa mestinya di Indonesia harus mesti disiplin lagi karena ketidakpastian pendapatan dari income bukan dari media."