Semenjak menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah beberapa kali mengalami kasus pemberontakan. Mulai dari DII/TII hingga usaha pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka.
Namun, dari banyaknya pemberontakan yang terjadi di bumi pertiwi, mungkin tidak ada yang lebih kompleks dari peristiwa yang diduga pemberontakan dan terjadi pada 30 September 1965.
Saat itu, salah satu partai terbesar di Tanah Air, yakni Partai Komunis Indonesia (PKI) disebut menjadi otak di balik upaya kudeta yang mengincar para jenderal Angkatan Darat Tentara Nasional Indonesia (TNI AD).
- Kenangan Penjaga Gawang PS TNI Tonton Film G30S/PKI
- Tan Malaka, Tokoh Komunis yang Cinta Sepakbola
- Cerita Jenderal Ahmad Yani dan Golf Di Balik 'Baju' Militernya
- Kisah Menpora yang Mendapat Teror dari Kaum Komunis Jelang Asian Games
- Kiprah Kaum Komunis di Sepakbola Indonesia
- Kenang Pahlawan Revolusi, PS TNI Kenakan Pita Hitam Kontra Persija
- Kisah Dua Pahlawan Revolusi dan Jenderal Besar AH Nasution di Bidang Olahraga
Akibat peristiwa tersebut, sebanyak enam orang perwira, yakni Jenderal Ahmad Yani, Letnan Jenderal Suprapto, Letnan Jenderal Haryono, Letnan Jenderal Siswondo Parman, Mayor Jenderal Pandjaitan, dan Mayor Jenderal Sutoyo Siswomiharjo tewas dan ditemukan dalam sebuah sumur kecil di kawasan Lubang Buaya, Pondok Gede, Jakarta Timur.
Di antara korban tersebut, terdapat satu korban yang tidak memiliki pangkat jenderal. Sosok tersebut adalah Kapten Pierre Tendean. Pada waktu itu, ia adalah ajudan Jenderal Besar TNI, A.H. Nasution.
Ketika para orang yang ingin menculik Nasution, Tendean dengan gagah berani mengorbankan diri setelah menipu para penculik dengan mengatakan bahwa dia adalah A.H Nasution.
Terlepas dari kisah kepahlawananya tersebut, Tendean ternyata memiliki sejumlah kisah unik yang jarang diketahui banyak orang. Menariknya, kisah-kisah tersebut memiliki kaitan erat dengan dunia olahraga.
Diceritakan oleh Letjend (Purn.) Sayyidiman, salah satu dosen di Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD), Pierre adalah sosok yang gemar berolahraga. Menariknya, olahraga yang digemari oleh pria kelahiran 21 Februari 1939 tersebut bukanlah sepakbola, yang notabene olahraga hampir seluruh orang di dunia.
Ketika dirinya naik pangkat menjadi Sersan Mayor Taruna, Pierre mulai menyibukkan diri dengan bergabung dengan Tim Basket ATEKAD. Memiliki postur tubuh tinggi yang ia warisi dari ibunya yang berdarah Perancis, Tendean pun melejit menjadi andalan tim.
Sayyidiman mengatakan bahwa selama Pekan Olahraga Antar Akademi, Tim Basket ATEKAD yang diperkuat oleh Tendean selalu keluar sebagai pemenang. Selain basket, Tendean juga diceritakan gemar bermain tenis dan Sayyidiman mengakui bahwa ia rutin bermain dengan Tendean.
Dibekali wajah tampan khas orang barat, postur tubuh tinggi, dan badan atletis lantaran gemar berolahraga, Tendean pun menjelma menjadi sosok idola para wanita selama di Bandung.
Hal tersebut pun dibenarkan oleh kakak Tendean, Mitze Farre yang menyebutkan bahwa adik kerap disamakan dengan salah satu artis tampan asal Amerika Serikat, Robert Wagner.
"Sebagai taruna dan olahragawan yang memiliki bentuk badan yang atletis dan roman muka yang tampan, Pierre selalu menjadi pusat perhatian para gadis remaja. Oleh gadis-gadis Bandung, Pierre dijuluki Robert Wagner dari Panorama (lokasi kampus ATEKAD)," uar Mitze seperti dikutip dari Tribun Manado.
Setelah peristiwa 30 September 1965 sendiri, Tendean lantas mendapat predikat sebagai pahlawan revolusi. Atas dasar tersebut, ia pun memiliki sebuah daerah di wilayah Banjarmasin, Kalimantan Selatan, yakni Siring Pierre Tendean.
Menariknya, di lokasi tersebut terdapat sebuah lapangan basket, tempat kesukaan Tendean selama menuntut ilmu di ATEKAD, yang baru selesai dibangun pada akhir 2015 lalu. Lapangan tersebut pun diberi nama Lapangan Siring Tendean.